Logo
>

Harga Emas Tertekan Gara-gara Lonjakan Imbal Hasil Treasury AS

Ditulis oleh Syahrianto
Harga Emas Tertekan Gara-gara Lonjakan Imbal Hasil Treasury AS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga emas kembali melemah pada perdagangan Senin, 6 Januari 2025, tertekan oleh kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang mencapai level tertinggi dalam lebih dari delapan bulan.

    Sementara itu, petunjuk terbaru dari Federal Reserve (Fed) mengenai potensi perlambatan laju pemotongan suku bunga pada tahun 2025 memicu sikap wait-and-see di kalangan investor. Mereka menantikan sejumlah data ekonomi yang akan dirilis pekan ini untuk mencari kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter AS.

    Harga emas spot turun 0,2 persen menjadi USD2.634,52 per ounce, sementara kontrak berjangka emas AS ditutup melemah 0,3 persen di USD2.647,40 per ounce. Kenaikan imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun menjadi faktor utama yang menekan harga logam mulia tersebut.

    “Imbal hasil obligasi yang kembali naik memberikan tekanan pada emas, karena membuat aset yang tidak memberikan imbal hasil seperti emas menjadi kurang menarik bagi investor,” ujar Nitesh Shah, ahli strategi komoditas di WisdomTree.

    Meskipun demikian, Shah optimistis harga emas dapat mencapai USD3.050 per ounce pada akhir tahun ini. Perkiraan tersebut didasarkan pada pandangan konsensus mengenai pelemahan dolar AS dan penurunan imbal hasil obligasi. Namun, ia menambahkan bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah dapat menjadi risiko yang mendorong harga emas lebih tinggi dari perkiraan.

    Proyeksi terbaru Fed yang dirilis pada Desember lalu menunjukkan sikap hati-hati dalam memotong suku bunga tahun ini. Mayoritas pembuat kebijakan menyatakan kekhawatiran bahwa inflasi yang masih di atas target 2 persen dapat kembali meningkat.

    Bank sentral kemungkinan perlu mempertahankan suku bunga pada level tinggi untuk waktu yang lebih lama guna mengendalikan inflasi yang persisten.

    Spekulasi terkait kebijakan Presiden terpilih AS, Donald Trump, juga menambah ketidakpastian pasar. Trump, yang akan dilantik pada 20 Januari, diperkirakan akan memberlakukan tarif dan kebijakan proteksionis yang dapat memicu inflasi lebih lanjut.

    “Jika harga komoditas naik akibat kebijakan tersebut, inflasi akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lama,” kata Phillip Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures.

    Meski dolar AS melemah 1 persen dari level tertingginya dalam dua tahun pada Kamis lalu, emas tetap mengalami penurunan. Investor kini mengalihkan fokus mereka pada data ketenagakerjaan AS yang akan dirilis pekan ini, termasuk laporan lowongan pekerjaan pada Selasa, 7 Januari 2025 data ketenagakerjaan ADP, dan risalah pertemuan kebijakan terbaru The Fed pada Rabu, 8 Januari 2025. Puncaknya, laporan ketenagakerjaan non-pertanian (Non-Farm Payrolls) pada Jumat, 10 Januari 2025 diharapkan memberikan gambaran lebih jelas mengenai jalur kebijakan The Fed ke depan.

    Di pasar logam mulia lainnya, perak spot mencatat kenaikan 1,1 persen menjadi USD29,93 per ounce. Namun, platinum dan paladium masing-masing melemah 0,8 persen dan 0,4 persen, dengan harga ditutup pada USD930,41 dan USD918,25 per ounce.

    Kenaikan imbal hasil obligasi AS dan ketidakpastian terkait kebijakan The Fed menjadi faktor utama yang menekan harga emas. Namun, perkembangan data ekonomi dan potensi ketegangan geopolitik masih dapat memberikan dukungan terhadap harga logam mulia ini di masa depan.

    Wall Street Catat Rekor Baru

    Pasar saham Amerika Serikat (AS) menunjukkan performa gemilang pada Senin, 6 Januari 2025. Indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencatatkan level tertinggi dalam lebih dari satu minggu, didorong oleh kenaikan saham semikonduktor dan harapan kebijakan tarif yang lebih moderat dari pemerintahan Donald Trump yang akan datang.

    Dow Jones Industrial Average melemah tipis sebesar 25,57 poin (0,06 persen) ke 42.706,56. Sebaliknya, S&P 500 menguat 32,91 poin (0,55 persen) ke level 5.975,38, sementara Nasdaq Composite melonjak 243,30 poin (1,24 persen) ke 19.864,98. Dari 11 sektor S&P 500, tujuh sektor mengalami penurunan, namun sektor teknologi dan layanan komunikasi mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 1,44 persen dan 2,13 persen.

    Volume perdagangan di bursa AS mencapai 17,36 miliar saham, jauh di atas rata-rata 12,37 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir. Saham yang naik mengungguli yang turun dengan rasio 1,01:1 di NYSE dan 1,1:1 di Nasdaq. S&P 500 mencatatkan delapan titik tertinggi baru dalam 52 minggu terakhir, sementara Nasdaq Composite mencatatkan 97 titik tertinggi baru.

    Saham semikonduktor menjadi pendorong utama kenaikan di Wall Street. Microsoft mengumumkan rencana investasi senilai USD80 miliar untuk mengembangkan pusat data berbasis kecerdasan buatan. Saham Nvidia naik 3,43 persen, Advanced Micro Devices meningkat 3,33 persen, dan Micron Technology melonjak hingga 10,45 persen. Indeks Semikonduktor Philadelphia mencatat kenaikan tajam sebesar 2,84 persen.

    Selain itu, laporan pendapatan kuartal keempat Foxconn yang melampaui ekspektasi turut memperkuat sentimen positif di pasar. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.