KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia tergelincir tipis dalam perdagangan Sabtu, 5 Juli 2025, yang sepi akibat libur Hari Kemerdekaan Amerika Serikat. Pasar menanti hasil pertemuan OPEC+ yang dijadwalkan berlangsung akhir pekan ini dengan spekulasi kuat bahwa para produsen utama akan menaikkan kuota produksi.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu Minyak Brent ditutup melemah 50 sen atau 0,7 persen ke level USD68,30 per barel. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 50 sen atau 0,75 persen menjadi USD66,50 per barel menjelang pukul 13.00 waktu New York. Volume transaksi cenderung tipis.
Meski melemah harian, secara mingguan Brent masih mencatatkan kenaikan 0,8 persen, sedangkan WTI menguat 1,5 persen dibanding penutupan Jumat sebelumnya.
Delapan negara anggota OPEC+ disebut-sebut akan kembali menaikkan produksi untuk bulan Agustus, sebagai bagian dari strategi jangka pendek untuk mengerek pangsa pasar global. Rapat yang awalnya direncanakan Minggu, dipercepat menjadi Sabtu.
“Jika kuota dinaikkan lagi sebesar 411 ribu barel per hari, seperti yang diperkirakan, maka ini akan jadi kenaikan bulan keempat berturut-turut. Estimasi neraca minyak semester dua pun harus dihitung ulang karena bisa memicu lonjakan cadangan global,” kata analis PVM Oil Associates, Tamas Varga.
Analis Price Futures Group, Phil Flynn, menambahkan bahwa aksi ambil untung sudah mulai tampak di pasar, seiring kekhawatiran bahwa OPEC+ mungkin akan menaikkan produksi melebihi ekspektasi.
“Investor sekarang dalam mode menunggu. Mereka mencermati hasil keputusan OPEC+ dan dampaknya terhadap dinamika pasar, sembari memantau implikasi dari kebijakan pemotongan pajak dan anggaran besar-besaran Presiden Trump yang dijadwalkan diteken hari ini di Gedung Putih,” ujarnya.
Sentimen negatif juga datang dari laporan Axios yang menyebut Amerika Serikat tengah bersiap melanjutkan kembali negosiasi nuklir dengan Iran pekan depan. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menegaskan komitmen Teheran terhadap Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Dari sisi geopolitik, ketidakpastian soal tarif impor AS kembali mencuat menjelang berakhirnya masa tenggang 90 hari yang diberikan pemerintahan Trump. Sumber diplomatik Uni Eropa menyebutkan bahwa perundingan perdagangan dengan Washington masih buntu dan kini tengah diupayakan perpanjangan status quo guna menghindari lonjakan tarif.
Di tengah dinamika itu, Barclays menaikkan proyeksi harga minyak Brent menjadi USD72 per barel untuk tahun 2025, dan USD70 per barel pada 2026, dengan asumsi permintaan energi global akan terus membaik.(*)