Logo
>

Hapus Kategori Kuning dan Merah di TKBI, Melunak? ini Kata OJK

Ditulis oleh Citra Dara Vresti Trisna
Hapus Kategori Kuning dan Merah di TKBI, Melunak? ini Kata OJK

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, penghapusan kategori kuning dan merah di dalam Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) menjadi hanya kategori hijau dan transisi dapat dilihat dari perspektif yang berbeda.

    "Dalam konteks pembangunan berkelanjutan itu sendiri, tentu yang dilihat adalah kriteria maupun tujuan itu sendiri. Tentu yang dilihat adalah kriteria maupun tujuan yang saling melengkapi antara menjaga lingkungan hidup dengan mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Mahendra di sela event Risk & Governance Summit, di Jakarta, dikutip Kamis, 28 November 2024.

    Sebelumnya, di dalam Taksonomi Hijau OJK, terdapat tiga kategori perusahaan, yakni hijau, kuning dan merah. Namun, dua kategori tersebut diubah menjadi dua, yakni hijau dan transisi.

    Sekadar informasi, perusahaan dengan kategori hijau dapat disebut telah memenuhi syarat keberlanjutan dan memiliki dampak positif bagi lingkungan. Sedangkan untuk kategori kuning, adalah tidak menimbulkan kerugian berarti kepada lingkungan.

    Kemudian untuk kategori merah adalah perusahaan yang memiliki aktivitas berbahaya, seperti merusak lingkungan, sering terlibat konflik dengan warga dan bahkan melanggar hak asasi manusia di dalam setiap operasinya.

    Kendati demikian, Mahendra menilai, harus ada penyesuaian yang dilakukan di dalam TKBI, terutama untuk memberi kontribusi positif dengan lingkungan dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. "Itu sesuai dengan apa yang sering dikenal dengan istilah triple bottom line," ujarnya.

    Apa yang dimaksud dengan triple bottom line di sini adalah konsep bisnis yang mengevaluasi seara menyeluruh yang pertimbangannya di dasarkan kepada tiga faktor, yakni manusia, lingkungan dan profit atau  keuntungan.

    "Ini juga elemen yang penting dan sangat relevan dengan kondisi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang maupun juga bagian dari komunitas global yang mendorong tujuan pembangunan berkelanjutan maupun juga komitmen terhadap langkah-langkah untuk mengatasi perubahan," jelasnya.

    Mahendra menilai, saat ini hal yang dibutuhkan adalah pembangunan dan keuangan berkelanjutan yang menyeluruh sehingga dalam praktiknya bukan hanya memilih industri atau sektor yang diunggulkan memenuhi satu standar tertentu, tapi justru yang lebih penting lain adalah mentrasformasi keseluruhan sektor-sektor di perekonomian kita menjadi berkelanjutan.

    "Sehingga yang ada adalah klasifikasi apakah satu sektor, satu industri itu memang sudah dipenuhi syarat-syarat untuk keberlanjutannya, kriterianya, atau memang masih memerlukan berbagai penyesuaian, transisi, sehingga memenuhi standar bagi keberlanjutannya," ujarnya.

    Karena, menurutnya Indonesia tidak hidup dalam satu dan dua dunia yang pararel, tapi dalam satu kesatuan. Oleh karena itu, dalam praktiknya harus dapat didorong dan ditransformasikan menjadi industri yang berkelanjutan dan dalam konteks keuangan berkelanjutan bisa memperoleh dukungan pembiayaan, permodalam yang ada dalam berbagai jenis industri keuangan yang tersedia.

    Degradasi dalam TKBI

    Sebelumnya, Direktur Transformasi untuk Keadilan (TuK Indonesia) Linda Rosalina menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengalami degradasi di dalam Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) yang merupakan pembaruan dari Taksonomi Hijau Indonesia tahun 2022.

    “Taksonomi itu kan semacam guideline buat lembaga jasa keuangan; buat perbankan. Jadi mana industri yang dikatakan hijau, mana yang merah, mana yang kuning. Kalau asosiasi kita, merah berarti sangat merusak. Kalau misalnya hijau berarti sudah sesuai dengan lingkngan dan kuning berarti asosiasinya berada di antara merah dan hijau,” kata Linda kepada  kabarbursa.com, beberapa waktu lalu.

    Linda mengendus ada upaya pengaburan di dalam pemberian dua kategori: hijau dan transisi. Pengaburan ini dapat menimbulkan kerancuan dalam hal pemberian pinjaman dari bank kepada perusahaan yang masuk ke dalam perusahaan yang sebenarnya merusak lingkungan dan sering terlibat sengketa dengan masyarakat.

    Ia menyebut dua klasifikasi OJK tersebut merupakan sesuatu yang problematik karena menimbulkan ketidakjelasan dalam hal klasifikasi.

    Bahkan, ia menyebut pengubahan klasifikasi ini merugikan banyak pihak karena berpotensi menimbulkan praktik greenwashing atau upaya membuat publik percaya jika sebuah perusahaan telah berbuat banyak untuk melindungi lingkungan daripada yang sebenarnya.

    Selain greenwashing, klasifikasi OJK juga berpotensi menimbulkan social washing atau penyesatan publik untuk memberi kesan positif di sebuah perusahaan yang sering berkonflik dengan warga serta praktik impact wasing.

    “Ada kata transisi di situ yang sebelumnya itu kuning dan merah. Nah kan nggak mungkin dong kita menyamaratakan kategori bisnis yang awalnya merah kuning terus sekarang jadi transisi. Itu kan sama saja kita mengaburkan tanggung jawab sosial dan lingkungannya perusahaan,” jelasnya.

    Oleh karena itu, Linda mendesak OJK  mengembalikan klasifikasi perusahaan tetap menjadi tiga. Hal ini dimaksudkan agar ada informasi yang jelas terkait dengan aktivitas perusahaan dan dapat dipetakan apakah perusahaan tersebut masuk dalam kategori aktivitasnya merusak lingkungan atau tidak.

    Menurutnya, penggunaan istilah transisi berpotensi mengaburkan fakta terkait dengan perusahaan yang selama ini aktivitasnya merusak lingkungan.

    “Misalnya kategori merah ini ilegal, katakanlah begitu. Kalau misalnya (perusahaan) sawit tidak punya HGU, masa seperti itu dianggap transisi. Jadi inilah yang saya bilang itu pengaburan,” ujarnya.

    Adanya pengaburan ini, lanjut dia, berpotensi membuat pihak bank memiliki dalih untuk membiayai perusahaan yang merusak lingkungan. Di sisi lain, kata dia, pemerintah juga tidak tegas untuk menindak perusahaan di industri ekstraktif yang merusak lingkungan.

    Lebih jauh, selain ada kemunduran di OJK dalam hal klasifikasi TKBI, Linda juga mengungkapkan bahwa klasifikasi di dalam THI dan TKBI adalah sesuatu yang sifatnya sukarela dan belum menjadi mandatori.

    “Jadi akan mustahil juga menurut saya ya ketika punya komitmen ambisius terhadap mencegah percepatan perubahan iklim, kemudian melindungi habitat dari satwa yang mana itu juga untuk mengamankan biodiversitas kita. Nah kalau misalnya masih membiayai industri-industri yang merusak,” ujarnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Citra Dara Vresti Trisna

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.