Logo
>

Gibran ke Pemukiman Padat Bagi-bagi Susu, Atasi Stunting?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Gibran ke Pemukiman Padat Bagi-bagi Susu, Atasi Stunting?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wakil Presiden terpilih 2024-2029, Gibran Rakabuming Raka, kembali melakukan blusukan di DKI Jakarta. Kali ini, putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut menyambangi pemukiman padat di Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan.

    Dengan jaket hijau muda yang mencolok, Wali Kota Solo itu tidak sendiri. Ia ditemani oleh artis kondang, Raffi Ahmad. Keduanya terlihat menelusuri lorong-lorong sempit pemukiman, menyapa warga yang antusias menyambut kedatangan mereka.

    Dalam beberapa video yang beredar, Gibran membagikan buku dan susu kepada anak-anak yang ia temui. Ini merupakan bagian dari janji kampanyenya pada Pemilu 2024, yakni program susu gratis untuk anak-anak guna mengatasi stunting.

    Minggu lalu, Gibran juga blusukan di Kelurahan Kamal Muara, Jakarta Utara, dan Kali Semongol, Jakarta Barat. Dalam kunjungan tersebut, ia ditemani oleh Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, serta sejumlah pejabat daerah.

    Gibran membagikan buku dan sembako di Kamal Muara, dan mengunjungi warga terdampak banjir di Jakarta Barat. Meski demikian, ia belum mengungkapkan alasan pasti mengapa ia meninggalkan Solo untuk berkunjung ke Jakarta pada hari kerja. Beberapa pengamat menduga ini terkait dengan kepentingan politik menjelang pilkada.

    Susu Bukan untuk Cegah Stunting

    Gagasan pemberian susu sebagai upaya pencegahan stunting memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan pakar kesehatan. Beberapa pihak berpendapat bahwa susu merupakan sumber nutrisi penting yang dapat membantu pertumbuhan anak-anak, terutama dalam meningkatkan asupan kalsium dan protein.

    Namun, beberapa ahli gizi menilai bahwa pencegahan stunting tidak bisa hanya mengandalkan susu. Mereka menekankan pentingnya pola makan seimbang yang mencakup berbagai macam sumber nutrisi seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan protein hewani maupun nabati. Selain itu, faktor sanitasi dan akses terhadap layanan kesehatan juga memegang peranan krusial dalam upaya mengatasi stunting.

    Ada juga kekhawatiran terkait distribusi susu gratis yang mungkin tidak merata dan tidak tepat sasaran. Beberapa daerah mungkin tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk memastikan susu sampai ke tangan anak-anak yang membutuhkan.

    Polemik ini mencerminkan kompleksitas isu stunting yang tidak bisa diselesaikan dengan solusi tunggal, melainkan memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan, dan layanan kesehatan.

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Damayanti Rusli Sjarif, Klara Yuliarti, dan William Jayadi Iskandar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengungkapkan pentingnya konsumsi susu dalam mencegah stunting. Penelitian tahun 2018 ini menunjukkan bahwa mengonsumsi 300 ml susu setiap hari dapat membantu mencegah stunting.

    Selain itu, Parenting First Cry menjelaskan bahwa susu memiliki kadar vitamin D yang tinggi. Vitamin D dibutuhkan untuk penyerapan kalsium yang penting bagi pembentukan tulang yang sehat. Dengan demikian, susu tidak hanya mendukung tubuh dalam penyembuhan diri tetapi juga memperbarui kadar vitamin D yang menurun. Vitamin D ini penting untuk mengimbangi risiko penyakit seperti tulang rapuh, penyakit jantung, dan diabetes.

    Stunting sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, seperti, usia pertama kali anak minum susu pertumbuhan (di atas 1 tahun). Frekuensi minum susu (kurang dari 3 kali sehari). Jumlah susu yang diminum anak (kurang dari 300 ml atau 2 gelas per hari).

    Asupan susu sebagai sumber protein hewani masih tergolong rendah di Indonesia. Berdasarkan Survei Konsumsi Makanan Individu tahun 2014, anak usia 7-11 bulan hanya mengonsumsi 2 persen makanan yang mengandung sumber protein hewani, termasuk susu dan produk olahannya.

    Kemiskinan Penyebab Stunting

    Mengutip laman Jurnal Universitas Airlangga, kemiskinan merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan stunting pada balita. Tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 9.54 persen. Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan hingga 6-7 persen pada tahun 2024.

    Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Hal ini dinilai cukup baik karena dapat berdampak pada penurunan angka stunting. Kemiskinan dapat mempengaruhi tingkat kualitas sumber daya manusia yang dapat berpengaruh pada indeks pembangunan manusia (IPM).

    Studi menjelaskan bahwa nilai IPM memiliki pengaruh yang negatif terhadap stunting. Apabila nilai IPM rendah maka angka stunting akan tinggi, begitupun sebaliknya. Berdasarkan data BPS tahun 2019, sebagian besar anak stunting berasal dari keluarga yang tergolong miskin atau berada di bawah garis kemiskinan. Adanya kemiskinan mengakibatkan keluarga tidak dapat mencukupi kualitas dan kuantitas dalam pemberian gizi pada balita.

    Kemiskinan memiliki dampak langsung terhadap prevalensi stunting dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang sebesar 0,06 persen. Pertumbuhan ekonomi sendiri menunjukkan hubungan kausalitas langsung dengan prevalensi stunting dan kemiskinan sebesar 0,57 persen.

    Ini mengindikasikan bahwa kemajuan ekonomi negara harus diiringi dengan pembangunan sosial-ekonomi guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat miskin.

    Kemiskinan mempengaruhi berbagai aspek, termasuk akses kesehatan, sanitasi dan air bersih, serta ketahanan pangan. Keterbatasan daya beli di kalangan ekonomi rendah menyebabkan akses pangan menjadi terbatas, berdampak pada ketahanan pangan dalam rumah tangga.

    Rumah tangga dapat dianggap tahan pangan jika memiliki persediaan makanan yang cukup, aman, dan bergizi dalam jangka waktu tertentu untuk seluruh anggotanya.

    Pemerintah telah melakukan intervensi sensitif untuk mengatasi kemiskinan, seperti menyediakan bantuan dan jaminan sosial melalui program Subsidi Beras Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Raskin/Rastra) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Selain itu, peningkatan ketahanan pangan dan gizi dilakukan melalui Program Ketahanan Pangan dan Gizi.

    Masalah stunting kemudian dipetakan kembali dengan rencana aksi intervensi yang berfokus pada lima pilar utama. Pilar keempat, yaitu ketahanan pangan, bertujuan untuk mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, terutama di daerah dengan prevalensi stunting tinggi.

    Program ini mencakup fortifikasi bioenergi pada makanan dan pupuk, pengurangan kontaminasi pangan, program pemberian makanan tambahan, serta investasi melalui kemitraan dengan dunia usaha, dana desa, dan infrastruktur pasar pangan baik di perkotaan maupun pedesaan.

    Empat pilar ketahanan pangan meliputi ketersediaan pangan (food availability), stabilitas pasokan (stability of supplies), akses pangan (food access), dan pemanfaatan pangan (food utilization). Upaya-upaya ini diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan dan stunting di Indonesia. (*)

     

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi