Logo
>

Eropa Segera Sahkan Undang-Undang untuk Mengatur AI

Ditulis oleh Yunila Wati
Eropa Segera Sahkan Undang-Undang untuk Mengatur AI

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Negara-negara di Eropa akan segera membuat undang-undang yang mengatur penggunaan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Undang-undang tersebut dipercaya dapat melindungi Masyarakat dari dampak negatif AI.

    AI merupakan suatu teknologi di bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, penciptaan, dan pengenalan gambar. Organisasi modern mengumpulkan data dalam jumlah besar dari beragam sumber, seperti sensor pintar, konten buatan manusia, alat pemantauan, dan log system.

    Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk menciptakan sistem belajar mandiri yang memperoleh makna dari data. Lalu, AI dapat menerapkannya untuk memecahkan masalah baru denan cara layaknya yang manusia lakukan. Misalnya, merespon percakapan, membuat gambar dan teks asli, membuat keputusan, mengoptimalkan proses bisnis, meningkatkan pelanggan, hingga mempercepat inovasi.

    Perkembangan ini layaknya dua sisi mata uang, ada banyak manfaatnya namun tidak sedikit pula kerugiannya. Mempermudah banyak pekerjaan, tapi bisa membuat insecure dan tentunya banyak pula hal menyeramkan yang menyertai.

    Karena itulah parlemen di Eropa menyetujui undang-undang yang mengatur tentang penggunaan AI. Persetujuan sudah terjadi pada 21 Mei kemarin, di mana regulasi tersebut akan berlaku dua tahun setelah disetujui.

    Ada beberapa tujuan dibuatnya undang-undang AI ini, yaitu mendorong pengembangan dan penerapan teknologi AI yang aman, terpercaya, transparan, dapat dilacak, tidak diskriminati, serta ramah lingkungan. Kemudian, memastikan sistem AI tetap sejalan dengan keselamatan dan etika, dan tidak berbahaya untuk manusia. Artinya, sistem AI harus berada di bawah pengawasan manusia, bukan dibuat otomatis.

    UU AI ini mengadopsi pendekatan berbagai risiko untuk mengkategorikan sistem AI menjadi empat tingkatan, yaitu Risiko yang Tidak Dapat Diterima (Unacceptable Risk), Risiko Tinggi (High Risk), Risiko yang Dapat Dijangkau (Limited Risk), dan Risiko Minimum (Minimal Risk).

    Unacceptable risk adalah risiko penggunaan AI yang sudah tidak dapat diterima dan sangat mengancam manusia, misalnya manipulasi perilaku terhadap orang atau kelompok rentan. High Risk merupakan system AI yang memiliki dampak negative terhadap keselamatan atau hak-hak dasar manusia, menyangkut penyelamatan terhadap produk seperti penerbangan hingga peralatan medis.

    Limited Risk berhubungan dengan kurangnya transparansi dalam penggunaan AI. Dan terakhir, Minimal Risk berarti AI dianggap membantu pekerjaan manusia dan diperbolehkan penggunaannya, misalnya untuk aplikasi video game.

    Untuk menjalankan UU tersebut, parlemen akan membentuk Komisi Eropa untuk AI Act yang bertugas mengawasi penegakan hukum atas aturan ini. Jika ada yang melanggar akan dikenakan sanksi denda senilai 7,5 Euro hingga 35 juta Euro, tergantung pelanggaran dan ukuran perusahaan.

    Perkembangan Teknologi Kecerdasan Buatan

    Sebuah naskah yang dibuat oleh Alan Turing (1950) berjudul “Computing Machinery and Intelligence”, penulis mempertimbangkan apakah mesin bisa berpikir? Di sinilah pertama kali Turing menciptakan istilah kecerdasan buatan dan menyajikannya sebagai konsep teoritis dan filosofis.

