Logo
>

Hasil Riset PT Timah 10 Tahun: Simpan Tumpukan Logam Tanah Jarang

Itu sebenarnya bagian dari tumpukan material sisa produksi kita yang mengandung mineral tanah jarang. Selama ini regulasinya memang belum ada

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Hasil Riset PT Timah 10 Tahun:  Simpan Tumpukan Logam Tanah Jarang
Contoh hasil pemilahan bijih timah menjadi monazite yang mengandung beberapa unsur mineral tanah jarang di tempat pemilahan bijih timah, Mentok, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Desty Luthfiani/KabarBursa.com

KABARBURSA.COM – Di balik kegiatan tambang timah, PT Timah Tbk atau Emiten berkode TINS ternyata menyimpan potensi besar dari mineral ikutan yang mengandung logam tanah jarang atau rare earth element (REE).

Material berharga ini selama bertahun-tahun sudah menjadi bagian dari rantai pasok kegiatan produksi perusahaan, dan kini mulai dikonsentrasikan untuk riset serta pengembangan teknologi pengolahannya.

Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk, Rendi Kurniawan, mengungkapkan bahwa logam tanah jarang selama ini muncul sebagai hasil sampingan dari proses pengolahan bijih timah. Karena belum adanya aturan resmi mengenai tata kelolanya, PT Timah memilih untuk mengumpulkan dan menyimpan material tersebut di area khusus milik perusahaan.

“Itu sebenarnya bagian dari tumpukan material sisa produksi kita yang mengandung mineral tanah jarang. Selama ini regulasinya memang belum ada, jadi kami kumpulkan dan simpan di lokasi peleburannya,” kata Rendi di Tins Boutique Resto, Kepulauan Bangka pada Sabtu, 18 Oktober 2025.

Rendi mengatakan, tumpukan material tersebut berasal dari proses seleksi pasir dari tambang laut dan tambang darat. Selain bijih timah,  pasir itu juga menghasilkan mineral seperti zircon, ilmenite, dan monazite yakni tiga jenis mineral ikutan utama dalam bijih timah.

Material Mineral Tanah Jarang 

Sementara logam tanah jarang berada di antara monazite. Material mineral tanah jarang disimpan di kawasan pengolahan bijih timah di Mentok, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung.

Mereka di sana tampak seperti bukit kecil berwarna hitam, dan disimpan di area objek vital kawasan timah.

“Kalau tadi sempat lihat tumpukannya, itu sebenarnya material mengandung mineral tanah jarang. Salah satunya dari proses selek dan lain-lain. Sekarang terkonsentrasi di peleburannya kami,” ujarnya.

Meski belum bisa dipasarkan karena keterbatasan regulasi pemerintah, PT Timah sudah sejak lama menyiapkan riset dan pengembangan untuk memproses logam tanah jarang. Proyek riset tersebut bahkan sudah berjalan selama sekitar satu dekade.

“Bukan baru mulai tahun ini, tapi risetnya sudah berjalan sekitar 10 tahun. Kami terus menjajaki kerja sama, baik dari sisi teknologi maupun riset,” kata Rendi.

Ia menjelaskan, mineral tanah jarang yang terdapat di dalam material hasil tambang PT Timah memiliki sekitar 15 unsur berbeda. Beberapa di antaranya bersifat dominan, seperti cerium, lanthanum, dan neodymium — unsur yang banyak digunakan dalam industri magnet permanen, kendaraan listrik, dan perangkat elektronik presisi.

“Mineral tanah jarang ini ada sekitar 15 unsur di dalamnya, beberapa memang dominan, sebagian kecil lainnya hadir dalam jumlah terbatas. Sekarang semua masih kami jaga sambil menunggu kesiapan regulasi dan teknologi untuk produksi,” ujarnya.

Selain menyimpan materialnya, PT Timah juga telah menyiapkan tahapan piloting untuk memproses mineral tanah jarang di tingkat laboratorium. Beberapa hasil risetnya bahkan sudah menghasilkan rare earth oxide (REO), yaitu bentuk oksida dari logam tanah jarang yang menjadi bahan dasar pengolahan lanjutan.

“Kalau sempat melihat display hasil risetnya, itu sudah ada contoh rare earth oxide atau ROH-nya yang masih teroksidasi. Itu hasil dari riset kami selama ini,” jelas Rendi.

Zircon, Ilmenite, dan Monazite

Rendi menegaskan bahwa meski pengolahan logam tanah jarang belum bisa dilakukan secara komersial, PT Timah tetap aktif melakukan riset dan penjajakan kerja sama dengan berbagai lembaga dan mitra strategis. Langkah ini menjadi persiapan jangka panjang agar ketika kebijakan dan teknologi sudah siap, perusahaan bisa langsung memulai produksi.

