Logo
>

Harga Bitcoin Bikin Lemas, Akankah Kehilangan Masa Depan?

Bitcoin ambles menuju zona max pain setelah rilis data tenaga kerja AS, memicu likuidasi beruntun dan drama baru di pasar kripto, termasuk serangan tajam dari Peter Schiff.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Bitcoin Bikin Lemas, Akankah Kehilangan Masa Depan?
Harga Bitcoin terus melemah, menyeret pasar Kripto ke harga terendah sejak April 2025. Foto: AI untuk KabarBursa.

KABARBURSA.COM - Bitcoin terus berada dalam tekanan hingga akhirnya mengalami kejatuhan terdalam sejak April 2025. Kejatuhan harga yang terjadi akibat tekanan berat dalam 2 jam terakhir, menembus level psikologis dan bergerak menuju zona max pain.

Pada perdagangan Jumat, 21 November 2025, kapitalisasi pasar kripto global turun 2,2 persen menjadi USD3,01 triliun. Sementara Bitcoin anjlok 4,04 persen ke USD87.473 per koin.

Pelemahan Bitcoin berlangsung seiring tekanan makro yang semakin kuat, terutama setelah rilis data ketenagakerjaan AS menunjukkan penambahan 119.000 pekerjaan pada September, jauh di atas ekspektasi ekonom sebesar 50.000. 

Data ini menambah keraguan apakah Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada Desember. Peluangnya terus terpangkas hingga 40 persen berdasarkan CME FedWatch. Dengan ekspektasi pelonggaran moneter yang melemah, aset berisiko seperti kripto menjadi korbannya.

Bitcoin sempat menyentuh USD86.325, sebelum bergerak stabil di kisaran USD87 ribu. Penurunan ini tidak hanya menekan struktur teknikal, tetapi juga memicu likuidasi lanjutan dalam posisi leverage tinggi, yang memperbesar tekanan jual sejak awal Oktober. 

Ketika pasar berada dalam fase over-leveraged seperti sekarang ini, sedikit tekanan fundamental saja cukup untuk memicu rangkaian likuidasi otomatis yang mendorong harga jatuh lebih cepat.

Yang menarik, koreksi Bitcoin kali ini juga menyeret pasar saham AS. Banyak pelaku pasar yang agresif membeli saham-saham berbasis AI, seperti Nvidia, yang memiliki eksposur signifikan di Bitcoin. Ketika salah satu jatuh, efek pelarian risiko mudah menyebar ke aset lainnya.

Prediksi Masa Depan Bitcoin

Di tengah sentimen negatif tersebut, konsep zona max pain kembali mencuat. Analis Bitwise Eropa André Dragosch menyebut bahwa titik penurunan Bitcoin kemungkinan besar akan terbentuk di antara dua level penting, yaitu USD84.000 sebagai cost basis Bitcoin ETF BlackRock (IBIT) dan USD73.000 sebagai cost basis MicroStrategy. 

Kedua level ini dianggap sebagai area “fire-sale”, yaitu zona di mana tekanan jual mencapai puncaknya, namun peluang akumulasi jangka panjang juga semakin besar.

Pola pergerakan dana ETF memperkuat kekhawatiran itu. IBIT mencatat outflow harian terbesar yakni USD523 juta pada Selasa, dan total arus keluar selama satu bulan mencapai USD3,3 miliar atau sekitar 3,5 persen dari total dana kelolaan. 

MicroStrategy pun berada dalam posisi lebih rentan, dengan nilai aset bersih yang turun di bawah angka satu. Hal ini menandakan valuasi pasar yang lebih rendah daripada nilai Bitcoin yang mereka miliki. Jika harga kembali menguji USD73 ribu, tekanan jual diperkirakan meningkat tajam.

Beralih ke sentimen makro yang semakin rumit menjelang rapat FOMC, Desember mendatang. Penundaan rilis data selama government shutdown membuat The Fed memiliki visibilitas ekonomi yang lebih terbatas. 

Risalah FOMC terbaru juga menunjukkan komite yang terbelah antara risiko inflasi yang masih bertahan dan kekhawatiran melonggarkan kebijakan terlalu cepat. Dalam kondisi likuiditas ketat seperti ini, sejarah menunjukkan Bitcoin cenderung sulit bangkit tanpa katalis moneter yang kuat.

Meski demikian, tidak semua sinyal berwarna merah. Data CryptoQuant menunjukkan cadangan stablecoin di bursa mencapai rekor USD72 miliar. Ini menjadi angin segar yang menandakan potensi daya beli besar yang sedang menunggu momen masuk. 

Pola serupa sempat muncul sebelum reli Bitcoin sepanjang 2025. Tepatnya ketika investor diam-diam mengumpulkan amunisi likuid untuk masuk di harga diskon.

Drama Schiff Melihat Kejatuhan Bitcoin

Di tengah tekanan pasar, drama klasik kembali muncul dari Peter Schiff. Ia adalah seorang kritikus Bitcoin yang tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menyerang aset digital tersebut. 

Schiff menyatakan bahwa “Bitcoin tak punya masa depan”. Argumennya langsung memicu gelombang respons dari komunitas kripto. 

Komunitas membalas bahwa Bitcoin memang bukan ditujukan sebagai alat pembayaran harian, melainkan sebagai store of value terdesentralisasi. Mereka lalu mengibaratkan kritik Schiff seperti “mengeluh bahwa emas terlalu berat untuk membeli kopi”.

Perdebatan ini memperlihatkan jurang pemahaman yang semakin lebar antara pandangan tradisional dan paradigma baru aset digital. Schiff memandang efisiensi transaksi sebagai inti nilai kripto, sementara komunitas menilai Bitcoin punya fungsi berbeda yang justru membuatnya unik. 

Argumen komunitas semakin menguat di tengah volatilitas ekstrem, bahwa Bitcoin bukan sekadar alat pembayaran, tetapi lindung nilai digital di luar sistem moneter tradisional.

Pada akhirnya, pelemahan Bitcoin mencerminkan kombinasi tekanan makro, likuidasi leverage, dan perubahan ekspektasi suku bunga. Namun di balik volatilitas tersebut, dinamika akumulasi, struktur biaya ETF, dan drama naratif seperti serangan Schiff tetap menjadi bagian dari siklus psikologi pasar. 

Bitcoin mungkin berada di zona “max pain”, tetapi sejarah membuktikan bahwa justru dalam zona itulah banyak tren besar dimulai—meski tidak semua investor siap menanggung rasa sakitnya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79