KABARBURSA.COM – Pasar saham Indonesia sedang memasuki babak penting di semester kedua 2025. Setelah gelombang volatilitas mengguncang indeks, tiga saham bluechip yaitu BBCA, BBRI, dan TLKM, menjadi sorotan utama investor.
Ketiga saham ini belakangan menjadi penggerak indeks, yang mencerminkan bahwa pasar percaya terhadap arah ekonomi domestik. Meski begitu, peluang rebound dari masing-masing saham terlihat berbeda tajam.
Dari ketiganya, BBCA berdiri paling kokoh. Saham bank swasta terbesar ini menunjukkan daya tahan luar biasa setelah sempat terkoreksi ke level Rp7.500 pada awal Oktober. Tidak butuh waktu lama, BBCA bangkit hingga menembus Rp8.475.
Lonjakan tersebut bukan kebetulan. Ada aliran dana asing yang cukup deras, yaitu lebih dari Rp1 triliun, hanya dalam dua hari. Investor global tampaknya kembali memperlakukan BBCA sebagai “safe haven” di tengah pasar yang diliputi ketidakpastian geopolitik dan arah suku bunga.
Dengan rasio CASA di atas 80 persen, NPL di bawah 1 persen, serta pertumbuhan laba yang stabil di kisaran 8 persen year-on-year, BBCA tetap menjadi simbol efisiensi dan keandalan sektor perbankan nasional.
Valuasinya memang premium, dengan PBV sekitar 4,5 kali, tetapi pasar rela membayar mahal demi kestabilan. Jika tren pembelian asing berlanjut dan sentimen makro membaik, potensi kenaikan BBCA di semester kedua bisa mencapai 25 hingga 35 persen, menuju kisaran Rp10.800–Rp11.200.
Semua tanda menunjuk pada satu arah, yaitu BBCA berpeluang menjadi motor utama pemulihan IHSG tahun ini.
BBRI Jadi Kuda Hitam yang Menjanjikan
Di sisi lain, BBRI tampil sebagai kuda hitam yang tidak kalah menjanjikan. Saham bank pelat merah ini mulai memantul dari tekanan harga, naik dari Rp3.500 ke Rp3.780 dalam tiga hari perdagangan terakhir.
Meski kenaikannya lebih moderat, kekuatan fundamental BBRI menjadi alasan utama investor mempertahankan kepercayaan. Sebagai bank dengan akar paling dalam di sektor UMKM, BBRI terus memperluas dominasi digitalnya melalui aplikasi BRImo yang kini menembus lebih dari 40 juta pengguna aktif.
Pun sinergi dengan Pegadaian dan PNM dalam ekosistem ultra mikro, mempertegas posisi BBRI sebagai pilar ekonomi rakyat. Valuasi yang lebih rendah dari BBCA (PBV sekitar 2,5 kali) membuatnya menarik bagi investor jangka menengah, terutama dengan imbal hasil dividen yang stabil di kisaran 4–5 persen per tahun.
Dengan potensi harga menuju Rp4.700–Rp5.000, BBRI menjanjikan ruang kenaikan 20 hingga 25 persen, meski tekanan pada margin bunga akibat suku bunga tinggi masih bisa menjadi penahan langkah. Namun, dalam jangka menengah, BBRI tetap menjadi pilihan ideal bagi mereka yang mencari keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas pendapatan.
TLKM Masih Mencari Pijakan untuk Bangkit
Berbeda dengan dua bank besar tersebut, TLKM masih berjuang menemukan pijakan untuk bangkit. Setelah sempat melesat tajam ke Rp3.280, saham emiten telekomunikasi terbesar Indonesia ini kembali terkoreksi ke Rp3.130 pada perdagangan Rabu, 22 Oktober 2025.
Koreksi ini menunjukkan bahwa euforia pasar belum diikuti keyakinan fundamental. Transformasi besar yang sedang dilakukan, mulai dari restrukturisasi IndiHome ke Telkomsel, hingga investasi besar di infrastruktur digital, masih memakan banyak biaya.
Capex yang tinggi menekan margin laba bersih dan membuat kinerja kuartalannya belum sepenuhnya pulih. Meskipun valuasinya terlihat menarik dengan PER sekitar 12 kali, investor masih menunggu bukti nyata dari hasil restrukturisasi tersebut.
Jika kinerja keuangan mulai menunjukkan perbaikan pada laporan kuartal ketiga dan strategi digital Telkomsel mulai membuahkan hasil, TLKM berpeluang rebound menuju Rp3.400–Rp3.600. Artinya, saham ini memberikan potensi kenaikan terbatas di kisaran 8–15 persen.
Namun untuk saat ini, TLKM masih berada di posisi tertinggal dibanding dua bank besar yang sudah mulai mengumpulkan tenaga.
BBCA Juara, BBRI Bertahan, TLKM Tunggu Katalis Fundamental
Melihat ketiganya secara keseluruhan, peta kekuatan rebound di semester kedua ini menjadi semakin jelas. BBCA tampil sebagai pemimpin dengan kombinasi solid antara fundamental kuat, arus modal asing positif, dan kepercayaan investor yang tinggi.
BBRI mengikuti di belakangnya dengan daya tahan luar biasa, dukungan digitalisasi, serta potensi dividen yang konsisten. Sementara TLKM masih harus menunggu katalis fundamental untuk memulihkan sentimen pasar.
Dengan kondisi ekonomi domestik yang relatif stabil dan potensi penurunan suku bunga di akhir tahun, sektor perbankan berpeluang menjadi pendorong utama reli IHSG berikutnya.
Di tengah turbulensi global, pasar seakan mengirim pesan bahwa ketika volatilitas meningkat, uang cenderung mengalir ke nama-nama besar yang menawarkan kepastian. Dan dalam konteks itu, BBCA tampaknya sudah lebih dulu mengambil posisi di garis depan pemulihan.(*)
 
      