KABARBURSA.COM - Jepang menurunkan peringkat Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal pertama, sementara suasana bisnis sektor jasa memburuk pada Juni. Kekhawatiran atas kenaikan biaya telah mengimbangi peningkatan kepercayaan pabrik, menandakan lemahnya konsumsi.
Survei triwulanan 'tankan' menunjukkan perusahaan-perusahaan berencana meningkatkan belanja modal dan memproyeksikan inflasi akan tetap berada di sekitar target Bank of Japan sebesar dua persen di tahun-tahun mendatang. Hal ini menjaga ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga jangka pendek tetap hidup.
Temuan ini, yang muncul menjelang pertemuan kebijakan BOJ berikutnya pada 30 dan 31 Juli, memperumit keputusan BOJ mengenai seberapa cepat menaikkan suku bunga, kata para analis.
"Perbaikan dalam sentimen bisnis mungkin telah mencapai puncaknya, terutama bagi nonprodusen. Data ini tidak serta merta membantu BOJ untuk menaikkan suku bunga lebih awal," ujar Kepala Ekonom Daiwa Securities, Toru Suehiro, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 2 Juli 2024.
Namun, ekspektasi inflasi korporasi sedikit meningkat, yang kemungkinan menjaga ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga jangka pendek tetap hidup, tambahnya.
Penurunan peringkat data historis PDB Jepang yang jarang terjadi menunjukkan ekonomi menyusut lebih dari yang dilaporkan pada kuartal pertama, yang mungkin akan memaksa BOJ untuk memangkas perkiraan pertumbuhannya bulan ini.
Secara terpisah, survei tankan BOJ menunjukkan perusahaan-perusahaan sektor jasa kurang optimistis pada Juni dibandingkan dengan tiga bulan lalu. Pasar kerja yang ketat dan konsumsi yang lemah melemahkan sentimen.
Indeks sentimen non-produsen besar turun menjadi +33 di Juni dari +34 di Maret, sesuai dengan perkiraan pasar dan memburuk untuk pertama kalinya dalam dua tahun. Sebaliknya, indeks utama yang mengukur suasana hati produsen besar naik menjadi +13 di Juni dari +11 di Maret, melebihi perkiraan median pasar yaitu +12.
Pencapaian Target Inflasi
Gubernur bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), Kazua Ueda, menyatakan bahwa ia melihat potensi peningkatan pencapaian target inflasi di antara musim panas dan musim gugur, berdasarkan laporan dari surat kabar Asahi.
Dalam wawancara media pertamanya setelah BoJ menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2007 pada bulan Maret lalu, Ueda menyatakan bahwa kemungkinan tercapainya target tersebut akan meningkat. “Karena hasil pembicaraan tentang kenaikan upah musim semi secara bertahap tercermin dalam angka inflasi,” kata Ueda dikutip, beberapa bulan lalu.
Komentar tersebut menunjukkan bahwa BoJ ingin memastikan penyebaran kenaikan upah dan dampaknya terhadap harga jasa sebelum memutuskan untuk menaikkan suku bunga lagi. Ueda juga menegaskan pandangannya bahwa bank akan menanggapi pergerakan nilai tukar mata uang asing jika hal tersebut memengaruhi siklus baik upah dan pertumbuhan harga yang menjadi target bank dengan cara yang signifikan.
Setelah BoJ mengakhiri suku bunga negatif terakhir di dunia pada tanggal 19 Maret, nilai yen terus melemah. Sejak itu, para pejabat meningkatkan peringatan mereka mengenai kemungkinan intervensi mata uang. Yen turun ke level terendah sejak tahun 1990 pada minggu lalu.
Ueda mengatakan dalam wawancara yang sama bahwa ia mengakhiri program pelonggaran moneter skala besar BoJ karena kepastian untuk mencapai siklus yang baik telah meningkat menjadi 75 persen dan jika mencapai 80 persen atau 85 persen. “Hal itu akan menjadi faktor untuk menaikkan suku bunga lagi. BOJ menetapkan suku bunga acuannya dalam kisaran antara 0 persen dan 0,1 persen,” katanya.
Rengo, federasi serikat pekerja terbesar di Jepang, telah melaporkan kenaikan upah terbesar sejak tahun 1991 dalam negosiasi gaji tahunan. Kenaikan tersebut diperkirakan akan tercermin dalam upah dari awal tahun fiskal bulan ini hingga musim panas.
Suku Bunga Acuan
Pada Januari 2016, Jepang mengambil langkah drastis dengan menerapkan suku bunga negatif untuk pertama kalinya. Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuannya dari 0,1 persen menjadi -0,1 persen.
Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap deflasi yang telah berkepanjangan dan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. BoJ berharap bahwa suku bunga negatif akan mendorong bank-bank untuk lebih aktif dalam memberikan pinjaman, serta mendorong bisnis dan konsumen untuk meningkatkan investasi dan belanja.
Pada saat itu, Gubernur BoJ, Haruhiko Kuroda, menegaskan bahwa kebijakan moneter yang longgar akan tetap dipertahankan. Ia menyatakan dalam jumpa pers bahwa tidak ada rencana untuk menaikkan suku bunga saat itu.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.