KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia kembali bergerak naik tipis pada perdagangan Senin, 14 Juli 2025, dan melanjutkan reli lebih dari 2 persen pada akhir pekan lalu. Sentimen pasar masih dipengaruhi kekhawatiran atas sanksi baru Amerika Serikat terhadap Rusia, yang bisa mengganggu pasokan global. Namun, peningkatan produksi Arab Saudi dan ketidakpastian arah kebijakan tarif membatasi laju penguatan harga.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Senin, kontrak berjangka minyak mentah Brent naik 15 sen menjadi USD70,51 per barel pada pukul 11.00 WIB, setelah mencatat lonjakan 2,51 persen pada Jumat. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) bertambah 14 sen ke USD68,59, menyusul kenaikan 2,82 persen pada sesi sebelumnya.
Dari sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump pada Minggu mengatakan akan mengirim sistem rudal pertahanan Patriot ke Ukraina. Ia juga dijadwalkan mengumumkan “pernyataan besar” perihal Rusia pada Senin ini. Trump mengungkapkan kekecewaannya terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin karena perang Ukraina tak menunjukkan tanda-tanda mereda, bahkan serangan terhadap kota-kota Ukraina justru meningkat.
Di Kongres AS, sebuah rancangan undang-undang bipartisan untuk menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Rusia mulai mendapat momentum, meski masih menunggu dukungan resmi dari Trump. Di Eropa, para diplomat Uni Eropa hampir menyepakati paket sanksi ke-18 terhadap Rusia, termasuk penurunan batas harga (price cap) minyak Rusia, menurut empat sumber dari pertemuan hari Minggu.
Sepekan terakhir, harga Brent tercatat naik 3 persen, dan WTI menguat sekitar 2,2 persen. Laporan Badan Energi Internasional (IEA) sebelumnya menyebut pasar minyak global sebenarnya lebih ketat dari yang tampak, karena permintaan meningkat tajam selama musim panas akibat aktivitas kilang dan pembangkit listrik.
Namun, analis dari ANZ Bank menilai ruang kenaikan harga tertahan karena Arab Saudi menaikkan produksi melebihi kuota yang disepakati dalam aliansi OPEC+. Menurut IEA, produksi minyak Saudi pada Juni mencapai 9,8 juta barel per hari (bph), atau 430.000 bph di atas batas target 9,37 juta bph.
Meski begitu, Kementerian Energi Arab Saudi pada Jumat lalu menyatakan bahwa pasokan minyak yang dipasarkan berada di angka 9,352 juta bph, masih dalam batas target sukarela OPEC+. Hal ini membuka ruang interpretasi bahwa kelebihan produksi terjadi dalam bentuk stok yang belum dilepas ke pasar global.
Di sisi lain, data bea cukai China menunjukkan impor minyak mentah pada Juni naik 7,4 persen dari tahun sebelumnya menjadi 49,89 juta ton, setara dengan 12,14 juta bph—level tertinggi harian sejak Agustus 2023. Namun analis JPMorgan memperingatkan bahwa stok minyak China kini sudah mencapai 95 persen dari rekor puncak pada 2020. Bila cadangan ini kembali masuk pasar global, terutama di lokasi-lokasi pengiriman minyak utama di Barat, maka bisa memberi tekanan negatif pada harga.
Selain faktor pasokan dan geopolitik, pelaku pasar juga mencermati hasil perundingan tarif AS dengan mitra dagang utama. Hasil pembicaraan tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global dan proyeksi permintaan energi, terutama bahan bakar.
Sebagai catatan, satu metrik ton minyak mentah setara dengan 7,3 barel dalam konversi perdagangan global.(*)