KABARBURSA.COM-Sorotan terhadap kebijakan hilirisasi mineral yang diusung oleh Indonesia kembali memunculkan diskusi di kalangan media asing. Kali ini, larangan ekspor bijih nikel yang tegas ditegakkan oleh pemerintah mendapat perhatian khusus, dengan dugaan bahwa kebijakan ini mungkin memiliki dampak yang lebih luas dan kompleks.
Wall Street Journal (WSJ) melaporkan pada Senin bahwa Indonesia telah memberlakukan larangan signifikan terhadap ekspor nikel mentah. Ini berarti, perusahaan yang ingin menggunakan sumber daya mineral ini, terutama untuk baterai kendaraan listrik, harus membangun fasilitas pemrosesan di dalam negeri.
Namun, implementasi kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah ini memunculkan dilema lingkungan. Penggunaan batu bara, yang dianggap sebagai sumber energi yang lebih berpolusi, untuk pembangkit listrik guna mendukung fasilitas pemrosesan nikel, juga meningkat.
WSJ mengutip laporan dari Climate Rights International, sebuah kelompok lingkungan dari AS, yang menyatakan bahwa penggunaan batu bara dalam industri nikel di Maluku akan menghasilkan lebih banyak emisi daripada negara seperti Spanyol atau Brasil.
Perdebatan seputar kebijakan ini mencuat di berbagai forum, termasuk dalam debat politik, di mana calon Wakil Presiden Muhaimin Iskandar menyuarakan kekhawatiran akan dampak negatifnya terhadap lingkungan dan masyarakat.
Tidak hanya dalam ranah domestik, kebijakan hilirisasi juga memunculkan perbincangan di tingkat internasional. Beberapa calon presiden, termasuk Prabowo Subianto, telah menyatakan dukungan mereka terhadap kebijakan hilirisasi, sementara yang lain, seperti Prabowo, lebih mendukung ekspor baterai kendaraan listrik daripada nikel mentah.
Tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah reputasi "nikel kotor" yang dapat memengaruhi potensi ekonominya di pasar global. Surat penolakan dari sembilan senator AS terhadap perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia menyoroti keprihatinan atas masalah lingkungan dan keselamatan.
Selain itu, keputusan untuk fokus pada nikel juga menimbulkan pertanyaan apakah hal ini sejalan dengan visi hilirisasi yang diperjuangkan oleh Presiden Joko Widodo.
Meskipun Jokowi ingin menarik investasi ke sektor manufaktur yang bernilai lebih tinggi, hingga saat ini belum terlihat tanda-tanda yang menunjukkan kehadiran produsen kendaraan listrik besar seperti Tesla di Indonesia.
Meskipun demikian, langkah-langkah pemerintah untuk membatasi dampak lingkungan telah diambil, seperti larangan pembuangan limbah tambang ke laut dan upaya untuk beralih ke pembangkit listrik tenaga air sebagai alternatif untuk mengurangi penggunaan batu bara.
Meskipun kontroversi dan tantangan yang dihadapi, kebijakan hilirisasi nikel Indonesia telah membawa dampak positif dalam peningkatan investasi dan kapasitas pengolahan mineral.
Meskipun demikian, perjalanan menuju pemenuhan harapan yang lebih besar untuk industri nikel dan kendaraan listrik masih membutuhkan langkah-langkah lebih lanjut.