Logo
>

Hemat Air di Industri: Target 300 Miliar Galon pada 2030

Ditulis oleh Syahrianto
Hemat Air di Industri: Target 300 Miliar Galon pada 2030

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Industri di dalam negeri ditargetkan bisa menghemat air hingga 300 miliar galon pada 2030. Hal tersebut untuk mengantisipasi berkurangnya pasokan air yang diperkirakan hingga mencapai 56 persen berdasarkan riset World Resources Institute.

    Presiden Direktur Ecolab Evan Jayawiyanto mengatakan, penghematan air dilakukan melalui pemanfaatan teknologi, yakni 3D Trasar. Teknologi ini mengoptimalkan sistem air industri melalui ekosistem teknologi pintar yang terhubung, bahan kimia yang terhubung, keahlian yang luas, dan wawasan yang dapat ditindaklanjuti.

    "Apabila disesuaikan dengan jumlah penduduk itu (300 miliar galon) setara satu miliar orang di seluruh dunia bisa menikmati air," ujar Evan Jayawiyanto di sela World Water Forum Ke-10 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, ditulis pada Jumat (24/5/2024).

    Menurutnya, air menjadi penggerak utama produksi semua jenis industri. Misalnya dalam manufaktur telepon pintar (ponsel) yang digunakan dalam proses pendinginan, pemanasan hingga reaksi kimia.

    Begitu juga industri otomotif, makanan, minyak dan gas juga membutuhkan komponen air sebagai penggerak utama produksi.

    Untuk memproduksi satu unit ponsel misalnya, kata dia, membutuhkan volume air yang tidak sedikit yakni sekitar 3.400 galon air.

    Dengan didukung teknologi, kontrol dan inovasi digital, dia menargetkan penggunaan air untuk produksi satu ponsel dapat diturunkan sebesar 10 persen sehingga menjadi sekitar 3.000 galon air.

    "Jadi, semakin bisa lebih efisien dan hemat air itu berdampak positif ke perusahaan karena hasil maksimal, produksi lebih banyak, biaya operasional bisa ditekan," paparnya.

    Tak hanya itu, penghematan penggunaan air juga berperan menurunkan emisi gas rumah kaca.

    Dia mencatat, pada 2023 Ecolab berkontribusi pada menghemat air oleh pelanggannya di sektor industri sebanyak 200 miliar galon atau setara 760 juta orang di dunia yang menikmati air.

    Sementara itu, pada World Water Forum Ke-10 di Nusa Dua, Bali, isu pengelolaan air menjadi salah satu topik tematik yang dibahas para praktisi dan delegasi.

    Pada sesi seminar bertajuk tantangan dan kesempatan untuk mengaplikasikan pengelolaan air pintar, dari konsep ke praktik global di sela World Water Forum ke-10 pada Senin (20/5/2024), perwakilan Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) James Dalton mengungkapkan lebih dari 10 persen emisi berkaitan langsung dengan pengelolaan air.

    "Sehingga, ada kesempatan yang besar dalam pasar teknologi inovasi untuk menurunkan emisi," katanya.

    Krisis Air Bersih

    Di samping itu, Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali mengungkapkan dampak perubahan iklim yang semakin terasa membuat infrastruktur dan akses terhadap air bersih menjadi kebutuhan mendesak. Proyeksi pada tahun 2050 menunjukkan bahwa sekitar 9,5 miliar penduduk dunia akan menghadapi krisis air bersih.

    Ketidakcukupan air bersih ini akan semakin mendesak meningkatkan kebutuhan akan sanitasi dan upaya penanggulangan banjir seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.

    “Upaya konkret diperlukan untuk mengatasi kesenjangan finansial dalam pendanaan proyek air bersih, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain,” diungkapkan Firdaus dalam Workshop Sustainable Water Finance.

    Firdaus mengajukan gagasan pembentukan Global Water Fund sebagai solusi untuk menghadapi tantangan utama dalam pendanaan proyek air, mencakup tidak hanya Indonesia tetapi juga lingkup global.

    “Pentingnya solusi inovatif menjadi sorotan, di mana Global Water Fund diharapkan menjadi wadah pendanaan yang berkelanjutan. Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi tantangan dalam isu air bersih dan sanitasi,” kata dia.

    Firdaus dengan tegas menyatakan bahwa tanpa adanya inovasi, penyelesaian masalah terkait air bersih menjadi mustahil, terutama dalam hal mendanai infrastruktur pendukung penyediaan air bersih.

    “Solusi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam menjawab ancaman kekurangan air bersih yang semakin nyata akibat perubahan iklim,” ujarnya.

    Air Minum Perpipaan

    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membutuhkan sekitar Rp123 triliun untuk mencapai target 30 persen air minum perpipaan 2030.

    “Kalau fokus di air minum saja, ya, itu untuk naikin 10 persen, itu butuhnya Rp123 triliun. Untuk naikin 10 persen perpipaan,” ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna dikutip Kamis, 23 Mei 2024.

    Herry memaparkan bahwa progres air minum perpipaan Indonesia saat ini berada di angka 19,45 persen. Untuk mencapai target 30 persen air minum perpipaan sebagaimana yang termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, dibutuhkan peningkatan sebesar 10 persen.

    “Kalau menuju 100 persen kan masih 80 persen yang harus kita kejar. Nah, tadi 10 persen butuh Rp123,4 triliun. Jadi, kalau mau naikin segitu (80 persen), tinggal dikalikan saja kebutuhannya,” kata Herry.

    Oleh karena itu, Herry menekankan pentingnya mendukung usulan Global Water Fund yang disuarakan oleh Indonesia dalam World Water Forum Ke-10. Menurut dia, sulit bagi negara-negara berkembang untuk merealisasikan proyek-proyek besar mereka terkait akses terhadap air.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.