KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan menguat pada pembukaan perdagangan, Jumat, 13 September 2024.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya memaparkan potensi penguatan IHSG terlihat di tengah apresiasi nikai tukar rupiah, serta faktor kondisi perekonomian domestik yang masih menunjukkan stabil.
Meski ada peluang terkoreksi, namun dia menilai investor jangka panjang dapat memanfaatkannya untuk melakukan akumulasi pembelian.
“Hari ini IHSG berpotensi menguat,” kata William dalam riset hariannya.
Dengan sentimen tersebut, dia memproyeksikan IHSG bergerak di rentang support 7.757 dan resistance 7.865.
Dia pun merekomendasikan sejumlah saham, yakni JSMR, ASII, ASRI, HMSP, UNVR, BBRI, BCA, TLKM, dan TBIG.
Begitu juga dengan analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova memperkirakan IHSG masih berpeluang melanjutkan kenaikannya setelah berkali-kali menembus level tertinggi.
“Berdasarkan indikator MACD menunjukkan kondisi netral,” kata Ivan.
Hari ini, Ivan memproyeksikan IHSG akan beradal di level support 7.654 dan resistence 8.000.
Proyeksi IHSG di Akhir Tahun 2024
Pemangkasan suku bunga yang diperkirakan akan dilakukan The Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia bisa berdampak terhadap IHSG.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina memperkirakan The Fed bakal menurunkan suku bunga sekitar 75 basis poin.
“Dari kami memperkirakan memang tiga kali pemangkasan itu minimal 75 basis poin,” kata Martha Christina dalam acara ‘Media Day’ di Jakarta, Kamis, 12 September 2024.
Adapun untuk suku bunga acuan BI rate, Mirae Asset Sekuritas memprediksi akan dipangkas di level 5,75 persen.
Penurunan suku bunga baik dari The Fed maupun Bank Indonesia membuat Mirae Asset Sekuritas memproyeksikan IHSG berada di level 7.915 hingga akhir 2024.
Martha mengatakan, target IHSG yang diusung pada September 2024 itu mengalami kenaikan jika dibandingkan target sebelumnya yakni 7585.
“Faktor yg bisa membuat IHSG ke level 7915 terakait dengan pemangkasan suku bunga, baik dari The Fed maupun BI,” ujar dia.
Selain pemangkasan suku bunga, Martha melihat kenaikan IHSG tersebut juga ditopang dengan adanya event besar di akhir tahun ini yaitu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Kemudian optimisme kepada pemerintahan baru, lalu di semester II pertumbuhan ekonomi lebih bagus karena ada event besar, Pilkada, dan didukung oleh nilai tukar yang stabil,” tuturnya.
Suku Bunga The Fed Diprediksi Turun
Diberitakan sebelumnya, Chief Economist Citibank Indonesia, Helmi Arman memprediksi, The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya menjelang akhir tahun 2024. Adapun hal itu dia ungkap mengacu pada tren ekonomi Amerika Serikat (AS).
“Dalam pandangan kami, siklus penurunan suku bunga AS ini sudah semakin dekat,” kata Helmi di Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.
Helmi menuturkan, berdasarkan tren data AS dalam beberapa minggu terakhir, sektor manufaktur di negara tersebut semakin menunjukan pelemahan kinerja. Dia menilai, tekanan inflasi AS saat ini mengalami penurunan meski masih berada di atas level 2 persen.
Kendati begitu belum mencapai 2 persen, kata Helmi, akselerasi tingkat pengangguran di AS dianggap sebagai leading indicator untuk tekanan inflasi ke depannya. Dengan demikian, kata dia, Citi Indonesia melihat adanya peluang soft landing di AS semakin menurun.
“Pandangan kami, perekonomian Amerika Serikat semakin mengarah ke resesi,” jelasnya.
Karenanya, Helmi menilai, suku bunga The Fed akan bergerak turun dengan cepat di awal siklus penurunannya. Helmi memprediksi, penurunan suku bunga The Fed akan menyusut dalam beberapa periode di sisa akhir tahun 2024.
“Kami perkirakan di bulan September besok ini 50 basis point turun suku bunga The Fed, dan diikuti 50 basis point lagi di bulan Oktober. Dan setelah itu diikuti dengan penurunan sebesar 25 basis point pada setiap pertemuan,” ungkapnya.
Dengan begitu, Citi Indonesia memprediksi penurunan suku bunga The Fed di sisa akhir tahun 2024 mencapai 3,25 persen. Hal itu diperkuat dengan kondisi pasar keuangan global yang telah terefleksikan.
Adapun hal tersebut dapat dilihat dari kurva imbal-hasil AS yang mengalami penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Begitu pula dengan penurunan dollar indeks yang terjadi di level 102 dari posisi awal Juli sekitar 105.
Sementara itu, tutur Helmi, Indonesia mencatat peningkatan arus modal yang masuk ke pasar keuangan. Dalam beberapa minggu terakhir, dia menyebut peningkatan arus modal terlihat cukup signifikan, khususnya aliran modal masuk ke pasar surat berharga negara (SDN).
Di sisi lain, Helmi juga mencatat arus modal yang juga mengalir ke pasar saham. Hal itu terlihat dari kondisi pasar saham yang net inflow. Dengan meningkatnya arus modal ke pasar keuangan Indonesia, Helmi menilai adanya keseimbangan demand dan supply valas di pasar valas domestik yang semakin membaik.
Sementara itu, tekanan inflasi juga tercatat terjaga berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik (BPS). Meski inflasi terjaga, Helmi menilai dinamika pasokan bahan pangan tetap harus diperhatikan.
Saat ini, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di atas 5 persen di kuartal ke II tahun 2024. Kendati begitu, tercatat sektor manufaktur cenderung melemah dan tidak merata antar subsector sehingga supply diprediksi bisa diberi stimulus.
“Jadi dalam hemat kami peluang penurunan suku bunga kebijakan di Indonesia ini sudah semakin terbuka. Memingat kondisi global dan juga kondisi domestik,” ungkapnya.
Di sisi lain, risiko eksternal juga terus membayangi kondisi pasar keuangan domestik, di mana Pemilu di AS akan digelar pada akhir tahun 2024. Pasar keuangan dalam negeri masih memastikan perang perang babak baru antara AS dengan Tiongkok.
“Sebagaimana kita lihat pada pemerintahan Presiden Trump 2016-2020, itu setiap terjadi pengenaan tarif dari AS terhadap barang-barang Tiongkok itu biasanya diikuti oleh penguatan dolar karena mata uang Tiongkok atau Chinese Yuan itu terdevaluasi,” ungkapnya.
Risiko terakhir bagi pasar keuangan domestik, mengenai posisi investor asing. Helmi menilai ada instrumen monitor jangka pendek di Indonesia yang dapat berbalik jika nanti suku bunga domestik itu bergerak turun.
Diketahui, posisi asing di instrumen uangan jangka pendek di Indonesia cukup signifikan. Sehingga, kalau itu berbalik, hal ini dapat menetralisasi dampak positif dari arus modal masuk yang sekarang mengalir ke pasar SBN.
“Sehingga secara keseluruhan perkiraan kami adalah bahwa kadar penurunan BI rate dalam siklus penurunan suku bunga kali ini yaitu hingga akhir 2025 perkiraan kami adalah bahwa kadar penurunan BI rate kemungkinan akan lebih lambat dibandingkan dengan kadar penurunan suku bunga terbetul,” tutupnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.