KABARBURSA.COM – Harga emas dunia merosot tajam sepanjang pekan ini dan mencatat penurunan mingguan terburuk sejak November tahun lalu. Penyebabnya bukan lagi ketegangan geopolitik atau krisis ekonomi, melainkan justru efek positif dari meredanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Pada perdagangan Jumat waktu New York atau Sabtu, 17 Mei 2025, dini hari WIB, harga spot emas jatuh 1,8 persen ke posisi USD3.182,17 per ons, sementara emas berjangka AS terkoreksi 1,3 persen menjadi USD3.185,60.
Sejak awal pekan, logam mulia ini telah kehilangan sekitar 4,3 persen nilainya. Padahal, bulan lalu harga emas sempat mencetak rekor di level USD3.500 per ons karena didorong oleh kekhawatiran eskalasi tarif antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.
“Redanya ketegangan perdagangan membuat selera risiko investor kembali bangkit. Ini mendorong aksi ambil untung di pasar berjangka, termasuk emas,” ujar analis senior di Kitco Metals, Jim Wycoff, dikutip dari Reuters di Jakarta, Sabtu, 17 Mei 2025.
Seperti diketahui, Washington dan Beijing baru saja sepakat menekan tombol jeda atas adu balas tarif yang telah berlangsung berbulan-bulan. Kesepakatan sementara selama 90 hari itu memicu gelombang optimisme di pasar. Bahkan AS telah mengumumkan bakal memangkas biaya impor kecil dari China (de minimis) sebagai sinyal goodwill.
Di tengah kabar damai itu, tiga indeks utama Wall Street kompak menguat secara mingguan. Investor global pun mulai beralih dari aset lindung nilai seperti emas ke instrumen berisiko yang menjanjikan imbal hasil lebih besar.
Maklum saja, emas kerap dijadikan lindung nilai (hedge) terhadap ketidakpastian geopolitik dan ekonomi. Dalam situasi suku bunga rendah dan inflasi yang jinak, emas biasanya bersinar. Tapi kali ini, peta permainan mulai bergeser.
The Fed dan Sinyal Pemangkasan Bunga
Meski tensi geopolitik mereda, data inflasi dan pertumbuhan ekonomi AS belakangan justru melemah. Ini memperkuat ekspektasi pasar bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan kembali memangkas suku bunga acuannya.
Investor kini memproyeksikan setidaknya dua kali pemangkasan suku bunga oleh The Fed sepanjang tahun ini, dengan jadwal pertama dimulai pada September.
Tak cuma emas, logam mulia lainnya juga ikut terseret. Harga perak spot turun 1,6 persen menjadi USD32,18 per ons dan anjlok lebih dari 1 persen sepanjang pekan. Meski demikian, Wycoff menilai jika tren bullish emas berlanjut, perak berpeluang punya ruang kenaikan lebih besar ke depan.
Sementara itu, harga platinum turun tipis 0,6 persen ke USD983,63 dan palladium tergerus 1,6 persen ke USD952,98. Keduanya juga dalam jalur penurunan mingguan.
Goldman Sachs Proyeksikan Harga Emas Tembus USD3.880
Prospek harga emas dunia makin berkilau di mata Goldman Sachs. Bank investasi asal Wall Street ini telah merevisi naik proyeksi harga logam mulia itu untuk akhir 2025, dari sebelumnya USD3.300 per ons menjadi USD3.700. Bahkan, dalam skenario optimistis, nilainya bisa menyentuh USD3.950 per ons.
Dalam laporan terbaru yang dikutip dari Yahoo Finance, Goldman menyebut dua alasan utama di balik revisi ini: permintaan bank sentral yang lebih tinggi dari perkiraan dan meningkatnya arus dana ke produk emas berbasis bursa, alias exchange-traded fund (ETF). Kondisi global yang rawan resesi disebut-sebut jadi pemicu.
“Jika resesi benar-benar terjadi, aliran dana ke ETF bisa makin cepat dan mendorong harga emas hingga USD3.880 per ons pada akhir tahun,” tulis Goldman Sachs.
Namun Goldman juga menyampaikan skenario sebaliknya. Jika pertumbuhan ekonomi global justru menguat akibat meredanya ketidakpastian kebijakan—misalnya dari sisi suku bunga—maka arus masuk ke ETF bisa melambat. Dalam skenario itu, harga emas diprediksi mendekati USD3.550 per ons saja di akhir tahun.
Di tengah analisis proyektif itu, kabar baru datang dari Gedung Putih. Pemerintah AS mengumumkan bahwa produk elektronik seperti smartphone dan komputer dikecualikan dari daftar tarif “resiprokal” yang sempat diumumkan sebelumnya. Kendati demikian, Presiden Donald Trump tetap membuka kemungkinan penerapan bea masuk untuk produk tersebut di masa mendatang.
Sementara itu, harga emas spot sempat menyentuh rekor baru pada Senin (15/5) lalu di angka USD3.245,42 per ons, meski belum menunjukkan arah tren yang jelas. Pasar masih menanti kepastian kelanjutan isu perang tarif serta dinamika kebijakan suku bunga global.
Dalam laporan yang sama, Goldman juga mengoreksi ke atas asumsi permintaan emas dari bank sentral. Angka pembelian bulanan kini diprediksi berada di kisaran 80 metrik ton per bulan, naik dari estimasi sebelumnya 70 ton.
Di sisi lain, J.P. Morgan—salah satu pesaing utama Goldman—memproyeksikan harga emas akan stabil di kisaran USD3.000 per ons sepanjang 2025. Rata-rata harga untuk kuartal keempat tahun tersebut diperkirakan menyentuh level USD2.950 per ons.
“Kami tetap memegang pandangan bullish untuk jangka panjang terhadap emas,” ujar Natasha Kaneva, kepala strategi komoditas global di J.P. Morgan, dikutip dari laman JP Morgan.(*)