“Ke depan kami tetap melakukan penjajakan kerja sama, baik untuk teknologi maupun riset lanjutan. Jadi ketika regulasinya sudah siap dan teknologinya sudah tersedia, kami bisa langsung memulai produksinya,” ujar dia.

Di balik alur pemilahan bijih timah, tersimpan potensi besar dari mineral ikutan bernilai tinggi seperti zircon, ilmenite, dan monazite. Ketiga mineral ini bukan hanya hasil sampingan semata, tetapi juga mengandung unsur logam tanah jarang yang kini menjadi perhatian dunia karena perannya dalam industri berteknologi tinggi — mulai dari baterai kendaraan listrik, magnet permanen, chip semikonduktor, hingga panel surya.

Melihat proses memisahkannya, mineral-mineral ikutan ini berawal dari tahap pemrosesan bijih timah menggunakan alat yang disebut separator. Alat itu bekerja untuk memilah antara mineral yang bersifat magnetik dan non-magnetik. Pada tahap awal digunakan magnetic separator atau dikenal dengan MNES, yang memanfaatkan medan magnet untuk menarik mineral logam seperti besi, titanium, atau material lain yang memiliki sifat magnetis.

Dari tahap ini, dihasilkan beberapa fraksi seperti magnetic load, wing lift, dan load magnetic.

Setelah tahap pemisahan magnetik, proses dilanjutkan dengan menggunakan extension separator, alat yang bekerja berdasarkan prinsip kelistrikan. Tujuannya untuk memisahkan mineral yang dapat menghantarkan arus listrik (konduktor) dengan yang tidak (non-konduktor). Pada tahap inilah bijih timah mulai terpisah dari mineral ikutan seperti zircon, ilmenite, dan monazite. Dari hasil proses ini muncul tiga kelompok utama: konduktor, wing lift, dan non-konduktor. Fraksi konduktor umumnya mengandung unsur logam timah dan sebagian mineral tanah jarang, sementara fraksi non-konduktor banyak mengandung mineral non-logam seperti zircon dan material pendukung lainnya.

Proses ini tidak selesai dalam satu kali jalan. Untuk mendapatkan hasil yang benar-benar murni, bijih timah dan mineral ikutan harus melalui pemrosesan berulang hingga empat kali. Hal tersebut dilakukan agar setiap unsur mineral terpisah secara maksimal sesuai karakteristik fisik dan kimianya.

Magnet Permanen dan Perangkat Elektronik Modern

Dari hasil pengolahan tersebut, zircon menjadi salah satu mineral ikutan utama yang paling banyak ditemukan. Zircon banyak dimanfaatkan untuk bahan batu tahan api, keramik, dan industri pengecoran logam. Ilmenite, yang mengandung unsur besi (Fe) dan titanium (Ti), juga menjadi komoditas penting yang dapat diolah menjadi bahan baku pigmen titanium dioksida maupun logam titanium untuk industri pesawat dan otomotif. 

Sementara monazite merupakan mineral yang mengandung unsur logam tanah jarang seperti cerium (Ce), lanthanum (La), dan neodymium (Nd), yang menjadi bahan penting dalam pembuatan magnet permanen dan perangkat elektronik modern.

Hingga kini, pengolahan mineral ikutan tersebut di Indonesia masih dalam tahap pengembangan. Sementara pengolahan monazite masih berada di tahap penelitian karena kandungan radioaktif alaminya yang membutuhkan pengawasan ketat. Negara seperti China telah lebih maju dalam pemrosesan ilmenite dan monazite, dengan fasilitas industri yang mampu mengekstraksi logam titanium dan unsur tanah jarang secara komersial.

PT Timah sendiri masih memfokuskan kegiatan bisnisnya pada pengolahan logam timah sebagai produk utama. Meski demikian, perusahaan tetap menyimpan dan mencatat hasil ikutan seperti zircon, ilmenite, dan monazite sesuai ketentuan pemerintah. Mineral-mineral tersebut tidak dapat dibuang atau diperjualbelikan tanpa izin resmi, mengingat statusnya sebagai material strategis negara.

Di Indonesia, saat ini Kepulauan Bangka Belitung tercatat memiliki potensi kandungan logam tanah jarang mencapai sekitar 186.663 ton yang tersimpan dalam bentuk mineral monasit. Sementara itu, di Provinsi Sumatera Utara potensi serupa diperkirakan mencapai 19.917 ton. (*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".