KABARBURSA.COM - Menurut proyeksi yang dilakukan oleh Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), potensi ekonomi kurban di Indonesia tahun ini diperkirakan mencapai Rp28,2 triliun. Angka tersebut didasarkan pada partisipasi sebanyak 2,16 juta pekurban (shahibul qurban).
Proyeksi ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana pada 2023 potensi ekonomi kurban senilai Rp24,5 triliun dari partisipasi 2,08 juta orang pekurban. Artinya, terjadi peningkatan sekitar 80.000 pekurban dalam kurun waktu satu tahun.
Proyeksi tersebut mencerminkan kontribusi yang signifikan dari tradisi kurban terhadap perekonomian Indonesia. Setiap tahun, umat Muslim di Indonesia mengadakan kurban sebagai bagian dari ibadah yang juga memiliki dampak ekonomi positif melalui peningkatan konsumsi daging sapi dan kambing, serta aktivitas ekonomi terkait seperti penjualan hewan kurban, pemotongan, dan distribusi daging.
Dampak ekonomi dari pelaksanaan kurban tidak hanya terbatas pada sektor pertanian dan peternakan, tetapi juga membawa manfaat ekonomi sosial bagi masyarakat, seperti peningkatan kesejahteraan bagi peternak hewan kurban dan pemberdayaan ekonomi lokal di berbagai daerah di Indonesia.
Peningkatan jumlah pekurban dari tahun ke tahun juga mencerminkan ketahanan ekonomi masyarakat terhadap fluktuasi harga daging dan kondisi ekonomi secara umum. Dengan demikian, pelaksanaan kurban tidak hanya memperkuat dimensi keagamaan dan sosial, tetapi juga memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Indonesia.
“Dari 2,16 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban, kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,21 juta ekor, sedangkan sapi-kerbau sekitar 587.000 ekor,” kata Peneliti IDEAS Tira Mutiara, Kamis, 13 Juni 2024.
Menurut Tira, terdapat fenomena kontradiktif dalam partisipasi kurban di Indonesia. Di satu sisi, terjadi penurunan jumlah pekurban dari masyarakat kelas menengah, khususnya dalam kategori kambing-domba dengan berat 20-40 kg per ekor.
Data menunjukkan penurunan sekitar tujuh persen dari 734.000 menjadi 709.000 pekurban di kelompok ini. Penurunan ini disebabkan oleh kondisi ekonomi yang sulit, termasuk fenomena seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tingkat pengangguran yang tinggi, yang mempengaruhi daya beli dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kurban.
Di sisi lain, terjadi peningkatan signifikan jumlah pekurban sapi-kerbau dengan berat sekitar 750 kg per ekor. Jumlah pekurban dalam kategori ini naik sekitar 21 persen, dari 63.900 menjadi 77.600 pekurban. Tira menyebut bahwa kebanyakan dari pekurban dalam kategori ini berasal dari masyarakat kelas terkaya. Fenomena ini mencerminkan adanya kesenjangan ekonomi yang semakin dalam dan ekstrem di Indonesia, di mana masyarakat kelas terkaya mampu untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam kurban, sementara masyarakat kelas menengah mengalami kesulitan ekonomi yang membatasi kemampuan mereka untuk melakukannya.
Perbedaan ini menyoroti tantangan dalam memastikan distribusi ekonomi yang lebih merata dan adil di masyarakat, serta pentingnya kebijakan yang mendukung inklusi ekonomi bagi semua lapisan masyarakat. Upaya untuk mengatasi kesenjangan ekonomi ini harus menjadi prioritas dalam upaya pembangunan nasional untuk memastikan bahwa setiap warga negara Indonesia dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara adil dan berkelanjutan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.