KABARBURSA.COM – Emiten yang bergerak di sektor agrikultur khususnya lahan kelapa sawit, PT FAP Agri Tbk (FAPA), menerima dividen dari sejumlah anak perusahaannya pada 11 Juni dan 8 Juli 2024.
Berdasarkan keterbukaan infomasi Bursa Efek Indonesia (BEI), FAPA menerima guyuran dividen dari dua anak perusahaannya, yakni PT Riau Agung Karya Abadi dan PT Tirta Madu Sawit Jaya.
“PT Riau Agung Karya Abadi dan PT Tirta Madu Sawit Jaya adalah anak perusahaan Perseroan,” tulis Corporate Secretary FAPA, Henryzal M Panjaitan, dikutip Senin, 5 Agustus 2024.
Secara rinci, PT Riau Agung Karya memberi dividen kepada induk perusahaan senilai Rp106,4 miliar. Sementara PT Tirta Madu Sawit Jaya memberikan dividen sebesar Rp10,45 miliar kepada FAPA.
“Tidak ada dampak kejadian, informasi atau fakta material tersebut terhadap kegiatan operasional, ukum, kondisi keuangan atau kelangsungan usaha,” tutup Henryzal.
Diketahui, FAPA membukukan laba di periode berjalan sebesar Rp88,43 miliar sepanjang semester pertama tahun 2024. Akan tetapi, capaian laba bersih FAPA mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp94,75 miliar.
Di sisi lain, FAPA mencatat peningkatan penjualan dan usaha. Sepanjang Januari hingga Juni, FAPA membukukan pendapatan sebesar Rp2,48 miliar, naik tipis dari Rp2,45 miliar di periode yang sama di tahun sebelumnya.
Beban poko penjualan FAPA juga tercatat menurun, dari Rp2,090 triliun menjadi Rp2,010 triliun di semester pertama tahun 2024. Sementara beban umum dan administrasi, FAPA membukukan sebesar Rp104,91 miliar.
FAPA juga mencatat penurunan jumlah ekuitas di awal semester 2024, dari Rp4,06 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp4,35 triliun. Adapun liabilitas FAPA tercatat sebesar Rp4,35 triliun.
Sementara total aset FAPA tercatat sebesar Rp8,39 triliun, menyusut tipis jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp8,63 triliun.
Dari lantai bursa, saham FAPA masih bergerak mendatar di harga Rp5.300 per saham hingga perdagangan sesi I hari ini, Senin, 5 Agustus 2024. Stagnasi saham emiten sawit ini telah terjadi sejak tahun 2023 lalu tepatnya pada tanggal 21 Desember.
Dalam 5 tahun terakhir, harga saham FAPA meroket hingga 130,43 persen atau bertambah 3.000 poin dari semula Rp2.300 per saham pada 4 Januari 2021. Sementara dalam 3 dan 1 tahun belakangan, sahamnya bertumbuh masing-masing 83,39 persen (dari sebelumnya Rp2.870) dan 3,92 persen (dari sebelumnya Rp5.100). Dalam setahun terakhir itu, harga saham FAPA sempat anjlok ke level 5.000 pada 21 September 2023.
Harga CPO Melonjak
Diberitakan sebelumnya, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sempat mengalami kenaikan pada perdagangan kemarin. Kenaikan harga minyak nabati pesaing turut mempengaruhi peningkatan harga CPO.
Adapun naiknya harga CPO terjadi pada Selasa, 30 Juli 2024 lalu, di mana harga di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Oktober tercatat sebesar MYR 3.916 per ton, naik sebesar 0,2 persen dari hari sebelumnya.
Kenaikan harga CPO ini dipicu oleh lonjakan harga minyak nabati lainnya. Di pasar global, harga minyak kedelai di Dalian (China) dan Chicago Board of Trade (AS) meningkat masing-masing sebesar 0,95 persen dan 0,19 .
Dengan harga minyak kedelai yang semakin tinggi, CPO menjadi lebih menguntungkan sebagai alternatif. Keduanya memang saling bersaing dan menggantikan satu sama lain.
Selain itu, tampaknya investor mulai melakukan aksi beli setelah harga CPO mengalami koreksi. Dalam sepekan terakhir, harga CPO masih mencatat penurunan sebesar 1,29 persen secara point-to-point, dan dalam sebulan terakhir, harganya berkurang 1,71 persen.
“Aksi bargain buying terlihat jelas di pasar futures CPO,” ungkap Anilkumar Bagani, Kepala Riset Komoditas di Sunvin Group.
Dalam perspektif teknikal harian (daily time frame), harga CPO (Crude Palm Oil) masih berada dalam zona bearish, yang ditandai oleh Relative Strength Index (RSI) pada level 45,27. RSI yang berada di bawah 50 menunjukkan bahwa aset ini cenderung mengalami tekanan jual yang lebih besar, mengindikasikan momentum penurunan harga.
Namun, jika kita melihat indikator Stochastic RSI, nilainya berada di angka 9,66, jauh di bawah 20, yang menandakan kondisi jenuh jual (oversold). Kondisi ini menunjukkan bahwa harga CPO telah mengalami penurunan yang signifikan dan berpotensi mengalami pembalikan arah (rebound) dalam waktu dekat. Dalam situasi seperti ini, potensi kenaikan harga CPO masih terbuka, terutama jika ada katalis positif yang mendorong minat beli di pasar.
Untuk potensi pergerakan ke atas, target resisten terdekat berada di MYR 3.932 per ton. Jika level ini berhasil ditembus, maka CPO berpeluang untuk melanjutkan kenaikannya menuju target resisten berikutnya di MYR 3.940 per ton. Ini bisa menjadi area kunci bagi para trader untuk memantau apakah ada kekuatan yang cukup untuk mendorong harga lebih tinggi atau tidak.
Di sisi lain, target support terdekat berada di MYR 3.911 per ton. Penembusan di bawah level ini bisa menjadi sinyal bahwa tekanan jual masih mendominasi, yang berpotensi mendorong harga CPO turun lebih lanjut menuju target support berikutnya di MYR 3.879 per ton. Trader yang mengikuti tren bearish akan melihat area ini sebagai peluang untuk mempertahankan posisi jual atau bahkan menambah posisi jika tekanan berlanjut.
Secara keseluruhan, kondisi teknikal saat ini menunjukkan adanya tekanan jual yang signifikan, namun dengan potensi rebound yang tidak bisa diabaikan. (*)