KABARBURSA.COM - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengusulkan penambahan fungsi sponsor kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi emiten yang baru melantai di pasar saham.
Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyebut bahwa secara umum, sponsor berfungsi untuk membantu perusahaan kecil, khususnya yang tercatat di papan akselerasi.
Perusahaan di papan akselerasi ini mayoritas adalah perusahaan dengan skala kecil di bawah Rp 50 miliar, seperti startup dan UMKM.
Dalam proses IPO, calon emiten biasanya dibantu oleh underwriter. Namun, peran underwriter berakhir ketika perusahaan resmi tercatat di BEI.
Namun, saat perusahaan mulai memasuki pasar sekunder yang lebih menantang, akan ada pihak yang berperan sebagai sponsor, yang umumnya dilakukan oleh underwriter, ujar Nyoman, Jumat 6 September 2024.
Merujuk pada praktik bursa lain, lanjut Nyoman, sponsor umumnya dilakukan oleh underwriter. Mereka akan menjalankan peran ini selama satu tahun setelah emiten tersebut tercatat di BEI.
Tujuannya, untuk membantu emiten membangun Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG), sehingga dapat menghindari sanksi dan menyediakan keterbukaan informasi yang berkualitas, jelasnya.
Krisis Integritas di BEI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan pernyataan tegas terkait isu lima karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diduga terlibat dalam praktik gratifikasi demi melancarkan proses Initial Public Offering (IPO).
OJK menekankan bahwa seluruh pegawai, tanpa terkecuali, dilarang keras terlibat dalam praktik suap atau gratifikasi. Mereka menggarisbawahi pentingnya mematuhi kode etik serta peraturan yang berlaku, dengan tetap menjunjung tinggi integritas sebagai prinsip dasar.
Sebagai lembaga pengawas, OJK berkomitmen penuh dalam menerapkan tata kelola yang baik. Secara khusus, mereka fokus pada pencegahan praktik suap dan gratifikasi melalui penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) berbasis SNI ISO 37001.
Ini adalah langkah konkret OJK untuk memastikan seluruh operasional bebas dari praktik-praktik yang merugikan, demikian disampaikan OJK dalam pernyataan resminya, Kamis, 29 Agustus 2024.
Mengenai dugaan gratifikasi dalam proses IPO, OJK telah berkoordinasi dengan BEI. Mereka mendukung penuh langkah-langkah tegas BEI dalam memberikan sanksi kepada pihak yang terbukti bersalah, guna menjaga kepercayaan publik dan mempertahankan integritas pasar modal Indonesia.
Saat ini, OJK sedang menyelidiki potensi keterlibatan pegawai dalam kasus tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada bukti pelanggaran yang melibatkan pegawai OJK terkait proses IPO. OJK berjanji akan terus mengawasi dan menindaklanjuti setiap indikasi pelanggaran, demi menjaga transparansi dan akuntabilitas di sektor keuangan.
BEI pun diminta untuk tegas dalam menangani dugaan gratifikasi yang terjadi di internalnya. Mereka diharapkan bisa memperbaiki tata kelola dan memastikan setiap pelanggaran ditangani dengan serius.
Wahyu Laksono, seorang pengamat pasar modal, menilai bahwa jika kejadian ini benar adanya, BEI harus bertindak tegas dengan menerapkan langkah hukum. “Ini demi melindungi kepentingan investor serta menjaga nama baik bursa,” ucapnya kepada Kabar Bursa, Kamis, 29 Agustus 2024. Menurut Wahyu, langkah tersebut sangat penting demi prinsip keterbukaan, keadilan, dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG), sesuai standar ISO yang berlaku.
Ia juga menambahkan, perbedaan antara pelanggaran etika dan pidana harus diatur lebih jelas. Wahyu memperingatkan agar masalah ini tidak diabaikan, sehingga tidak berkembang menjadi kasus besar.
Di sisi lain, Wahyu mengakui bahwa teknologi telah diterapkan untuk memperkuat transparansi di berbagai institusi, termasuk pemerintah. Namun, menurutnya, penerapan teknologi ini belum sepenuhnya efektif. "Masih ada celah bagi oknum untuk bermain," ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa teknologi informasi dan komunikasi semestinya mampu mendukung upaya anti-korupsi dengan meningkatkan pengawasan publik serta memfasilitasi pelaporan pelanggaran.
Wahyu mengakhiri dengan menyerukan peran aktif dari emiten dalam bekerja sama dengan pemerintah dan penegak hukum untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
Kasus ini mencuat ke permukaan setelah tersebarnya sebuah surat di kalangan jurnalis bursa, yang mengungkap bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memberhentikan lima pegawai selama periode Juli hingga Agustus 2024. Pemecatan ini diduga kuat terkait dengan skandal permintaan imbalan dan gratifikasi, di mana para karyawan tersebut diduga menerima suap dari calon emiten untuk mempercepat proses pencatatan di bursa.
Menurut informasi yang beredar, kelima pegawai yang terlibat berasal dari Divisi Penilaian Perusahaan BEI. Mereka diduga menerima sejumlah uang sebagai imbalan atas bantuannya dalam memperlancar prosedur listing perusahaan-perusahaan tersebut di pasar saham.
Dalam pernyataan resminya, BEI mengakui adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh oknum pegawainya. BEI juga menegaskan bahwa langkah-langkah disipliner telah diterapkan, sesuai dengan regulasi dan kebijakan internal yang berlaku. (*)