Logo
>

IHSG Berpotensi Uji Resistance 6.900–6.950: Selektif!

IHSG pekan ini diprediksi berada di kisaran resistance di kisaran level 6.900–6.950.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
IHSG Berpotensi Uji Resistance 6.900–6.950: Selektif!
Hall Bursa Efek Indonesia di Bilangan SCBD, Jakarta Selatan. Foto: KabarBursa/Abbas

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan masih berpeluang melanjutkan penguatan pada pekan ini setelah pekan lalu berhasil rebound dan kembali menembus level psikologis 6.800.

    Kendati demikian, pergerakan indeks diproyeksikan akan diwarnai volatilitas tinggi seiring penantian data inflasi global serta arah kebijakan suku bunga The Fed.

    "Secara teknikal, IHSG menunjukkan sinyal rebound yang cukup kuat dan berhasil keluar dari tekanan di bawah 6.800. Jika sentimen eksternal membaik dan capital inflow berlanjut, kami melihat peluang IHSG untuk menguji resistance di kisaran 6.900–6.950 cukup terbuka," ujar Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan saat dihubungi KabarBursa.com melalui pesan singkat pada Selasa, 6 Mei 2025.

    David menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi pergerakan IHSG saat ini. Di antaranya adalah arah kebijakan The Fed dan pergerakan yield obligasi AS yang menjadi acuan utama pasar global. Selain itu, rilis laporan keuangan kuartal I 2025 dari emiten-emiten domestik turut menjadi katalis penting yang memengaruhi sentimen investor. 

    "Arah aliran dana asing yang mulai kembali masuk dan harga komoditas—terutama batu bara serta CPO—masih menjadi penopang utama sektor energi dan agribisnis," tambahnya.

    Untuk peluang investasi, David merekomendasikan beberapa saham yang dinilai berpotensi mencatat kinerja positif. 

    "BMRI di sektor perbankan tetap menarik karena fundamentalnya defensif dan mencetak laba yang solid. Sementara di sektor tambang, MDKA dan ANTM memiliki prospek cerah seiring ekspektasi penguatan harga emas dan nikel. Untuk sektor yang lebih tahan gejolak, ACES dan MIKA patut diperhatikan," ucap dia.

    Di sisi produk reksa dana, IPOT merekomendasikan Reksa Dana PFS XIIF yang berbasis emiten perbankan dengan laporan keuangan kuat sebagai opsi bagi investor yang ingin tetap bertahan di pasar dengan risiko moderat.

    David juga memberikan saran bagi investor menghadapi volatilitas pasar pekan ini. 

    "Kami menyarankan agar investor tetap disiplin dalam mengelola portofolio dan menerapkan diversifikasi. Bagi investor agresif, momentum teknikal ini bisa dimanfaatkan untuk akumulasi bertahap. Sedangkan untuk investor konservatif, reksa dana dengan profil risiko moderat tetap menjadi pilihan sambil memantau perkembangan katalis global," ucap dia.

    Memasuki bulan Mei pasar modal diisukan dengan maraknya investor yang meninggalkan investasinya atau melakukan Sell in May and Go Away. Namun istilah ini ternyata hanya terkenal di kalangan barat. 

    Terkait fenomena Sell in May and Go Away, David menilai hal tersebut tidak sepenuhnya berlaku di pasar Indonesia. "Memang secara historis ada kecenderungan tersebut di pasar global, tapi di Indonesia peluang cuan tetap terbuka, apalagi dengan kondisi makroekonomi domestik yang relatif stabil. Kuncinya adalah tetap aktif dan adaptif dalam menyusun strategi investasi," ujar dia.

    Diberitakan sebelumnya, istilah Sell in May and Go Away kembali mencuat di kalangan pelaku pasar modal seiring memasuki bulan kelima tahun ini. Ungkapan legendaris tersebut merujuk pada strategi investasi yang menyarankan investor untuk menjual saham mereka pada bulan Mei dan kembali masuk pasar pada periode November, dengan asumsi bahwa performa pasar cenderung melemah selama musim panas di belahan bumi barat.

    Strategi ini didasarkan pada pola historis di mana pasar saham cenderung mengalami kinerja yang lebih buruk selama musim panas atau Mei hingga Oktober dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Namun khusus untuk Eropa.

