KABARBURSA.COM – Harga minyak mentah dunia kembali melejit pada Rabu, 18 Juni 2025, menyusul perang udara antara Iran dan Israel yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Di tengah ketegangan geopolitik yang membakar kawasan, pasar energi global kembali bergolak.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Rabu, kontrak berjangka minyak Brent ditutup naik 4,4 persen menjadi USD76,45 per barel (sekitar Rp1.253.000), sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) melambung 4,28 persen ke posisi USD74,84 per barel (sekitar Rp1.227.000).
Meskipun aliran distribusi minyak secara umum belum terganggu, Iran dilaporkan menghentikan sebagian produksi gas di ladang South Pars yang berbatasan dengan Qatar, setelah serangan Israel memicu kebakaran hebat di fasilitas tersebut pada Sabtu lalu. Israel juga menggempur depo minyak Shahran di Iran.
Menurut Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group, saling serang lewat udara antara kedua negara itu telah menambah bobot risiko geopolitik dalam pasar minyak yang sejak awal memang sudah terbilang ketat antara pasokan dan permintaan.
“Ini bukan kejadian satu kali lalu selesai. Polanya mulai mirip konflik Rusia-Ukraina,” ujar Flynn.
Di tengah kondisi tersebut, kecelakaan antara dua kapal tanker di dekat Selat Hormuz kembali menyorot kemungkinan ditutupnya jalur laut strategis itu. Apalagi, konflik juga meningkatkan intensitas gangguan elektronik di wilayah perairan tersebut. Sekadar pengingat: sepertiga pasokan minyak global melintasi selat ini setiap hari.
Namun begitu, sebagian analis menilai risiko blokade masih kecil. Ole Hansen dari Saxo Bank menyebut tak ada pihak yang berkepentingan untuk menutup Selat Hormuz. “Kalau Iran menutup selat, dia juga rugi karena kehilangan pendapatan. Di sisi lain, Amerika juga maunya harga minyak turun supaya inflasi bisa ditekan,” jelas Hansen.
Meski belum ada gangguan besar pada suplai, pelaku pasar tetap waspada. Analis energi John Kilduff dari Again Capital memperkirakan kini ada tambahan premium keamanan sebesar USD10 per barel yang otomatis melekat dalam harga.
“Pasar lagi mikir keras, gimana kalau pemimpin Iran merasa mulai kehilangan kendali kekuasaan. Itu bisa jadi titik balik konflik,” ujar Kilduff.
Namun dari sisi fundamental, pasokan global masih dinilai aman. Laporan bulanan Badan Energi Internasional (IEA) pada Selasa kemarin menyebut proyeksi permintaan minyak dunia diturunkan 20.000 barel per hari, sementara estimasi pasokan justru naik 200.000 barel per hari menjadi 1,8 juta barel per hari.
Fokus investor kini juga terbagi ke arah kebijakan suku bunga bank sentral. Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dijadwalkan menggelar rapat pada Selasa malam waktu AS, dan akan memutuskan arah suku bunga acuan berikutnya. Kebijakan ini bisa menentukan arah harga energi dalam jangka menengah.(*)