KABARBURSA.COM - PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), yang lebih dikenal sebagai Harita Nickel, diperkirakan mampu bertahan di tengah tren penurunan harga nikel global berkat keuntungan besar yang dicetak. Salah satu faktor kunci keberhasilan ini adalah kemampuan Harita Nickel untuk menjadi salah satu produsen nikel dengan biaya produksi terendah di dunia.
Menurut analisis dari CLSA, Harita Nickel telah berhasil menekan biaya produksi tunai untuk menghasilkan nickel pig iron (NPI) meskipun harga nikel menurun. Margin keuntungan untuk NPI yang dihasilkan perusahaan ini tetap tebal, dengan kisaran antara USD2.500 hingga USD3.000 per ton nikel (tni).
Lebih lanjut, CLSA melaporkan bahwa harga jual rata-rata (ASP) nikel dari produsen Indonesia mengalami penurunan sebesar 25-30 persen sepanjang tahun ini. Namun, nilai ekspor hanya turun sebesar 9 persen, berkat peningkatan volume penjualan.
Hal ini menunjukkan bahwa produsen nikel Indonesia masih mampu mencetak laba, sementara produsen dari negara lain mengalami tekanan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, dominasi Indonesia di industri nikel global semakin menguat, dengan porsi produksi nikel Indonesia diperkirakan meningkat dari 50 persen menjadi 55 persen pada tahun ini.
Dalam konteks global, kekhawatiran akan penurunan harga nikel akibat peningkatan pasokan dari Indonesia ternyata tidak terbukti. Hal ini karena sejumlah smelter nikel di Australia, Filipina, dan China justru menurunkan produksi mereka akibat kenaikan biaya produksi yang tajam.
“Kami memprediksi produksi nikel Indonesia akan bertambah sebanyak 200 ribu ton tahun ini, seiring dengan penghentian produksi di Australia dan China. Sementara itu, Virtue Dragon tetap melanjutkan produksi meskipun menghadapi tantangan kebangkrutan,” demikian menurut laporan broker tersebut, seperti dikutip pada Kamis, 29 Agustus 2024.
CLSA juga memproyeksikan bahwa harga NPI telah mencapai titik terendah di level USD11.500 per ton, sementara harga nikel di London Metal Exchange (LME) berada di USD16.000 per ton.
Lebih jauh, berdasarkan pemantauan CLSA, beberapa proyek nikel yang telah direncanakan dalam dua tahun terakhir belum dieksekusi, namun beberapa proyek baru mengalami penundaan. Hal ini menunjukkan dinamika yang cukup kompleks dalam industri nikel saat ini.
CLSA menilai Harita Nickel sebagai representasi dari posisi kuat Indonesia dalam bisnis nikel global. Perusahaan dengan kode saham NCKL ini menikmati peningkatan signifikan dalam penjualan kas. Rata-rata pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) penjualan NCKL dalam lima tahun terakhir mencapai 45 persen untuk NPI dan 70 persen untuk high pressure acid leach (HPAL).
Berdasarkan data tersebut, CLSA telah meningkatkan proyeksi EBITDA dan laba setelah pajak untuk NCKL sebesar 29 persen, yang didorong oleh penurunan biaya produksi. Pendapatan dan laba bersih untuk tahun 2024, 2025, dan 2026 diproyeksikan masing-masing mencapai Rp26,8 triliun, Rp29,6 triliun, dan Rp73,5 triliun. Pada periode yang sama, laba bersih diperkirakan mencapai Rp4,6 triliun, Rp5,8 triliun, dan Rp11,5 triliun.
Laba NCKL Paruh Pertama 2024
NCKL mengumumkan laporan keuangannya paruh pertama tahun 2024 pada Rabu, 31 Juli 2024. Laporan ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dari sisi keuangan dan operasional.
Pada paruh pertama tahun 2024, Harita Nickel mencatat pendapatan sebesar Rp12,80 triliun, meningkat 25 persen dibandingkan dengan Rp10,24 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan produksi dan volume penjualan yang lebih tinggi di seluruh operasi penambangan dan pengolahan.
Kapasitas produksi Harita Nickel terus bertambah, dengan meningkatnya kapasitas smelter RKEF dan fasilitas pemurnian HPAL. Operasi penambangan perusahaan menunjukkan peningkatan penjualan bijih nikel dari kuartal ke kuartal, seiring dengan meningkatnya permintaan bijih nikel untuk smelter dan fasilitas pemurnian di anak usaha Harita Nickel.
Laba kotor perusahaan pada kuartal kedua 2024 mencapai Rp2,205 triliun, naik 36 persen dari Rp1,618 triliun pada kuartal pertama. Peningkatan ini juga didorong oleh naiknya harga nikel global pada kuartal kedua, yang memberikan kontribusi positif terhadap laba kotor perusahaan.
EBITDA juga meningkat 49 persen menjadi Rp3,168 triliun pada kuartal kedua 2024, naik dari Rp2,129 triliun pada kuartal sebelumnya. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada kuartal kedua ini mencapai Rp1,805 triliun, meningkat 80 persen dari Rp1,001 triliun pada kuartal pertama 2024.
Harga Saham NCKL
Sebagai hasil dari kinerja yang solid ini, CLSA meningkatkan target harga saham NCKL dari Rp1.200 menjadi Rp1.250 dengan rekomendasi tetap pada level "outperform". Hal ini menunjukkan keyakinan yang kuat terhadap prospek jangka panjang perusahaan dalam menghadapi tantangan pasar nikel global. (*)