KABARBURSA.COM - Sejak Sabtu sore, 1 Februari 2025, mesin pencari web atau dikenal dengan Google, menjadi perbincangan hangat. Sebabnya, harga rupiah pada tampilan pencarian tersebut berada di posisi Rp8.170,65 terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Padahal, di sesi perdagangan terakhir, Jumat, 31 Januari 2025, kurs rupiah berada di level Rp16.304. Sepanjang Januari ini rupiah benar-benar tertekan oleh kebijakan proteksionis Presiden terpilih AS Donald Trump.
Posisi kurs rupiah yang berada di level 8.000-an ini tentu saja menjadi pembahasan menarik. Apalagi, Google dikenal sebagai mesin pencarian yang handal. Banyak warga net yang memberikan komentar terkait 'penguatan' rupiah secara tiba-tiba ini.
"Data source google ngaco, dan menyebabkan informasi yang salah. 1 USD = 8000 IDR. Kenyataannya, USDIDR masih di kisaran 16300," tulis emperor penguin di salah satu media sosial X, dikutip Sabtu, 1 Februari 2025.
Komentar lainnya datang dari akun X bernama Zulfikar Akbar. "Ikut kaget dapat kabar USD anjlok, senang rupiah menguat. Ngecek berita terbaru dan BCA (baca), sepertinya Google sedang pusing," komentar akun tersebut.
Bank Indonesia sendiri sudah memberikan jawaban terkait hal ini.
"Data Bank Indonesia mencatat, kurs Rp16.312 per dolar AS pada tanggal 31 Januari 2025,” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan resmi yang diterima Kabarbursa.com, Sabtu, 1 Februari 2025.
Menurut Ramdan, saat ini BI sedang berkoordinasi dengan pihak Google Indonesia terkait ketidaksesuaian tersebut. Hal ini diperlukan untuk dapat melakukan koreksi terhadap tampilan Google sore tadi.
Terkait hal ini, Communication Manager Google Indonesia Feliciana Wienathan, memberikan jawaban.
"Kami menyadari adanya masalah yang mempengaruhi informasi nilai tukar Rupiah (IDR) di Google Search. Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga. Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin," kata Feliciana dalam keterangan resminya yang disampaikan kepada Kabarbursa.com, Sabtu, 1 Januari 2025, pukul 21.43 WIB.
Google Tampilkan Nilai Kurs Rupiah 8.170,65
Sebelumnya, Kabarbursa.com memberitakan, Google menampilkan nilai tukar atau kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di level Rp8.170,65 per USD pada Sabtu, 1 Januari 2025.
Seperti dilihat Kabarbursa.com, layanan Google Finance, salah satu fitur milik Google itu, memperlihatkan nilai dolar AS mendadak anjlok sekitar 50 persen terhadap mata uang Garuda.
Selain dolar, ketika mencoba kembali mengonversi rupiah terhadap mata uang Eropa atau Euro, tampak satu Euro menjadi Rp8.348,50.
Padahal, merujuk data terakhir, Jumat, 31 Januari 2025, rupiah masih mengalami tekanan atas dolar AS sebesar 48,5 poin atau 0,30 persen menjadi Rp16.304 per USD.
Memang, sepanjang pekan terakhir Januari 2025, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah spot melemah sebesar 0,82 persen dalam sepekan, ditutup di level Rp16.305 per USD dibandingkan posisi awal pekan yang berada di Rp16.172 per USD.
Pada perdagangan Jumat, rupiah juga tercatat melemah 0,30 persen. Sementara itu, nilai tukar rupiah berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) turun 0,69 persen selama sepekan, berakhir di posisi Rp16.312 per USD.
Di kawasan Asia, sebagian besar mata uang juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Ringgit Malaysia mencatatkan penurunan terbesar, yakni 1,21 persen, diikuti oleh won Korea yang melemah 0,57 persen, serta yen Jepang yang turun 0,28 persen.
Dolar Singapura melemah 0,14 persen, peso Filipina turun 0,09 persen, sementara dolar Hong Kong dan rupee India masing-masing melemah 0,02 persen dan 0,002 persen. Hanya dolar Taiwan dan baht Thailand yang mencatatkan penguatan, masing-masing sebesar 0,29 persen dan 0,12 persen.
Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) mengalami kenaikan 0,29 persen pada hari Jumat, mencapai level 108,50, yang semakin menekan nilai tukar mata uang lainnya terhadap USD.
Diketahui, rupiah mengalami tekanan berat setelah kembali mendapat hantaman dari kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Ancaman tarif perdagangan terhadap negara-negara BRICS yang mencoba mengurangi ketergantungan pada dolar AS, menjadi pemicu utama pelemahan mata uang Garuda dalam beberapa hari terakhir.
Sentimen negatif yang datang dari Washington membuat investor semakin berhati-hati terhadap risiko perang dagang yang berpotensi merugikan stabilitas ekonomi global, termasuk Indonesia.
Trump, yang selama ini dikenal dengan kebijakan proteksionisnya, kembali memperingatkan negara-negara BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, agar tidak meninggalkan dolar dalam transaksi perdagangan internasional.
Jika kelompok tersebut tetap melanjutkan upayanya menciptakan mata uang alternatif, Trump mengancam akan mengenakan tarif perdagangan hingga 100 persen sebagai bentuk balasan.
Selain itu, Trump juga memperluas ancaman dagangnya dengan menargetkan Meksiko dan Kanada. Ia menuntut kedua negara tersebut untuk menghentikan pengiriman fentanil ke AS dan mengancam akan menerapkan tarif 25 persen atas ekspor mereka.
Kebijakan serupa terhadap Tiongkok dengan rencana tarif 10 persen turut memperburuk sentimen pasar keuangan global.
Ketidakpastian ini semakin menekan nilai tukar rupiah, terutama karena dolar AS masih menjadi mata uang cadangan utama dunia. Sebuah studi dari Pusat GeoEkonomi Dewan Atlantik tahun lalu menunjukkan bahwa meskipun ada upaya diversifikasi, baik euro maupun mata uang negara-negara BRICS belum mampu menandingi dominasi dolar.
Di sisi kebijakan moneter, keputusan Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga acuannya menunjukkan pendekatan yang lebih berhati-hati dalam menghadapi tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi global.
Langkah ini memperkuat posisi dolar, membuat investor semakin defensif, dan memberikan tekanan tambahan terhadap mata uang negara berkembang seperti rupiah.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.