KABARBURSA.COM – Harga emas dunia menembus batas psikologis USD3.200 per ons pada Sabtu, 12 April 2025, dini hari WIB. Aksi beli masif terjadi di tengah anjloknya nilai dolar Amerika Serikat dan meningkatnya kecemasan atas perang dagang antara Washington dan Beijing yang makin panas. Kombinasi sentimen tersebut mendorong investor berbondong-bondong masuk ke logam mulia sebagai aset aman.
Harga emas spot naik hampir dua persen menjadi USD3.235,89 per ons troy (sekitar Rp52,5 juta), setelah sempat menyentuh rekor tertinggi USD3.245,28 di awal sesi. Sepanjang pekan ini, harga emas telah melesat lebih dari enam persen. Sementara itu, kontrak emas berjangka di AS tercatat naik 2,1 persen dan ditutup pada USD3.244,6.
"Emas dengan jelas menjadi aset aman yang paling diandalkan dalam dunia yang dikacaukan oleh perang dagang Trump," ujar ahli strategi komoditas dari WisdomTree, Nitesh Shah, dikutip dari Reuters di Jakarta, Sabtu.
Ia menambahkan, melemahnya dolar AS dan tekanan jual di pasar obligasi memperkuat posisi emas, seiring pula menurunnya kepercayaan pada AS sebagai mitra dagang yang andal.
China sebelumnya telah menaikkan tarif impornya terhadap produk-produk asal Amerika Serikat menjadi 125 persen. Kondisi ini menambah panas konfrontasi antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut. Pelemahan dolar terhadap mata uang utama lainnya turut membuat harga emas dalam denominasi dolar menjadi lebih murah bagi pembeli dari luar negeri sehingga meningkatkan daya tariknya.
Tak hanya itu, lonjakan harga emas juga didukung oleh aksi beli dari bank sentral, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve, ketegangan geopolitik, serta aliran dana investor ke produk ETF berbasis emas.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan indeks harga produsen secara bulanan justru turun 0,4 persen pada Maret. Namun demikian, banyak pelaku pasar memperkirakan tarif impor yang tinggi akan memicu lonjakan inflasi dalam beberapa bulan ke depan. Kini para trader mulai memasang taruhan bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga pada Juni mendatang dengan total pemangkasan hingga 90 basis poin hingga akhir 2025.
"Kalau ada koreksi kecil sih wajar, tapi arah pergerakan emas ke depan jelas naik, apalagi inflasi CPI dan PPI memberi ruang buat Fed memangkas suku bunga dan terus menekan dolar," kata Tai Wong, pedagang logam independen.
Sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil, emas biasanya unggul dalam kondisi bunga rendah serta saat ketidakpastian global dan inflasi melonjak.
Meski demikian, analis UBS memperingatkan ada sejumlah faktor yang bisa membatasi reli emas, seperti meredanya ketegangan geopolitik, membaiknya hubungan dagang global, atau perbaikan besar dalam kondisi makroekonomi dan fiskal AS.
Sementara itu, harga perak spot melonjak 3,2 persen ke USD32,18 per ons, sedangkan harga platinum turun 0,2 persen menjadi USD936,36. Palladium naik 0,7 persen ke USD914,87.
Emas akan Terus Melesat di 2025
Lonjakan harga emas yang kerap berulang belakangan ini menunjukkan pelaku pasar sedang butuh tempat aman untuk berlindung. Dunia sedang goyah dan emas lagi-lagi tampil sebagai “bunker” kepercayaan. Dari Eropa Timur sampai Timur Tengah, ketegangan geopolitik belum juga reda. Dari Amerika, Presiden Donald Trump menabuh genderang perang dagang jilid dua lewat tarif baru. Kombinasi ini bikin suasana makin tak menentu.
Investor, seperti biasa, mulai menjauh dari aset-aset berisiko. Mereka balik kanan, masuk ke emas yang sejak zaman baheula sudah jadi penyelamat saat badai datang. Apalagi, urusan inflasi belum bisa dibilang selesai. Harga-harga barang terus naik, dan pertumbuhan ekonomi global belum benar-benar pulih.
Auasana pasar yang sedang dalam mode “risk-off” memberi ruang bagi emas untuk kembali bersinar sebagai aset aman. Singkatnya, ketika dunia makin tak jelas arahnya, harga emas malah makin jelas tujuannya untuk terus naik.
Dari sisi kebijakan moneter, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve juga ikut mengangkat harga. Ketika bunga rendah, emas yang tak memberikan imbal hasil bunga justru jadi alternatif menarik. Dengan biaya pinjaman lebih murah, menaruh dana di emas jadi terasa masuk akal.
Dilansir dari Economic Times, beberapa bank besar dunia bahkan sudah mulai menaikkan target harga emas mereka untuk tahun ini.
HSBC menaikkan proyeksi harga emas 2025 menjadi USD3.015 per ons, dari sebelumnya hanya USD2.687. Mereka menyebut ketidakpastian global dan ekspektasi suku bunga sebagai pemicu utama.
Bank of America bahkan lebih agresif, memperkirakan harga bisa menembus USD3.063 tahun ini. Alasannya lanskap perdagangan global yang ringkih dan permintaan tinggi dari bank sentral.
Standard Chartered tak kalah optimistis. Mereka memproyeksikan harga bisa mencapai puncak USD3.300 per ons di kuartal kedua 2025. Analis mereka melihat dorongan besar dari permintaan ritel dan bank sentral.
Citigroup ikut dalam barisan. Menurut mereka, harga emas bisa menyentuh USD3.000 dalam 6 hingga 18 bulan mendatang karena didorong oleh kombinasi “badai sempurna” dari tekanan finansial dan ketegangan geopolitik.
Menariknya, yang menggerakkan pasar bukan cuma investor individu atau dana lindung nilai. Bank sentral dari berbagai negara kini juga turut memperbesar cadangan emas mereka. Tujuannya adalah mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan melindungi nilai tukar masing-masing negara.
Menurut laporan World Gold Council, negara-negara seperti China, India, dan Rusia sudah meningkatkan kepemilikan emas mereka secara signifikan dalam setahun terakhir. Ketika institusi sebesar ini ikut membeli, harga otomatis terdorong ke atas. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2025. Banyak analis meyakini permintaan dari bank sentral bisa kembali mencetak rekor, seperti yang terjadi pada 2023 dan 2024 lalu.(*)