KABARBURSA.COM - Harga emas naik 1 persen pada Rabu, 12 Maret 2025, dini hari WIB karena didorong oleh pelemahan dolar AS dan meningkatnya kekhawatiran perlambatan ekonomi akibat perang tarif. Investor bersiap menghadapi rilis data inflasi yang bisa memberikan gambaran lebih jelas soal arah kebijakan suku bunga AS.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Rabu, harga emas spot naik 1 persen menjadi USD2.917,79 (Rp48,14 juta) per ons, sementara kontrak emas berjangka AS naik 0,7 persen ke USD2.920,90 (Rp48,19 juta) per ons. Dolar AS melemah ke level terendah sejak pertengahan Oktober dan membuat emas yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lain.
“Emas kemungkinan tetap mendapat dukungan di tengah ketidakpastian pasar yang berkelanjutan, meningkatkan permintaan terhadap aset safe-haven. Namun, jika ada perkembangan positif dalam negosiasi Rusia-Ukraina, risiko pasar bisa berkurang,” kata analis pasar di MarketPulse by OANDA, Zain Vawda.
Perang tarif yang diterapkan Presiden Donald Trump terhadap mitra dagang utama AS telah menyebabkan volatilitas besar di pasar global dan meningkatkan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi. Emas sering dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian dan cenderung menguat saat suku bunga rendah karena merupakan aset tanpa imbal hasil.
Fokus pasar kini tertuju pada Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang akan dirilis hari ini dan Indeks Harga Produsen (PPI) pada Kamis besok. Menurut survei Reuters, inflasi AS pada Februari diperkirakan naik 0,3 persen. Saat ini, pelaku pasar memperkirakan Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada Juni, yang bisa mendukung harga emas dalam jangka panjang.
“Harga emas sudah diperdagangkan di level yang sangat tinggi sejak awal tahun sehingga kenaikan lebih lanjut mungkin terbatas,” tulis Commerzbank dalam catatannya.
Selain emas, harga logam mulia lainnya juga mengalami pergerakan beragam:
- Perak naik 2 persen menjadi USD32,77 (Rp540.71 ribu) per ons.
- Platina naik 1,9 persen menjadi USD976 (Rp16,09 juta) per ons.
- Palladium turun tipis 0,1 persen ke USD941,84 (Rp15,52 juta) per ons.
Emas Diramal Naik 8 Persen Tahun Ini, Bisa Tembus USD3.300?
Harga emas telah melesat lebih dari 40 persen sejak Januari 2024 hingga memecahkan rekor berkali-kali. Goldman Sachs Research memperkirakan reli emas masih akan berlanjut seiring meningkatnya permintaan dari bank sentral.
Harga logam mulia ini diproyeksi naik 8 persen lagi dan mencapai USD3.100 (Rp51,15 juta) per troy ons pada akhir 2025. Prediksi ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang hanya USD2.890 (Rp47,68 juta).
Menurut Lina Thomas, analis Goldman Sachs, revisi proyeksi ini didorong oleh permintaan emas yang lebih tinggi dari ekspektasi oleh bank sentral. Bank-bank sentral global terus menambah cadangan emas mereka sejak aset bank sentral Rusia dibekukan pada 2022 akibat invasi ke Ukraina.
Selain bank sentral, permintaan emas juga akan terdorong oleh investasi di ETF emas yang kian menarik setelah suku bunga menurun.
Namun, Thomas memperingatkan aksi spekulan di pasar berjangka bisa menjadi faktor penahan kenaikan harga emas. Saat ini, posisi spekulan di kontrak berjangka emas masih sangat tinggi karena kekhawatiran tarif Trump membuat investor memburu aset safe-haven seperti emas.
Meski demikian, jika ketidakpastian global terus berlanjut—baik soal tarif, geopolitik, maupun utang pemerintah AS—maka spekulan bisa semakin agresif dalam membeli emas. Skenario ini berpotensi mendorong harga emas hingga USD3.300 (Rp54,45 juta) per troy ons pada akhir 2025.
Goldman Sachs mencatat, faktor utama yang mendorong kenaikan proyeksi harga emas adalah pembelian besar-besaran oleh bank sentral.
Sebelum pembekuan aset Rusia pada 2022, permintaan emas institusional di pasar emas London hanya 17 ton per bulan. Namun, pada Desember tahun lalu, permintaan melonjak hingga 108 ton.
Thomas memperkirakan permintaan emas oleh bank sentral meningkat lima kali lipat sejak pembekuan aset Rusia sehingga Goldman Sachs menaikkan asumsi permintaan emas dalam proyeksi harga terbaru.
Jika tren ini berlanjut, harga emas bisa naik hingga 9 persen. Selain itu, Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan memangkas suku bunga dua kali tahun ini. Aksi ini akan membuat emas semakin menarik dibandingkan obligasi yang memberikan imbal hasil lebih rendah.
Bisa Lebih Tinggi atau Justru Lebih Rendah
Goldman Sachs menyebutkan beberapa faktor yang bisa membuat harga emas melampaui atau justru gagal mencapai target USD3.100 per troy ons pada akhir 2025.
Sebagian besar risiko justru mengarah pada kenaikan harga lebih tinggi dari proyeksi. Jika ketidakpastian kebijakan AS meningkat atau perang tarif terus berlanjut, spekulasi di pasar emas bisa semakin agresif dan mendorong harga hingga USD3.300 per troy ons.
“Kami juga melihat risiko kenaikan harga emas dari permintaan bank sentral yang lebih tinggi akibat ketidakpastian kebijakan AS,” ujar Thomas. Jika rata-rata pembelian bank sentral mencapai 70 ton per bulan, harga emas bisa menyentuh USD3.200 (Rp52,80 juta) per troy ons.
Selain itu, jika kekhawatiran terhadap utang pemerintah AS meningkat, bank sentral dengan cadangan besar dalam obligasi Treasury AS bisa beralih ke emas. Hal ini bisa memberikan dorongan tambahan 5 persen ke harga emas dan membuatnya naik ke USD3.250 (Rp53,63 juta) per troy ons.
Namun, ada juga skenario di mana harga emas tidak mencapai target. Jika The Fed memangkas suku bunga lebih sedikit dari perkiraan atau bahkan tidak memangkas sama sekali, harga emas hanya akan mencapai USD3.060 (Rp50,49 juta) per troy ons di akhir 2025.(*)