KABARBURSA.COM - Sejumlah emiten minyak dan gas (migas) tersengat oleh harga minyak mentah global yang mengalami kenaikan pada Senin, 21 Oktober 2024.
Perlu diketahui, per kemarin harga minyak mentah dunia ditutup naik hampir 2 persen. Hal ini disebabkan oleh eskalasi pertempuran di Timur Tengah yang berlanjut dan memicu kekhawatiran pasar.
Kenaikan harga minyak itu ternyata membuat empat emiten yakni PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), dan PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (BIPI), mengalami penguatan pada penutupan sesi I perdagangan Selasa, 22 Oktober 2024.
Dikutip dari data perdagangan Stockbit, MEDC mengalami penguatan sebesar 10 poin atau naik 0,76 persen ke level 1,330. Adapun AKRA mencatatkan kenaikan lima poin atau naik sebanyak 0,35 persen ke level 1,450.
Sementara RAJA berada di level 1,865 dengan menguat 20 poin atau 1,08 persen. Sedangkan BIPI mengalami kenaikan ialah yang naik 1 poin ke level 70.
MEDC sendiri memang tengah mencatatkan kinerja gemilang beberapa hari terakhir ini. Emiten ini mampu mencatatkan performa 3,10 dalam satu pekan terakhir.
Catatan apik MEDC juga diikuti oleh RAJA yang membukukan performa sebesar 0,54 persen dalam satu minggu terakhir. Pun dengan BIPI yang menorehkan performa 2,94 persen.
Namun hal berbeda dialami oleh AKRA. Perusahaan yang IPO pada 1994 ini, mengalami kinerja kurang apik dengan 0,68 selama sepekan terakhir.
Harga Minyak Naik
Diberitakan sebelumnya, harga minyak mentah dunia ditutup naik hampir 2 persen pada perdagangan Senin, 21 Oktober 2024, setelah jatuh sedalam 7 persen pada pekan lalu. Pemicunya tetap yaitu eskalasi pertempuran di Timur Tengah yang berlanjut dan aksi balasan Israel terhadap Iran yang memicu kekhawatiran pasar.
Seperti dikutip dari Reuters, minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman Desember 2024 naik USD1,23 atau 1,68 persen, menjadi USD74,29 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) untuk waktu yang sama, naik USD1,34 atau 1,94 persen, menjadi USD70,56 per barel.
Pekan lalu, Brent turun lebih dari 7 persen, sedangkan WTI kehilangan sekitar 8 persen. Ini merupakan penurunan mingguan terbesar kontrak tersebut sejak 2 September 2024, disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di China dan penurunan premi risiko di Timur Tengah.
“Futures minyak mentah meningkat pagi ini karena pertempuran yang terus meningkat di Timur Tengah. Israel juga bersiap untuk lebih banyak serangan balasan yang kemungkinan besar diarahkan ke Iran,” kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Terkait eskalasi perang, petugas medis mengatakan kepada Reuters bahwa pasukan Israel mengepung rumah sakit dan tempat penampungan bagi orang-orang yang terlantar di Jalur Gaza utara pada hari Senin, 21 Oktober 2024, saat mereka meningkatkan operasi terhadap militan Palestina. Israel juga melakukan serangan yang ditargetkan pada lokasi milik sayap keuangan Hezbollah di Lebanon.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, dalam kunjungannya menuju Timur Tengah, Senin, 21 Oktober 2024, mengakui akan melakukan upaya lebih lanjut untuk gencatan senjata. Ia berusaha memulai kembali negosiasi untuk mengakhiri perang di Gaza dan juga meredakan konflik yang meluas di Lebanon.
Utusan AS Amos Hochstein akan mengadakan pembicaraan dengan pejabat Lebanon di Beirut mengenai syarat-syarat gencatan senjata antara Israel dan Hezbollah, kata dua sumber kepada Reuters.
“Penjualan besar-besaran pada minyak mentah selama dua minggu terakhir sebagian besar disebabkan oleh likuidasi posisi panjang, karena pasar minyak terus mencari keseimbangan antara permintaan yang melambat dan ketidakstabilan yang terus berlangsung di Timur Tengah,” tambahnya.
Pengaruh China terhadap Minyak
Di sisi lain, China pada Senin, 21 Oktober 2024, memangkas suku bunga pinjaman acuan seperti yang diantisipasi, sebagai bagian dari paket stimulus yang lebih luas untuk menghidupkan kembali ekonominya.
Data pada Jumat, 18 Oktober 2024 menunjukkan ekonomi China tumbuh pada laju paling lambat sejak awal 2023 di kuartal ketiga, memicu kekhawatiran yang meningkat tentang permintaan minyak.
Pertumbuhan permintaan minyak China diperkirakan akan tetap lemah pada tahun 2025 meskipun ada langkah-langkah stimulus terbaru dari Beijing, karena ekonomi terbesar kedua di dunia ini mengalihkan armada mobilnya ke kendaraan listrik dan tumbuh pada laju yang lebih lambat, kata kepala Badan Energi Internasional pada hari Senin.
CEO Saudi Aramco mengatakan pada konferensi energi di Singapura pada hari Senin bahwa dia masih “cukup optimistis” terhadap permintaan minyak China mengingat dukungan kebijakan yang ditingkatkan untuk meningkatkan pertumbuhan, serta meningkatnya permintaan bahan bakar jet dan cairan untuk bahan kimia.
Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank Minneapolis Neel Kashkari pada hari Senin mengulangi bahwa dia memperkirakan pemotongan suku bunga yang “moderat” dalam beberapa kuartal mendatang, meskipun pelemahan tajam di pasar tenaga kerja dapat mendorongnya untuk mendukung pemotongan suku bunga yang lebih cepat.
Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya pinjaman, yang dapat mendorong aktivitas ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.
Administrasi Informasi Energi AS mengatakan minggu lalu bahwa produksi ladang minyak mingguan naik 100.000 barel per hari menjadi rekor 13,5 juta barel per hari selama minggu yang berakhir 11 Oktober.
Persediaan minyak mentah AS kemungkinan naik sekitar 100.000 barel minggu lalu, sementara persediaan distilat dan bensin diperkirakan turun, menurut jajak pendapat awal Reuters pada hari Senin. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.