KABARBUSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat sebesar 0,69 persen atau naik 57 poin ke level 8.394 pada akhir perdagangan Jumat, 7 November 2025. Pada perdagangan hari ini, IHSG bergerak di rentang 8.332 hingga 8.398.
Kinerja indeks hari ini ditopang oleh penguatan sejumlah sektor utama, terutama infrastruktur, energi, dan properti. Sektor infrastruktur mencatat lonjakan tertinggi dengan kenaikan 2,42 persen, disusul sektor properti yang menguat 1,98 persen dan energi naik 1,81 persen.
Sektor teknologi ikut menopang dengan kenaikan 1,05 persen, sementara sektor keuangan dan kesehatan masing-masing naik 0,41 persen dan 0,57 persen.
Adapun pelemahan terjadi di sektor non-cyclical yang turun 0,70 persen, transportasi terkoreksi 0,38 persen, serta sektor industri dasar dan cyclical yang melemah tipis.
Dari jajaran saham, PT Puri Sentul Permai Tbk (KDTN) menjadi top gainer setelah melesat 26,58 persen ke level Rp200 per saham.
Kenaikan signifikan juga terjadi pada saham PT Radana Bhaskara Finance Tbk (HDFA) yang naik 26,14 persen ke Rp193, PT Chemstar Indonesia Tbk (CHEM) yang menguat 26,04 persen ke Rp121, serta PT Lotte Chemical Titan Tbk (FPNI) yang naik 25 persen ke Rp515.
Saham PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) turut meroket 25 persen ke Rp2.750 per saham.
Sebaliknya, tekanan jual paling besar menimpa saham PT Terang Dunia Internusa Tbk (UNTD) yang anjlok 14,16 persen ke Rp97 per saham.
Saham PT Dafam Property Indonesia Tbk (DFAM) turun 12,09 persen ke Rp80, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) melemah 11,29 persen ke Rp448, PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) terkoreksi 10 persen ke Rp1.710, dan PT Falmaco Nonwoven Industri Tbk (FLMC) turun 9,57 persen ke Rp208.
IHSG Diproyeksikan Tembus 8.500 di Akhir 2025
Prospek penguatan IHSG kembali mengemuka setelah pasar modal Indonesia melalui periode turbulensi tajam sepanjang 2025. Namun, Perkumpulan Analis Efek Indonesia (PAEI) optimis di akhir tahun 2025 dan 2026 indeks akan menghijau.
PAEI, menjelaskan bahwa tahun 2025 merupakan salah satu periode paling dinamis dalam sejarah pasar modal Indonesia. Pergerakan harga saham mengalami tekanan berat pada awal tahun, puncaknya ketika IHSG jatuh di bawah level 6.000 pada April. Kondisi itu memunculkan kekhawatiran luas, terutama dari investor ritel yang kecewa dengan penurunan cepat selama dua bulan berturut-turut.
Memasuki semester kedua, pasar mulai bergerak berbeda. Sentimen membaik seiring berbagai kebijakan fiskal dan moneter yang dirancang untuk merespon gejolak pasar. Penurunan imbal hasil obligasi, penguatan likuiditas perbankan, serta percepatan komunikasi dari pemerintah dan otoritas membuat IHSG pulih jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.
Wakil Ketua Umum PAEI, sekaligus Ketua Pelaksana Market Outlook 2026, Aria Santoso, menilai gejolak ekstrem tersebut telah membentuk tahap baru dalam dinamika pasar modal. Ia menjelaskan bahwa investor ritel kini lebih adaptif dalam menghadapi volatilitas serta lebih memahami tren ekonomi yang membentuk pasar.
“Pasar kita memang bergejolak, tapi indikator ekonomi sekarang membuat kami yakin menuju 2025 dan 2026. Polanya jelas dan arah kebijakan pemerintah serta bank sentral bergerak sejalan,” kata David di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Kamis, 6 November 2025.
Ia menjelaskan bahwa faktor utama yang memperkuat optimisme ialah konsistensi kebijakan fiskal dan moneter. Pemerintah mendorong percepatan belanja negara untuk meningkatkan konsumsi dan produktivitas. Di sisi lain, Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar dan menurunkan yield obligasi ke titik terendah dalam beberapa tahun, sehingga investor mulai beralih ke pasar saham.
Diskusi panjang dalam forum ini menyoroti beberapa sektor dominan yang menjadi motor kenaikan IHSG dalam beberapa bulan terakhir, khususnya perbankan, energi, konsumsi, serta telekomunikasi. Perbankan dinilai akan tetap menjadi pemimpin karena kapasitasnya dalam merespon perubahan arah suku bunga. Pandangan ini sejalan dengan tren global di mana saham-saham finansial memperoleh manfaat terbesar dari siklus penurunan suku bunga.
Anggota PAEI sekaligus Co Founder Pasardana, Yohanis Hans Kwee, menjelaskan bahwa pelaku pasar memberi perhatian besar pada kemungkinan pergerakan saham bank besar yang belum pulih ke level harga sebelum koreksi.
“Kalau BCA kembali ke 11.000-an dan BRI ke level historisnya, indeks bisa naik jauh. Minimal 8.500 itu cukup realistis,” ujarnya.(*)