Logo
>

IHSG Berisiko Turun, Pola Doji Jadi Sinyal Awal

Pola doji yang muncul pekan lalu menandakan potensi koreksi lanjutan IHSG. Samuel Sekuritas menyebut level 6.750–6.700 jadi area kritis.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
IHSG Berisiko Turun, Pola Doji Jadi Sinyal Awal
Ilustrasi: IHSG berisiko turun setelah membentuk pola doji. SSI perkirakan koreksi ke 6.700, sektor keuangan dan teknologi kehilangan momentum. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM- Pola teknikal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Pekan lalu, IHSG membentuk pola doji dan gagal bertahan di atas garis psikologis 6.900, membuka peluang koreksi ke rentang 6.750–6.700.

Senior Chief Economist di Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan pola doji ini bisa menandai perubahan tren sejak April. “Pelemahan ini menjadi sinyal penting bahwa investor mulai bersikap lebih hati-hati, terutama karena sektor-sektor yang sebelumnya mendorong indeks seperti keuangan, industri dasar, dan teknologi kini kehilangan momentum,” ujarnya dalam riset mingguan, Rabu, 14 Mei 2025.

Sektor-sektor yang sebelumnya memimpin seperti keuangan (IDXFin), industri dasar (IDXIndus), dan teknologi (IDXTech) kini dinilai mulai kehilangan momentum, sementara sektor lain menunjukkan penguatan namun belum cukup kuat mengangkat indeks secara keseluruhan.

Indeks Dolar AS (USD Index) kembali melanjutkan tren kenaikan dan telah menembus level resistance penting, membuka potensi menuju area 104,0. Menurut Fithra, ini menunjukkan masih kuatnya permintaan terhadap Dolar AS di tengah ketidakpastian arah kebijakan moneter pasca-pemulihan ekonomi AS.

Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga meningkat melampaui 4,35 persen, dan diperkirakan menguat ke kisaran 4,54 hingga 4,6 persen. Kenaikan ini menjadi sinyal bahwa tekanan terhadap aset berisiko, terutama di negara berkembang, belum akan reda.

Sementara itu, harga emas yang belum mampu menembus level USD 3430 per troy ounce membuka peluang koreksi lanjutan ke level USD3.094 – 2.980. Harga minyak Brent pun cenderung tertahan di resistance USD65,88 – 68,85 per barel setelah rebound, memperlihatkan rentannya sentimen pasar terhadap faktor geopolitik dan suplai global.

Rupiah dan Obligasi Masih Beri Harapan


Di tengah tekanan eksternal, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS pekan ini diperkirakan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat. Fithra menyebut selama tidak menembus Rp16.650, potensi penguatan menuju Rp16.135 tetap terbuka, dengan dukungan teknikal di Rp16.250.

Di sisi lain, indikator risiko Indonesia juga membaik. Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun melanjutkan penurunan tajam dan kini mendekati area 83–87 poin, setelah koreksi dari kenaikan Februari hingga April. Ini menandakan persepsi risiko terhadap Indonesia sedang menurun.

Obligasi pemerintah (SUN) tenor 10 tahun pekan lalu membentuk pola doji pada support tren jangka menengah sejak Oktober 2024, yang menurut Fithra berpotensi menjadi titik balik yield menuju kisaran 6,75–6,96 persen.

Fithra mengatakan arah pasar pekan ini akan sangat bergantung pada respons terhadap data makro lanjutan dan dinamika global, termasuk kebijakan suku bunga AS serta fluktuasi harga komoditas. Ia merekomendasikan investor untuk memperhatikan aset pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah sebagai alternatif defensif, sambil memantau sektor yang belum kehilangan momentum.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 tercatat hanya 4,87 persen secara tahunan (year-on-year), di bawah ekspektasi pasar dan menjadi yang terlemah sejak kuartal III 2021. Realisasi tersebut dinilai meleset dari proyeksi SSI yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 4,93 persen. Secara kuartalan, ekonomi bahkan mengalami kontraksi sebesar 0,98 persen.

Dalam laporan riset mingguannya menjelaskan penurunan tersebut dipicu oleh lambatnya penyerapan anggaran, penurunan output industri manufaktur, serta anjloknya konsumsi pemerintah yang tercatat minus 40 persen secara kuartalan. Hal ini menunjukkan pemulihan ekonomi nasional masih dibayangi kelemahan struktural dan tantangan koordinasi kebijakan.

