KABARBURSA.COM– Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus level psikologis 8.100 pada akhir perdagangan pekan lalu dan menutup pekan di 8.099 atau menguat sekitar 0,60 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Level tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah dengan sempat menyentuh 8.168 pada 24 September 2025. Meski indeks menguat, investor asing tercatat membukukan penjualan bersih sebesar Rp1 triliun di pasar reguler, menandakan investor lokal mendominasi sentimen penguatan pasar.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan mengatakan, kenaikan IHSG kali ini mendapat dukungan dari dua faktor utama. Pertama, optimisme pasar terhadap potensi penurunan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang mendorong arus dana ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kedua, tercapainya kesepakatan dagang Indonesia-Uni Eropa terkait pemangkasan tarif hingga 80 persen produk ekspor RI mulai 2027 yang membuka peluang perdagangan jangka panjang. Sentimen positif juga datang dari harga emas spot dunia yang mencapai rekor tertinggi sekitar USD3.759 per troy ounce.
“Sentimen global dan domestik memberi katalis positif untuk IHSG, termasuk stabilitas Rupiah yang dijaga Bank Indonesia,” kata David dalam keterangan tertulis yang diterima KabarBursa.com pada Senin, 29 September 2025. Ia memprediksi penguatan akan kembali berlanjut.
“Jika konsisten, tren bullish jangka pendek berpeluang berlanjut,” ujarnya.
Dari dalam negeri, pasar juga diguncang kabar force majeure di tambang Grasberg milik PT Freeport Indonesia akibat bencana lumpur yang menghentikan operasi tembaga dan emas.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian jangka pendek pada sektor pertambangan. Namun, sentimen positif lebih dominan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk 2026 tidak naik, memberi napas bagi industri rokok.
Menurut David, ada dua sentimen penting yang wajib dipantau pada pekan 29 September–3 Oktober 2025, yakni kebijakan fiskal dan kepemimpinan Menteri Keuangan baru terkait disiplin defisit anggaran dan stimulus pemerintah, serta konfirmasi soal moratorium cukai rokok yang dapat menjadi katalis sektor konsumer.
“Investor sebaiknya melakukan akumulasi bertahap pada saham berfundamental kuat di sektor perbankan, konsumer, dan komoditas ekspor, sedangkan trader memanfaatkan potensi bullish jangka pendek,” kata David.
Rekomendasi Saham dari IPOT
IPOT merekomendasikan beberapa saham dan produk investasi dengan strategi spesifik. Pertama, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) sektor rokok, harga saat ini Rp875, entry Rp900 dengan target Rp1.000 potensi naik 11,11 persen dan stop loss Rp856 turun 4,89 persen dengan rasio risiko terhadap imbal hasil 1:2,3. Saham HMSP kembali menarik seiring sentimen cukai dan yield dividen yang relatif tinggi.
Kedua, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sektor emas dan nikel, harga saat ini Rp3.210 dengan entry sama di Rp3.210, target Rp3.470 potensi naik 8,10 persen dan stoploss Rp3.090 turun 3,74 persen dengan rasio risiko terhadap imbal hasil 1:2,2. Harga emas yang mencetak rekor baru mendorong potensi rebound saham ini di area demand.
Ketiga, PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) sektor perbankan syariah, harga saat ini Rp1.390 dengan entry Rp1.350–Rp1.370, target Rp1.490 potensi naik 10,37 persen dan stop loss Rp1.300 turun 3,70 persen dengan rasio risiko terhadap imbal hasil 1:2,8. Secara teknikal BTPS masih sideways di area demand dalam tren kenaikannya.
Selain saham individu, IPOT juga merekomendasikan Reksa Dana Saham Premier ETF Indonesia Consumer (XIIC) yang termasuk Power Fund Series. Produk ini menawarkan diversifikasi instan ke saham-saham sektor konsumer dengan biaya rendah, potensi imbal hasil 5–10 persen di atas IHSG, dan dikelola oleh manajer investasi berpengalaman yang menguasai 65 persen pasar ETF saham Indonesia.(*)