KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia ditutup melemah pada Sabtu, 21 Juni 2025, dini hari WIB, setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap sejumlah entitas yang terkait Iran. Langkah ini dibaca pasar sebagai pendekatan diplomatik, sehari setelah Presiden Donald Trump menyatakan akan membutuhkan waktu dua pekan sebelum memutuskan apakah negaranya akan terlibat langsung dalam konflik Israel-Iran.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, kontrak berjangka Brent turun USD1,84 atau 2,33 persen ke level USD77,01 per barel. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli—yang tidak mengalami penyelesaian transaksi pada Kamis karena libur nasional di AS dan berakhir masa kontraknya pada Jumat—ditutup melemah 21 sen menjadi USD74,93. Kontrak Agustus yang lebih aktif diperdagangkan berada di USD73,84.
Meski terkoreksi, Brent masih mencatat kenaikan 3,6 persen dalam sepekan, dan WTI menguat 2,7 persen. Pasar mencermati potensi negosiasi damai sebagai alternatif dari eskalasi bersenjata.
Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap lebih dari 20 entitas, lima individu, dan tiga kapal, termasuk dua perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Sanksi ini disebut bagian dari strategi negosiasi yang lebih luas terhadap Iran. “Langkah ini sinyal bahwa AS mencoba menyelesaikan ketegangan lewat jalur diplomatik,” ujar John Kilduff, analis dari Again Capital di New York.
Sebelumnya, harga minyak melonjak hampir 3 persen pada Jumat setelah Israel menggempur fasilitas nuklir Iran yang dibalas Teheran dengan rentetan rudal dan drone ke wilayah Israel. Iran, sebagai produsen minyak terbesar ketiga OPEC, belum menunjukkan tanda akan mundur.
Harga Brent mulai surut setelah Gedung Putih mengonfirmasi bahwa keputusan keterlibatan AS masih ditangguhkan. “Meski belum ada eskalasi besar, risiko pasokan dari kawasan Timur Tengah tetap tinggi dan sangat tergantung pada keputusan AS,” kata Russell Shor, analis senior dari Tradu.com.
Duta Besar Israel untuk PBB menegaskan harapan Israel agar pertemuan menteri luar negeri Iran dan Eropa bisa menghasilkan langkah konkret perihal program nuklir Teheran. Namun analis dari PVM, John Evans, memperingatkan potensi kesalahan taktis dari kedua belah pihak yang bisa memperluas konflik hingga ke infrastruktur minyak.
Iran sebelumnya pernah mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur vital ekspor minyak dari Timur Tengah. Meski sejauh ini belum ada gangguan nyata terhadap ekspor dan pasokan global tetap stabil, arah harga minyak sangat bergantung pada apakah ketegangan tersebut akan berujung pada disrupsi pengiriman.
“Jika konflik memicu serangan ke infrastruktur ekspor atau penutupan Selat Hormuz, harga minyak USD100 per barel bukanlah skenario yang mustahil,” ujar analis dari Panmure Liberum, Ashley Kelty.
Sementara itu, Uni Eropa dikabarkan membatalkan rencana untuk menurunkan batas harga minyak Rusia menjadi USD45 per barel.
Di sisi lain, aktivitas rig pengeboran di AS terus menurun. Menurut Baker Hughes, jumlah rig minyak dan gas di AS turun satu menjadi 554 unit pada pekan yang berakhir 20 Juni—terendah sejak November 2021 dan menjadi pekan kedelapan berturut-turut penurunan, pertama kali sejak September 2023. Ini mengindikasikan prospek produksi AS yang mulai melemah di tengah ketidakpastian geopolitik global.(*)