    Asal-usulnya terkait dengan kebiasaan investor di Eropa dan Amerika yang mengurangi aktivitas perdagangan mereka selama bulan-bulan musim panas, terutama karena banyak dari mereka yang berlibur. Meskipun ada tren yang menunjukkan bahwa pasar memang sering mengalami penurunan atau stagnasi selama periode ini, penting untuk dicatat bahwa sell in May and go away tidak selalu sesuai prediksi.

    Fenomena ini berakar dari pola historis yang diamati di bursa global, di mana return saham cenderung lebih rendah pada periode Mei hingga Oktober dibandingkan November hingga April.

    Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam Financial Services Review menganalisis efektivitas strategi Sell in May bagi investor ritel di pasar Amerika Serikat. Penelitian tersebut memfokuskan kajiannya pada empat reksa dana yang tersedia secara luas sejak tahun 1986 hingga 2016, yakni Vanguard 500 Index Fund (Large-Cap), Clearbridge Small-Cap Fund, Dreyfus Mid-Cap Fund, dan Vanguard Wellesley Income Fund (Balanced Fund).

    Head of IPOT Fund, Dody Mardiansyah, sebelumnya telah mengulas fenomena ini. Ia menjelaskan masa tersebut secara tradisional dianggap kurang bergairah dibandingkan dengan paruh tahun lainnya, yakni dari November hingga April.

    Dody memiliki pandangan tersendiri yakni lanskap pasar global saat ini telah berubah karakteristiknya.

    "Kita tengah berlayar di tengah samudra volatilitas yang tinggi, sebuah kondisi yang dipicu oleh serangkaian faktor kompleks dan saling terkait. Ketidakpastian ekonomi global yang meliputi perlambatan pertumbuhan di berbagai negara dan ancaman resesi, kebijakan moneter yang dinamis dari bank-bank sentral di seluruh dunia serta tensi geopolitik yang terus membara, semuanya berkontribusi pada kegelisahan pasar," kata Dody melalui keterangan resminya yang diterima KabarBursa.com, dikutip Minggu, 4 Mei 2025

    Menurut dia, menyikapi fenomena Sell in May and Go Away membutuhkan pendekatan yang lebih hati-hati dan tidak dogmatis. Ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menginterpretasikan dan mengaplikasikan strategi ini di tengah ketidakpastian pasar.

    "Meskipun catatan historis memang menunjukkan adanya pola musiman tertentu di beberapa pasar, investor tidak boleh serta-merta mengambil keputusan investasi hanya berdasarkan istilah Sell in May," tutur dia.

    Dody mengatakan, kondisi saat ini menuntut analis lebih dalam lagi membaca gejolak dan responsif terhadap perubahan yang terjadi.

    Ia juga menyarankan agar investor menerapkan manajemen risiko yang disiplin. Diversifikasi portofolio serta alokasi aset yang sesuai dengan profil risiko masing-masing dinilai menjadi langkah penting untuk memitigasi risiko pasar yang bergejolak.

    Dody mengingatkan bahwa karakteristik pasar saham Indonesia mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan pola historis di negara-negara maju. Oleh karena itu, investor perlu menganalisis secara spesifik kondisi dan tren pasar lokal sebelum memutuskan strategi investasi.

    "Keputusan investasi yang ideal bisa difokuskan dengan tujuan keuangan pribadi, profil risiko pribadi, pemahaman mendalam baik mengenai pasar maupun mengenai keputusan yang akan ditentukan. Mengandalkan adagium pasar semata tanpa mempertimbangkan konteks dan kondisi pasar terkini dapat berpotensi merugikan,” jelasnya.

    Di tengah ketidakpastian saat ini, Dody juga menyoroti opsi parkir dana sementara. Rekening Dana Nasabah (RDN) maupun deposito memang dianggap aman, namun memiliki keterbatasan. Dana di RDN hanya menghasilkan bunga kecil, sementara deposito menawarkan return lebih tinggi sekitar 3-4 persen per tahun tetapi dengan pemotongan pajak dan penalti jika dicairkan sebelum jatuh tempo.

    Sebagai alternatif, Dody merekomendasikan Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) yang memiliki fleksibilitas lebih tinggi. Selain bisa dicairkan kapan saja tanpa penalti, RDPU juga dikelola secara profesional dan umumnya menawarkan return lebih menarik dibanding RDN dan deposito.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".