KABARBURSA.COM - Bitcoin terus mencatatkan rekor tertinggi setelah untuk pertama kalinya melampaui USD99.000. Dilansir dari AP, Sabtu, 23 November 2024, mata uang kripto ini telah melonjak lebih dari 40 persen hanya dalam dua minggu terakhir. Kini, Bitcoin berada di ambang USD100.000, hanya dua tahun setelah sempat terjun di bawah UDD17.000 akibat runtuhnya bursa kripto FTX.
Lonjakan dramatis ini didorong ekspektasi pemerintahan baru Donald Trump yang diklaim akan membawa pendekatan yang lebih “ramah kripto” terhadap regulasi aset digital ini.
Menurut data CoinDesk, Bitcoin diperdagangkan pada USD99.526 pada Jumat, 22 November 2024, sore. Namun, seperti pasar kripto lainnya yang sangat fluktuatif, arah masa depan harga Bitcoin sulit diprediksi. Beberapa pihak optimistis terhadap lonjakan ini, tetapi para ahli lainnya tetap mengingatkan risiko besar dalam investasi kripto.
Apa Itu Cryptocurrency?
Cryptocurrency, atau mata uang kripto, merupakan bentuk uang digital yang beroperasi melalui jaringan online tanpa otoritas pusat. Artinya, cryptocurrency umumnya tidak didukung oleh pemerintah atau lembaga keuangan mana pun, dan setiap transaksinya dicatat menggunakan teknologi blockchain.
Bitcoin adalah mata uang kripto tertua dan terbesar, meskipun aset lain seperti Ethereum, Tether, dan Dogecoin juga semakin populer. Beberapa investor melihat cryptocurrency sebagai alternatif digital terhadap mata uang tradisional. Namun, sebagian besar transaksi keuangan sehari-hari masih menggunakan mata uang fiat seperti dolar. Selain itu, harga Bitcoin sangat volatil dan bergantung pada kondisi pasar yang lebih luas.
Mengapa Bitcoin Melonjak?
Kenaikan tajam harga Bitcoin baru-baru ini banyak dikaitkan dengan hasil pemilihan presiden AS. Para pelaku industri kripto menyambut kemenangan Trump dengan harapan ia dapat mendorong perubahan legislatif dan regulasi yang telah lama mereka lobi. Langkah tersebut bertujuan memberikan legitimasi lebih besar terhadap kripto tanpa terlalu banyak hambatan birokrasi.
Trump, yang dulunya skeptis terhadap kripto, kini berjanji menjadikan AS sebagai “pusat kripto dunia” dan menciptakan “cadangan strategis” Bitcoin. Ia bahkan menerima donasi kampanye dalam bentuk kripto, menghadiri konferensi Bitcoin pada Juli, dan meluncurkan World Liberty Financial, sebuah usaha baru bersama keluarganya untuk memperdagangkan cryptocurrency.
Namun, apakah semua janji ini dapat direalisasikan dan seberapa cepat Trump mampu bertindak, masih menjadi tanda tanya besar. “Ini bukan cerita jangka pendek, melainkan kisah yang mungkin akan berlangsung lama,” kata David Glass, ahli strategi makro Citi, kepada Associated Press. Ia juga menyoroti bahwa dampak kebijakan kripto AS terhadap adopsi yang lebih luas masih perlu waktu untuk terlihat.
Salah satu langkah pertama yang harus diambil Trump adalah menunjuk ketua baru Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), yang turut mengawasi cryptocurrency. Ketua SEC saat ini, Gary Gensler, telah memimpin tindakan keras pemerintah AS terhadap kripto dalam beberapa tahun terakhir. Namun, pendekatannya yang dianggap “kaku” dan “bermusuhan” oleh beberapa pihak industri, membuatnya menjadi sosok kontroversial. Gensler akan mundur pada Januari, saat Trump mulai menjabat.
Tahun Penting bagi Regulasi Kripto
Adam Morgan McCarthy, analis riset di Kaiko, menilai bahwa industri kripto membutuhkan kejelasan regulasi. Pendekatan sebelumnya yang berbasis penegakan hukum memang berhasil memberantas aktor-aktor buruk, tetapi undang-undang dapat mengisi celah regulasi lainnya.
Tahun 2024 telah menjadi tahun yang penting bagi regulasi kripto di AS. Persetujuan ETF Bitcoin berbasis spot pada Januari lalu membuka cara baru bagi investor untuk berinvestasi dalam aset ini. ETF berbasis spot menjadi pendorong utama harga Bitcoin, dengan mencatat volume perdagangan USD6 miliar hanya dalam pekan pemilu.
Pada April, Bitcoin juga mengalami halving keempatnya, sebuah mekanisme yang memotong imbalan untuk penambangan Bitcoin menjadi setengahnya. Dalam teori, jika permintaan tetap kuat, pengurangan pasokan ini dapat membantu mendorong harga dalam jangka panjang. Namun, sebagian analis mengatakan masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan.
Risiko di Balik Lonjakan Bitcoin
Sejarah membuktikan, keuntungan di dunia kripto dapat hilang secepat datangnya. Pergerakan harga jangka panjang Bitcoin sangat bergantung pada kondisi pasar secara keseluruhan. Perdagangan aset ini berlangsung tanpa henti, 24 jam sehari, sepanjang tahun.
Di awal pandemi COVID-19, harga Bitcoin berada di kisaran USD5.000. Nilainya melonjak hampir USD69.000 pada November 2021 ketika permintaan untuk aset teknologi meningkat. Namun, lonjakan itu berakhir dengan anjloknya harga akibat kenaikan suku bunga agresif oleh Federal Reserve. Kejatuhan bursa kripto FTX pada akhir 2022 semakin menghancurkan kepercayaan investor, membuat harga Bitcoin terjun ke bawah USD17.000.
Kembalinya minat investor mulai terlihat saat inflasi mereda. Kenaikan harga Bitcoin semakin tajam dengan hadirnya ETF berbasis spot yang diantisipasi pasar. Meski begitu, para ahli tetap memperingatkan risiko yang besar, terutama bagi investor kecil. Regulasi yang lebih longgar di bawah pemerintahan Trump mendatang juga berpotensi mengurangi perlindungan bagi pelaku pasar.
“Saya sarankan, tetap sederhana. Jangan ambil risiko lebih besar dari yang mampu Anda tanggung,” ujar Adam Morgan McCarthy, analis dari Kaiko. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada “bola kristal ajaib” yang dapat memprediksi arah pasar berikutnya.(*)