KABARBURSA.COM – Pasar emas kembali bersinar pada Jumat, 30 Mei 2025, dini hari WIB, seiring gejolak data ekonomi Amerika dan ketidakpastian kelanjutan tarif impor era Donald Trump.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Jumat, harga emas spot naik 0,9 persen ke posisi USD3.318,69 (setara Rp54,4 juta) per ons troi pada pukul 14.35 waktu New York, setelah sebelumnya sempat terperosok ke level terendah sejak 20 Mei. Sementara kontrak berjangka emas Amerika Serikat ditutup menguat 0,6 persen ke USD3.343,90 (sekitar Rp54,8 juta).
Lonjakan ini bukan tanpa sebab. Data terbaru menunjukkan klaim tunjangan pengangguran mingguan di AS melonjak melebihi ekspektasi. Artinya, pasar tenaga kerja AS mulai menunjukkan kelelahan. Ketika pasar tenaga kerja goyah, peluang The Fed memangkas suku bunga jadi lebih besar—dan itu kabar baik buat emas, yang biasanya bersinar saat suku bunga rendah.
“Emas reli karena kenaikan tajam klaim pengangguran mingguan. Ini bisa jadi tanda pasar tenaga kerja melemah, dan membuka ruang bagi The Fed untuk memotong bunga lebih cepat,” ujar Tai Wong, trader logam mulia independen.
Risalah rapat The Fed pada 6–7 Mei lalu menguatkan kekhawatiran itu. Para pejabat Fed mengakui bahwa dalam beberapa bulan ke depan, mereka bisa menghadapi dilema berat, yakni inflasi masih tinggi sementara pengangguran ikut naik. Proyeksi staf bank sentral bahkan menyisipkan risiko resesi sebagai skenario yang kian nyata.
Dalam situasi seperti ini, emas kembali menjadi primadona. Ia tak menghasilkan bunga, tapi justru menarik saat suku bunga rendah dan ketidakpastian ekonomi merajalela. Emas jadi perlindungan dari risiko inflasi dan ketegangan pasar.
Sementara itu, pelaku pasar juga mencerna putusan Pengadilan Perdagangan Internasional AS yang memblokir sebagian besar tarif global Trump. Putusan ini awalnya memicu euforia karena dinilai bisa menghambat manuver Trump mengerek tarif seenaknya.
Tapi euforianya tak bertahan lama karena Gedung Putih langsung menyatakan banding dan hasil akhirnya masih buram. Terlebih, putusan tersebut tak mencakup tarif atas baja, aluminium, dan mobil—yang diberlakukan melalui regulasi lain.
Menurut Wong, meski sempat disambut positif, pelaku pasar pada akhirnya menilai Trump bisa saja menemukan celah hukum untuk menghidupkan kembali tarifnya. Narasi itu ikut menopang harga emas di sesi malam.
Kini, perhatian pasar bergeser ke data inflasi Amerika melalui indeks Personal Consumption Expenditures (PCE) yang dijadwalkan rilis Jumat waktu setempat. Data ini dianggap indikator favorit The Fed untuk membaca arah suku bunga ke depan.
Selain emas, harga logam mulia lainnya juga ikut menguat: perak naik 0,8 persen ke USD33,27 (sekitar Rp545 ribu) per ons, platinum menguat 0,2 persen ke USD1.076,90 (sekitar Rp17,7 juta), dan paladium naik 1,1 persen ke USD973,05 (sekitar Rp15,9 juta).(*)