KABARBURSA.COM – Harga kontrak berjangka (futures) batu bara Newcastle kembali naik mendekati level USD100 per ton pada Mei 2025, setelah sempat menyentuh titik terendah dalam empat tahun terakhir di angka USD93,7 pada 23 April lalu. Dilansir dari Trading Economics di Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025, kenaikan ini terjadi di tengah gangguan pasokan jangka pendek akibat cuaca ekstrem di Australia.
Produsen besar asal Australia, Whitehaven Coal, melaporkan aktivitas ekspor sempat terganggu selama kuartal I karena kondisi cuaca buruk yang melanda wilayah tambangnya. Hal ini memicu kekhawatiran sementara di pasar terkait pasokan global, mendorong harga batu bara naik dalam beberapa pekan terakhir.
Namun secara keseluruhan, tren harga masih cenderung menurun. Sepanjang 2025, harga futures batu bara tercatat turun hingga 20 persen. Faktor utama penyebabnya adalah beralihnya porsi pembangkit listrik dunia ke energi terbarukan dan menurunnya permintaan untuk pemanas, menyusul musim dingin yang lebih hangat di China.
Data Trading Economics menunjukkan output listrik berbasis bahan bakar fosil di China anjlok 4,7 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2025. Penurunan ini berdampak langsung pada permintaan impor batu bara termal yang tercatat turun 13,1 persen menjadi 91,5 juta ton hingga April 2025.
Di sisi suplai, produksi batu bara Indonesia justru mencetak rekor baru. Sepanjang 2024, produksi nasional mencapai 836 juta ton—melebihi target awal pemerintah sebesar 18 persen. Meski begitu, lonjakan produksi ini tak otomatis meningkatkan permintaan, sebab banyak negara termasuk Indonesia sendiri tengah mempercepat transisi ke energi alternatif.
Sementara itu, China juga tak tinggal diam. Negeri Tirai Bambu itu menargetkan peningkatan produksi batu bara sebesar 1,5 persen pada 2025 menjadi total 4,82 miliar ton, setelah mencetak rekor output tertinggi pada tahun sebelumnya. Namun strategi ini lebih ditujukan sebagai jaminan ketahanan energi dalam negeri, ketimbang untuk ekspansi ekspor besar-besaran.
Impor Batu Bara China dari Indonesia Anjlok 20 Persen
Impor batu bara China dari Indonesia tercatat merosot tajam sebesar 20 persen menjadi 14,286 juta ton pada April 2025. Data Bea Cukai yang dirilis Selasa kemarin mengungkapkan penurunan ini dipicu oleh penolakan pembeli China terhadap kebijakan baru Jakarta yang menerapkan harga patokan pemerintah (HBA) untuk transaksi internasional.
Sejak 1 Maret 2025, pemerintah Indonesia mulai mewajibkan penggunaan HBA—yang sebelumnya hanya digunakan untuk perhitungan royalti—dalam transaksi ekspor batu bara. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat kendali nasional atas valuasi komoditas tersebut. Namun kebijakan ini justru memicu keluhan dari para pedagang internasional karena dianggap tidak transparan dan membuat harga batu bara Indonesia jadi lebih mahal di pasar global.
Tak hanya soal kebijakan harga, anjloknya harga batu bara domestik di China juga ikut menekan minat impor. Saat ini, harga batu bara dalam negeri China berada di level terendah dalam empat tahun terakhir sehingga margin keuntungan dari batu bara impor menjadi makin tipis. Hal ini membuat total impor batu bara China pada April turun 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan impor tak hanya terjadi dari Indonesia. Impor batu bara China dari Rusia juga turun 13 persen menjadi 7,397 juta ton. Meski begitu, Rusia berencana memperkuat kembali sektor batu baranya yang terdampak sanksi Barat. Moskow kabarnya akan memberikan potongan tarif angkutan kereta api serta menjamin ekspor ke negara-negara tetangga seperti China sebagai bagian dari strategi pemulihan industrinya.
Dari Mongolia—pemasok utama batu bara kokas—impor China juga menurun 3 persen menjadi 7,014 juta ton. Begitu pula dari Australia yang tercatat turun 3 persen menjadi 6,97 juta ton sepanjang April 2025.
Dengan ketegangan perdagangan dan fluktuasi harga global yang masih berlangsung, dinamika pasar batu bara antara China dan negara-negara pemasok tampaknya masih akan terus berubah. Kebijakan seperti HBA dan strategi dagang Rusia pun menjadi variabel baru yang layak dipantau ke depan.(*)