Logo
>

Gaji Hakim Dinilai Tak Adil, Pengamat Usulkan Sistem Pengupahan Baru

Ditulis oleh Dian Finka
Gaji Hakim Dinilai Tak Adil, Pengamat Usulkan Sistem Pengupahan Baru

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pakar Ketenagakerjaan dari UGM Tadjuddin Noer Effendi menyoroti gaji hakim di Indonesia perlu ditinjau ulang, mengingat pentingnya peran mereka dalam penegakan hukum. 

    Menurutnya, gaji hakim saat ini masih belum mencerminkan keadilan dibandingkan dengan profesi lain, seperti pegawai BUMN, yang diketahui memiliki gaji jauh lebih besar.

    "Gaji hakim yang sangat menentukan dalam proses penegakan hukum apakah adil? Kita harus mempertimbangkan sila kelima Pancasila," tegasnya kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.

    Tadjuddin menilai bahwa penghasilan para hakim tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab besar yang mereka emban dalam memutuskan perkara hukum.

    Ia juga mengusulkan pentingnya adanya sistem pengupahan nasional yang berbasis pada kompetensi dan keahlian setiap pekerjaan. Sistem ini, menurutnya, belum diterapkan secara optimal di Indonesia. 

    “Harusnya gaji berdasarkan skill dan kompetensi, tetapi kita belum punya sistem pengupahan yang ideal di sini,” tambahnya.

    Dalam pandangannya, permasalahan serupa juga terjadi pada sektor buruh. "Kita sering ribut soal upah minimum setiap tahun. Tapi, upah minimum itu seharusnya hanya berlaku untuk pekerja di bawah satu tahun. Kenyataannya, di banyak perusahaan, upah minimum malah menjadi upah maksimum,” jelasnya.

    Tadjuddin mengkritisi bahwa upah buruh di Indonesia cenderung seragam, bahkan tidak membedakan antara lulusan S1 dan lulusan SMA. "Di negara-negara tetangga, seperti Malaysia, gaji lulusan SMA dengan sarjana, S2, atau S3 sangat berbeda. Pendidikan dihargai di sana," tegasnya.

    Ia juga menyebutkan bahwa meskipun hakim berperan penting dalam proses peradilan, gaji mereka masih ditentukan oleh lama masa kerja, bukan berdasarkan kompetensi, pendidikan, atau kompleksitas kasus yang mereka tangani. 

    "Seharusnya, hakim dibayar berdasarkan penanganan kasus dan keahlian yang mereka miliki, bukan hanya lama bekerja," pungkasnya.

    Lanjutnya Tadjuddin juga menyoroti bahwa kurangnya perbedaan dalam struktur upah di Indonesia berdampak pada ketidakadilan di berbagai sektor pekerjaan.

    Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya kebijakan yang lebih terstruktur dan adil dalam menetapkan gaji, baik di sektor swasta maupun publik, termasuk untuk hakim.

    Menelisik Gaji Hakim dan Upah Buruh

    Koordinator SHI, Rangga Desnata Lukita, sebelumnya meminta DPR untuk segera membahas kenaikan gaji pokok dan tunjangan hakim sebesar 142 persen. 

    “Kepada wakil rakyat, kami wakil Tuhan memohon kepada wakil rakyat agar gaji pokok kami dan tunjangan jabatan kami naik 142 persen,” kata Rangga dalam pertemuan bersama Pimpinan DPR RI.

    Rangga menyebut, usul kenaikan gaji dan tunjangan hakim tidak semuluk upaya Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang hendak memperjuangkan kenaikan 300 persen bagi pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Menurutnya, 142 persen adalah angka yang masuk akal untuk menunjang kerja hakim.

    Adapun Kabarbursa melansir dari laman Badan Pusat Statistik (BPS) Data terbaru mengenai Upah Minimum Provinsi (UMP) per jam di beberapa wilayah Indonesia menunjukkan perbedaan signifikan di berbagai provinsi. DKI Jakarta kembali mencatatkan UMP per jam tertinggi, sementara Jawa Tengah berada di posisi terendah.

    DKI Jakarta mencatatkan UMP per jam tertinggi di Indonesia, dengan nominal sebesar Rp30.662 hingga Rp42.354 per jam. Angka ini jauh di atas provinsi lain, mencerminkan status DKI Jakarta sebagai pusat ekonomi negara. Tingginya biaya hidup di ibu kota menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya UMP di wilayah ini.

    Kemudian, Provinsi Jawa Barat memiliki UMP yang bervariasi antara Rp19.038 hingga Rp21.194 per jam, menjadikannya salah satu provinsi dengan UMP per jam yang cukup kompetitif. Sementara itu, Banten, sebagai wilayah penyangga ibu kota, memiliki UMP antara Rp23.880 hingga Rp24.685 per jam, sedikit lebih rendah dibandingkan DKI Jakarta, tetapi masih berada di atas rata-rata nasional.

    Jawa Timur menawarkan UMP antara Rp14.789 hingga Rp15.155 per jam, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan DI Yogyakarta yang memiliki kisaran Rp14.916 hingga Rp16.478 per jam. Kedua provinsi ini menunjukkan kesamaan dalam struktur upah, meskipun karakteristik ekonomi mereka berbeda.

    Bali, yang terkenal dengan sektor pariwisatanya, menawarkan UMP yang berkisar antara Rp16.857 hingga Rp18.521 per jam. Meski relatif tinggi dibandingkan beberapa provinsi di Jawa, Bali tetap di bawah Jakarta dan Banten dalam hal UMP per jam.

    Jawa Tengah mencatatkan UMP per jam terendah di antara provinsi yang disurvei, yaitu berkisar antara Rp12.604 hingga Rp13.381. Meskipun demikian, biaya hidup yang relatif lebih rendah di Jawa Tengah menjadikan upah ini masih cukup kompetitif untuk standar lokal.

    Secara keseluruhan, data ini mencerminkan kesenjangan yang signifikan dalam upah minimum di berbagai provinsi di Indonesia. DKI Jakarta tetap menjadi wilayah dengan UMP tertinggi, sementara Jawa Tengah memiliki UMP terendah. Faktor-faktor seperti biaya hidup, sektor ekonomi dominan, dan tingkat perkembangan industri menjadi penentu utama dari perbedaan UMP ini.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.