KABARBURSA.COM – PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) mulai dilirik kembali oleh pasar. Pergerakan signifikan investor besar dalam beberapa bulan terakhir menjadi sinyal kuat bahwa emiten energi dan petrokimia ini tengah bersiap masuk fase pertumbuhan baru yang lebih berkelanjutan.
Salah satu aksi mencolok datang dari Ir T Permadi Rachmat yang tercatat membeli tambahan 876.200 lembar saham ESSA pada 29 April 2025. Kepemilikannya pun naik menjadi 1,233 miliar saham atau setara 7,16 persen dari total saham beredar.
Sebelumnya, Bank Julius Baer And Co juga menambah porsi kepemilikan mereka sebesar 677 juta saham pada Februari lalu, sehingga kini menguasai hampir 10 persen saham ESSA.
Langkah dua nama besar ini tentu bukan tanpa alasan. Mereka melihat arah baru yang tengah dibentuk oleh perusahaan: bertransformasi menuju bisnis berbasis energi bersih.
Konversi Besar Pabrik Amonia
ESSA sendiri sedang mempersiapkan konversi besar pada fasilitas pabrik amonia miliknya, dari produksi grey ammonia menuju blue ammonia yang lebih ramah lingkungan. Proyek ini ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal IV tahun 2028 dan diperkirakan akan mendongkrak laba tahunan sebesar USD42 juta hingga USD52 juta.
Selain itu, harga jual blue ammonia juga diprediksi akan mendapatkan premium sekitar 11 hingga 14 persen dibandingkan produk amonia biasa. Dengan mengadopsi teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS), ESSA tak hanya menjawab tuntutan pasar global, tapi juga mulai membangun masa depan energi yang lebih bersih.
Tak berhenti di situ, ESSA juga tengah menjajaki proyek ambisius lainnya, yakni pengembangan bahan bakar pesawat ramah lingkungan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF). Bahan bakar ini rencananya akan diproduksi dari minyak jelantah dengan kapasitas hingga 260 juta liter per tahun di kawasan industri Batang.
Bila proyek ini berjalan sesuai rencana, potensi tambahan pendapatan bisa mencapai USD312 juta per tahun, lebih dari dua kali lipat pendapatan tahunan perusahaan saat ini. Di tengah tren industri aviasi global yang mulai beralih ke energi rendah karbon, ESSA bisa menjadi salah satu pemain awal dari sektor ini di Tanah Air.
Meski transformasi hijau menjadi sorotan, bisnis inti ESSA tetap berjalan solid. Perusahaan mengoperasikan dua lini utama, yaitu produksi LPG dari Palembang dengan tingkat utilisasi mencapai 119 persen, serta pabrik amonia di Sulawesi Tengah yang memasok pasar ekspor seperti Korea Selatan, China, dan Taiwan.
Kerja sama jangka panjang dengan Mitsubishi Corporation memastikan kestabilan permintaan dan menjadi tumpuan utama pendapatan perusahaan sejauh ini.
Dengan fundamental yang kokoh dan langkah ekspansi yang terarah ke masa depan, wajar jika investor mulai menaruh harapan besar terhadap ESSA. Ini bukan sekadar cerita tentang ekspansi bisnis, tapi tentang arah baru industri energi yang lebih hijau—dan ESSA telah mengambil langkah nyata menuju sana.
ESSA Tembus Rp600, Sinyal Rebound Mulai Terbaca
Sementara itu, dari sisi pergeraham saham, PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) juga mencuri perhatian pasar usai menembus level psikologis Rp600 pada perdagangan Senin, 19 Mei 2025.
Ditutup menguat 6,09 persen ke posisi Rp610 per saham, pergerakan ini disertai lonjakan volume yang tak bisa diabaikan. Secara teknikal, kondisi ini dianggap sebagai sinyal awal pemulihan harga setelah periode konsolidasi cukup panjang.
Founder Indonesia Investment Education (IIE) Rita Efendy, melihat ada breakout yang terjadi namun tak berdiri sendiri. Salah satu indikator yang paling diperhatikan pelaku pasar, Moving Average Convergence Divergence (MACD), menunjukkan formasi golden cross. Tanda bahwa momentum kenaikan mulai terbentuk.
Selain itu, histogram MACD yang sebelumnya berada di zona negatif mulai bergerak ke arah netral, memperkuat sinyal pembalikan arah. Dengan kata lain, jika ESSA mampu mempertahankan posisinya di atas rentang Rp610 hingga Rp625.
“Peluang untuk melanjutkan kenaikan menuju target jangka pendek di Rp685 hingga Rp720 juga terbuka lebar,” tulis Rita dalam risetnya, Senin, 19 Mei 2025.
Namun demikian, investor tetap perlu mewaspadai titik kritis di Rp600 dan Rp505 sebagai area stop loss bila tekanan jual kembali mendominasi.
Kenaikan harga kali ini tidak lepas dari kombinasi faktor teknikal dan sentimen positif terhadap prospek jangka panjang ESSA, terutama terkait arah transformasi bisnisnya ke sektor energi bersih.
Bagi pelaku pasar, momentum seperti ini biasanya menjadi ajang spekulatif, namun tetap memerlukan disiplin dalam mengatur risiko. Sebab, sekuat apapun sinyal teknikal, arah pasar tetap bisa berubah jika tanpa dukungan fundamental dan sentimen yang sejalan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.