“Ini bukan sekadar perlambatan siklus, tapi cerminan dari lemahnya koordinasi fiskal dan eksekusi program. Jika belanja pemerintah tak segera digenjot, risiko stagnasi akan meningkat,” kata Fithra.

Di sektor industri, sinyal perlambatan juga semakin nyata. Indeks Manufaktur (PMI) Indonesia pada April 2025 anjlok ke level 46,7, menandakan kontraksi terdalam sejak pandemi. Sementara itu, indeks kepercayaan konsumen (IKK) memang naik tipis ke 121,7, namun indikator ekspektasi masa depan justru melemah, mengindikasikan rapuhnya optimisme rumah tangga.

Dalam laporannya, Fithra juga menyoroti tekanan terhadap nilai tukar Rupiah yang memaksa Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi. Cadangan devisa Indonesia turun sebesar USD4,6 miliar menjadi USD152,5 miliar pada akhir April. BI diperkirakan menggelontorkan sekitar USD2 miliar untuk meredam gejolak rupiah. Meski demikian, rasio kecukupan cadangan masih terjaga di 6,4 bulan impor.

“Stabilitas nilai tukar menjadi prioritas jangka pendek, tapi jangan sampai mengganggu ruang kebijakan jangka menengah. BI harus tetap waspada terhadap potensi outflow akibat ketidakpastian suku bunga global,” jelas Fithra.

Menilai kinerja 200 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Fithra mengapresiasi inisiatif besar seperti program makan bergizi gratis (MBG), pendirian sovereign wealth fund Danantara, dan rencana pembentukan Bullion Bank. Namun realisasi masih jauh dari target. Hanya 4 persen dari target MBG yang sudah terealisasi, sementara proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) belum menunjukkan kemajuan berarti.

“Visi besar itu perlu ditopang dengan eksekusi yang solid. Tanpa reformasi kelembagaan dan tata kelola, program strategis hanya akan menjadi slogan,” ujarnya.

Meski demikian, SSI tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 4,8 persen untuk 2025, dengan asumsi percepatan belanja fiskal pada kuartal kedua, konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia, dan kepastian penunjukan menteri serta Gubernur BI baru.

Kuncinya ada di percepatan fiskal dan stabilitas kelembagaan. "Kalau itu tercapai, ekonomi bisa kembali ke jalur 5 persen. Tapi kalau tidak, risiko ke bawah akan makin besar,”  ujar dia.

Menurut data Weekly Economic Insights – 1st Week of May 2025 pekan pertama Mei 2025 menandai rapuhnya fondasi ekonomi Indonesia di tengah serangkaian indikator yang memburuk. Pertumbuhan PDB, kinerja industri, hingga cadangan devisa menunjukkan tekanan berlapis, sementara inisiatif kebijakan jangka panjang justru menghadapi tantangan eksekusi di tengah dinamika politik dan ketidakpastian suksesi kepemimpinan.

Cadangan devisa Indonesia pada April 2025 turun drastis sebesar USD 4.6 miliar, menjadi USD 152.5miliar. Diperkirakan USD2 miliar digunakan oleh Bank Indonesia untuk menstabilkan Rupiah yang tertekan oleh penguatan Dolar AS dan ketidakpastian global terkait arah kebijakan Trump. Walau demikian, posisi cadangan devisa masih aman di 6.4 bulan impor, di atas ambang batas amanInternational Monetary FundatauIMF.

Pemerintah meluncurkan dua inisiatif kelembagaan besar: Badan Pengelola Investasi Danantara dan Bullion Bank, dengan harapan mendorong investasi jangka panjang dan inklusi keuangan berbasis emas. Danantara menargetkan dividen awal Rp100 triliun, dan telah mengundang tokoh global seperti Ray Dalio dan Jeffrey Sachs dalam townhall tata kelola. Sementara Bullion Bank, hasil kolaborasi BSI dan Pegadaian, diharapkan menciptakan 800 ribu lapangan kerja dan menambah 0.15 persen terhadap PDB.

Namun di lapangan, progres program prioritas seperti Makanan Bergizi Gratis (MBG) masih sangat lambat. Dari target 82,9 juta penerima, baru 3,3 juta yang terealisasi hingga April. (*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".