KABARBURSA.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menegaskan bahwa penanganan kasus fraud terkait pengajuan klaim fiktif tidak akan mengganggu layanan kesehatan bagi masyarakat.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron, membantah adanya penghentian pembayaran atau pembiayaan pada layanan kesehatan. Ia menegaskan, pelayanan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di semua fasilitas kesehatan tetap berjalan normal.
“Kami ingin masyarakat tetap tenang, tidak perlu resah. Saat ini pelayanan bagi peserta JKN di fasilitas kesehatan berjalan seperti biasa,” kata Ali, Jumat 26 Juli 2024.
Secara paralel, BPJS Kesehatan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menyelesaikan dugaan fraud yang terjadi.
Tim gabungan ini sedang menelusuri dan memeriksa pengajuan klaim fiktif senilai Rp35 miliar dari satu rumah sakit di Jawa Tengah dan dua rumah sakit di Sumatra Utara. Satu rumah sakit di Jawa Tengah terlibat dalam phantom billing senilai Rp29 miliar, sedangkan dua rumah sakit di Sumatra Utara diduga mengajukan klaim masing-masing sebesar Rp4 miliar dan Rp1 miliar.
“Penanganan akan dilakukan sesuai kewenangan masing-masing instansi. Kami berharap kasus ini bisa diselesaikan secepatnya dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait,” ujar Ali.
KPK berencana membuka penyelidikan terhadap dugaan fraud BPJS Kesehatan di tiga rumah sakit tersebut. Namun, lembaga antirasuah ini masih menimbang apakah penyelidikan akan dilakukan oleh KPK atau kejaksaan, mengingat fraud diduga terjadi di banyak wilayah.
Kementerian Kesehatan sedang memeriksa modus dan peran pihak-pihak yang mengajukan klaim fiktif ke BPJS Kesehatan. Pemerintah berencana mengeluarkan sanksi berat, termasuk ancaman pencabutan kerja sama rumah sakit dengan program JKN.
Bagi para dokter yang terlibat, Kemenkes sedang memeriksa peran masing-masing tenaga medis dalam kejahatan tersebut. Mereka bisa dikenai sanksi berupa penangguhan hingga pencabutan izin praktik.
Penjelasan Kemenkes
Mengutip situs Kemenkes RI, Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Murti Utami, menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menindaklanjuti temuan tersebut dan memberikan sanksi kepada oknum yang bertanggung jawab atas klaim fiktif dan manipulasi diagnosis.
“Kami akan memberikan sanksi mulai dari penundaan pengumpulan SKP selama enam bulan hingga pencabutan izin praktik. Pemutusan kerja sama antara rumah sakit dan BPJS juga akan dilakukan,” kata dr. Murti dalam diskusi media tersebut.
Lebih lanjut, dr. Murti menjelaskan bahwa Kemenkes akan memperkuat Tim PK-JKN di tingkat provinsi untuk meningkatkan proses verifikasi fraud. Selain itu, Kemenkes akan memberi kesempatan kepada fasilitas kesehatan yang diduga melakukan phantom billing dan manipulasi diagnosis untuk mengoreksi serta mengembalikan kerugian negara kepada BPJS Kesehatan.
“Mereka diberikan waktu enam bulan untuk mengembalikan kerugian negara kepada BPJS Kesehatan. Hal ini penting untuk menjaga dana agar tetap bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” jelas dr. Murti.
Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Agustina Arumsari, menyatakan bahwa BPKP telah melakukan telaah di tiga rumah sakit dan menemukan bukti dugaan kasus phantom billing.
“Kami mendukung upaya menjaga dana jaminan kesehatan, meski upaya ini harus dilakukan secara berkelanjutan,” ungkap Agustina.
“Terkait kerugian negara, BPKP akan memvalidasi setelah proses lain dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Lily Kresnowati, menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan memiliki beberapa lapisan verifikasi untuk memastikan pengelolaan klaim sesuai tata kelola yang berlaku. Verifikasi dilakukan sejak tahap awal, pasca-pembayaran (verifikasi pasca-klaim/VPK), hingga audit administrasi klaim (AAK).
“Manajemen klaim BPJS Kesehatan mengandalkan sistem informasi yang mumpuni. Hal ini menunjukkan keseriusan kami dalam proses verifikasi klaim agar efektif dan tepat guna,” ujar Lily.
Untuk menjaga pengelolaan klaim dari potensi kecurangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud), serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan, telah dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Ekosistem anti-fraud dalam Program JKN terus dibangun sebagai upaya bersama menciptakan program yang bebas kecurangan.
Tim PK-JKN terdiri dari berbagai unsur, yakni Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan BPJS Kesehatan.
Tugas Tim PK-JKN adalah menyosialisasikan regulasi dan budaya yang berorientasi pada kendali mutu dan biaya, meningkatkan budaya pencegahan fraud, mendorong pelaksanaan tata kelola yang baik, melakukan deteksi dan penyelesaian kecurangan, serta monitoring dan evaluasi.
Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno, mengungkapkan bahwa jika ditemukan ketidaksesuaian klaim pelayanan kesehatan dalam proses verifikasi pasca-klaim dan/atau audit administrasi klaim, Tim Anti Kecurangan JKN Kantor Cabang BPJS Kesehatan bersama Tim PK-JKN di level provinsi, kabupaten/kota akan melakukan penelusuran atau investigasi sesuai ketentuan.
Penelusuran ini melibatkan pemangku kepentingan seperti dinas kesehatan, asosiasi fasilitas kesehatan, dan organisasi profesi. Jika hasil investigasi menunjukkan bukti kecurangan, akan ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku.
“Kami mengajak semua pihak untuk memperkuat sinergi dan komitmen dalam mewujudkan pengelolaan Program JKN yang bersih dari segala tindak kecurangan,” kata Mundiharno.
Dalam diskusi media tersebut, Kemenkes berharap agar seluruh fasilitas kesehatan menyadari pentingnya pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan manfaatnya akan kembali kepada masyarakat. (*)