    Antara 1957 – 1974, perkembangan dalam komputasi memungkinkan computer untuk menyimpan lebih banyak data dan memprosesnya lebih cepat. Selama periode ini, para ilmuwan mengembangkan lebih lanjut algoritma machine learning (ML). Kemajuan ini mendorong sebuah badan seperti Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) menyediaka data bagi penelitian AI. Tujuan awalnya, menemukan apakah komputer dapat menyalin dan menerjemahkan bahasa lisan.

    Enam tahun kemudian, peningkatan dana yang tersedia dan perangkat algoritmik yang digunakan oleh para ilmuwan dalam pengembangan AI membuatnya semakin efisien. David Rumelhart dan John Hopfield menerbitkan makalah tentang teknik deep learning yang menunjukkan bahwa komputer dapat belajar dari pengalaman.

    Lalu, dari 1990 hingga awal 2000-an, para ilmuwan mencapai banyak tujuan inti AI, seperti mengalahkan juara dunia catur. Dengan lebih banyak data komputasi dan kekuatan pemrosesan di era modern dibandingkan decade sebelumnya, penelitian AI menjadi lebih mudah diakses. AI berkembang pesat, sehingga perangkat lunak dapat melakukan tugas-tugas yang kompleks, seperti mengambil Keputusan dan belajar sendiri, membuat tugas-tugas yang sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh manusia.

    Perkembangan AI di Indonesia

    Indonesia dengan populasi lebih dari 270 juta merupakan pasar besar untuk teknologi baru, termasuk kecerdasan buatan (AI). Berdasarkan laporan Datareportal 2023, pada awal tahun tersebut, Indonesia memiliki 212 juta pengguna internet dengan penetrasi 77 persen, 167 juta pengguna media sosial yang setara dengan 60 persen populasi, dan 353 juta sambungan seluler aktif, setara dengan 128 persen dari jumlah penduduk.

    Survei Ipsos pada Mei-Juni 2023 menunjukkan bahwa 75 persen responden dewasa Indonesia antusias terhadap produk dan layanan AI, dan 78 persen percaya bahwa AI memiliki lebih banyak kelebihan dibanding kekurangan. Pemanfaatan AI diyakini akan meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan inovasi.

    Namun, Global AI Index 2023 dari Tortoise Media menempatkan Indonesia di peringkat 46 dari 62 negara berdasarkan kapasitas AI relatif terhadap populasi atau ekonomi. Government AI Readiness Index 2023 dari Oxford Insights menempatkan Indonesia di peringkat 42 dari 193 negara, di bawah Malaysia dan Thailand, dengan nilai kurang pada kesiapan teknologi. Studi US-ASEAN Business Council memproyeksikan kekurangan 9 juta pekerja terampil dan semi-terampil antara 2015 dan 2030, menjadi tantangan dalam mengintegrasikan AI di berbagai sektor.

    Pada 2020, Indonesia merancang Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045 yang mencakup empat area fokus: etika dan kebijakan, pengembangan talenta, infrastruktur dan data, serta riset dan inovasi industri. Lima bidang prioritasnya adalah layanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan, serta mobilitas dan kota pintar. Visi AI Indonesia akan selaras dengan Visi Indonesia Emas 2045, dengan misi:

    1. Mewujudkan AI yang beretika sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
    2. Menyiapkan talenta AI yang berdaya saing dan berkarakter.
    3. Mewujudkan ekosistem data dan infrastruktur yang mendukung kontribusi AI untuk kepentingan negara.
    4. Menumbuhkembangkan ekosistem kolaborasi riset dan inovasi AI guna mengakselerasi reformasi birokrasi serta industri.

    Strategi Nasional AI ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs), dengan penekanan pada kerja sama internasional untuk menciptakan AI yang dapat dipercaya (trustworthy AI).

    Kerja sama internasional menjadi kunci untuk mendukung pemanfaatan dan pengembangan AI di Indonesia, khususnya untuk memastikan implementasi AI yang etis dan sesuai dengan standar global.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79