Logo
>

Harga Minyak Dunia Turun Dihantam Dolar dan Sentimen Sanksi

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Harga Minyak Dunia Turun Dihantam Dolar dan Sentimen Sanksi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia tergelincir pada Senin pagi, 6 Januari 2025, seiring penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Pelaku pasar juga diliputi kecemasan perihal sanksi baru menjelang rilis data ekonomi penting dari Federal Reserve dan laporan ketenagakerjaan AS akhir pekan ini.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, Senin, 6 Desember 2025, kontral berjangka Brent turun 21 sen atau 0,3 persen menjadi USD76,3 (sekitar Rp1,17 juta) per barel pada pukul 04.45 GMT setelah sebelumnya ditutup di level tertinggi sejak 14 Oktober. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 19 sen atau 0,3 persen ke level USD73,77 (sekitar Rp1,13 juta) per barel setelah mencapai puncaknya sejak 11 Oktober.

    Harga minyak sebelumnya mencatat kenaikan selama lima sesi berturut-turut, didorong ekspektasi permintaan naik karena cuaca dingin di belahan Bumi Utara serta stimulus ekonomi China untuk memperbaiki kondisi ekonominya yang melemah.

    Namun, penguatan dolar AS jadi sorotan investor. Menurut Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova, dolar yang terus mendekati posisi tertingginya dalam dua tahun terakhir membuat komoditas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli global. Hal ini menekan permintaan minyak di pasar internasional.

    Pelaku pasar juga tengah menunggu data ekonomi terbaru guna mendapatkan petunjuk tentang kebijakan suku bunga Federal Reserve dan proyeksi konsumsi energi. Risalah rapat terakhir The Fed akan dirilis pada Rabu, sementara laporan ketenagakerjaan Desember akan hadir pada Jumat.

    Selain itu, pasokan minyak dari Iran dan Rusia turut menjadi perhatian karena negara-negara Barat meningkatkan sanksi mereka. Pemerintahan Presiden Joe Biden berencana memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia, terutama terkait kapal tanker yang mengangkut minyak mentah Rusia.

    Goldman Sachs memperkirakan produksi dan ekspor minyak Iran akan turun pada kuartal kedua 2025 karena kebijakan baru dan sanksi yang lebih ketat dari pemerintahan Donald Trump yang akan segera dilantik. Produksi minyak Iran diprediksi turun 300.000 barel per hari menjadi 3,25 juta barel per hari.

    Di sisi lain, laporan Baker Hughes menunjukkan jumlah rig minyak AS—indikator produksi di masa depan—turun satu unit menjadi 482 rig pekan lalu.

    Harga minyak sebelumnya sempat mencatat kenaikan lebih dari USD1 per barel pada hari Kamis, 2 Januari 2025. Sentimen pasar dipengaruhi oleh janji Presiden Xi Jinping untuk mendorong pertumbuhan ekonomi China, yang meningkatkan harapan akan kenaikan permintaan bahan bakar dari konsumen energi terbesar dunia tersebut.

    Pada penutupan perdagangan futures atau minyak berjangka, Brent naik USD1,29 atau 1,7 persen menjadi USD75,93 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) meningkat USD1,41 atau 2 persen menjadi USD73,13 per barel. Namun, lonjakan stok bensin dan distilat di Amerika Serikat sedikit menahan kenaikan lebih lanjut.

    Prospek Harga Minyak di 2025

    Harga minyak sepanjang 2025 diprediksi masih berada di bawah tekanan, bertahan di kisaran USD70 (sekitar Rp1,12 juta) per barel. Penyebab utama lesunya harga minyak adalah lemahnya permintaan dari China dan terus membanjirnya pasokan global, meskipun OPEC+ berusaha keras menstabilkan pasar.

    Menurut survei bulanan Reuters yang melibatkan 31 ekonom dan analis, tren penurunan harga minyak yang sudah berlangsung selama tiga tahun berpotensi berlanjut pada 2025. Hasil survei tersebut memperkirakan harga rata-rata Brent crude di tahun ini mencapai USD74,33 per barel, turun tipis dari proyeksi November sebesar USD74,53. Ini menjadi revisi turun selama delapan bulan berturut-turut.

    Sebagai perbandingan, rata-rata harga Brent sepanjang 2024 tercatat sekitar USD80 per barel, tetapi anjlok 3 persen karena permintaan dari China yang melemah—padahal negeri tirai bambu tersebut merupakan pengimpor minyak terbesar dunia.

    Sementara itu, harga minyak mentah AS (West Texas Intermediate/WTI) diperkirakan berada di angka rata-rata USD70,86 per barel pada 2025, sedikit naik dari estimasi sebelumnya sebesar USD70,69 per barel.

    Direktur Riset CRISIL, Sehul Bhatt, menyoroti tantangan yang dihadapi pasar minyak global. Menurut Bhatt, produksi dari negara-negara non-OPEC terus bertambah sehingga membuat pasokan minyak tetap berlimpah. Meski pemulihan ekonomi China diprediksi akan berlangsung tahun ini, peralihan besar-besaran ke kendaraan listrik diyakini mampu menekan pertumbuhan permintaan minyak di jangka panjang.

    Selain itu, grafik mingguan pergerakan harga minyak WTI menunjukkan pola yang semakin menyempit—indikasi kemungkinan terjadinya lonjakan harga. Namun, analis Sycamore menegaskan pihaknya memilih untuk tidak berspekulasi arah pergerakan tersebut. “Alih-alih mencoba memprediksi arah, kami lebih memilih menunggu pergerakan besar itu terjadi dan kemudian mengikutinya,” jelas Sycamore dalam laporannya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).