Logo
>

IHSG bakal Menjadi 'Korban Berikutnya' dari Tensi Global

IHSG terancam melemah tajam setelah libur lebaran akibat kombinasi tiga sentimen global

Ditulis oleh Hutama Prayoga
IHSG bakal Menjadi 'Korban Berikutnya' dari Tensi Global
Layar utama Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di main hall Bursa Efek Indonesia (BEI). (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Tiga tekanan besar dari luar negeri siap menyergap kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat pembukaan perdagangan Selasa, 8 April 2025, usai rehat panjang lebaran Idulfitri 1446 Hijriah. Dari kebijakan proteksionis Amerika Serikat (AS), anjloknya harga komoditas, hingga sinyal resesi dari bank sentral AS, semua bersatu dalam satu benang merah: ketidakpastian global yang makin tebal.

    “Sepanjang Bursa Efek Indonesia libur Lebaran, terjadi disrupsi di pasar saham global dengan beberapa sentimen,” kata VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, kepada Kabarbursa.com, Senin, 7 April 2025.

    Pertama adalah keputusan mengejutkan dari Presiden AS, Donald Trump, yang mengumumkan tarif dasar 10 persen untuk semua impor dan tarif tambahan berdasarkan defisit perdagangan. Indonesia, yang tercatat memiliki surplus perdagangan nonmigas tebesar dengan AS, sebesar USD16,84 miliar dari total surplus tahun 2024 sebesar USD31,04 miliar, ikut kena getahnya.

    Karena itu, Trump menjatuhkan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32 persen. "Surplus perdagangan non-migas terbesar Indonesia adalah dengan AS sehingga sentimen ini akan berdampak signifikan terhadap produsen ekspor, seperti CAD (defisit transaksi berjalan) membengkak hingga depresiasi rupiah," ujar Audi.

    Dengan skema tarif baru, ekspor Indonesia ke AS terancam kompetitivitasnya, memicu potensi CAD dan tekanan di pasar valas. Ini bisa menjadi pemicu pelemahan IHSG, terutama sektor manufaktur dan barang konsumsi ekspor. 

    Masalah tak berhenti di sana. Pasar komoditas global juga sedang dilanda badai. OPEC+ menyatakan rencana menaikkan produksi hingga 440.000 barel per hari mulai Mei 2025, yang langsung menyeret harga minyak turun. Harga-harga komoditas unggulan Indonesia pun ikut tertekan.

    Audi membeberkan, harga komoditas andalan Indonesia juga tertekan. "Seperti batu bara (coal) yang bergerak ke level USD97 per ton, tembaga yang drop 9 persen, crude palm oil (CPO) yang kembali bergerak ke bawah MYR4.300 per ton, dan nikel yang anjlok ke bawah level psikologis USD15.000 per ton," beber dia.

    Pelemahan ini bisa memukul sektor energi, pertambangan, dan agribisnis di bursa, yang selama ini jadi tulang punggung performa IHSG. 

    Terakhir, pidato Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memberi sinyal kekhawatiran soal perlambatan ekonomi dan tekanan inflasi di AS. Nada hawkish The Fed ini membuka potensi kenaikan suku bunga lebih lanjut, yang bisa memperburuk arus modal keluar dari emerging markets, termasuk Indonesia. 

    "Sehingga dikhawatirkan hal ini akan menaikkan potensi gejolak ekonomi global," tutur Audi. 

    Melihat tumpukan sentimen tersebut, Audi memandang pasar akan membuka perdagangan dengan tekanan kuat sebagai dampak dari tiga sentimen tersebut.

    Ia memperkirakan, IHSG akan bergerak cenderung melemah di tengah tekanan dengan support psikologis direntang 6.000-6.100 dan resistance direntang level 6.600-6.670. 

    "Bahkan jika Selasa, 8 April 2025, IHSG breakdown psikologis support, maka kami melihat skenario bearish hingga level 5.700-5.750. Tekanan asing juga berpotensi berlanjut seiring meningkatnya ketidakpastian ekonomi," terangnya. 

    Nikkei Sudah Terpukul Lebih Dulu 

    Diberitakan sebelumnya oleh Kabarbursa.com, indeks saham acuan Jepang, Nikkei 225, anjlok hampir 9 persen ke level 30.629,50 pada perdagangan Senin, 7 April 2025 menyentuh titik terendah sejak November 2023. 

    Koreksi tajam ini dipicu oleh pengumuman tarif impor baru dari Presiden AS Donald Trump, termasuk pungutan 25 persen terhadap mobil dan suku cadang otomotif, yang menjadi pukulan telak bagi Jepang—negara dengan ekonomi berbasis ekspor.

    Seperti dilansir Investing, hingga pukul 08.05 WIB, indeks Nikkei masih melemah 6,5 persen ke 31.615,20, melanjutkan tren negatif setelah merosot lebih dari 9 persen sepanjang pekan lalu, terutama akibat tekanan di sektor perbankan.

    Indeks TOPIX, yang mencerminkan pergerakan saham yang lebih luas, juga tertekan lebih dari 8 persen pada hari yang sama.

    Sektor perbankan Jepang mengalami tekanan hebat di tengah gejolak pasar. Saham Japan Post Bank Co Ltd merosot lebih dari 11 persen, sementara Mitsubishi UFJ Financial terjungkal hingga 13 persen. 

    Tak jauh berbeda, Sumitomo Mitsui Financial juga anjlok lebih dari 12 persen, dan Mizuho Financial Group harus rela kehilangan lebih dari 10 persen nilai sahamnya. Keempat bank besar ini menjadi korban paling mencolok dari kekhawatiran pasar terhadap dampak tarif baru yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi Jepang secara menyeluruh.

    Tekanan pasar muncul setelah Trump, pada 2 April 2025, mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran untuk membentuk ulang lanskap perdagangan global. Ia memberlakukan tarif dasar 10 persen pada semua barang impor, serta tarif timbal balik agresif yang mulai berlaku 9 April 2025. 

    Termasuk di antaranya, pengenaan kembali tarif 25 persen untuk mobil dan suku cadang impor—kebijakan yang secara langsung menyasar industri otomotif Jepang.

    "Ini bukan hanya perang dagang. Ini adalah rekonstruksi ulang arsitektur perdagangan global," kata analis Bloomberg Economics dalam laporannya, seraya menambahkan bahwa pasar bereaksi seolah-olah "era globalisasi resmi diparkir di garasi"​.

    Sebagai negara yang sangat bergantung pada ekspor, terutama di sektor otomotif, teknologi, dan manufaktur industri, Jepang berada dalam posisi yang sangat rentan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.