KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat tipis pada perdagangan hari ini Jumat, 17 Oktober 2025, naik 7,68 poin atau setara 0,09 persen ke level 8.132,44.
Sepanjang sesi pembukaan, IHSG sempat menyentuh level tertinggi di 8.137,14 dan level terendah di 8.128,65. Total volume transaksi mencapai 10,06 juta lot dengan nilai perdagangan sebesar Rp508,32 miliar dari 61,65 ribu transaksi di seluruh pasar.
Dari sisi aliran dana asing, investor mencatatkan net sell atau penjualan bersih sebesar Rp622,33 miliar di seluruh pasar, dengan nilai beli asing mencapai Rp5,42 triliun dan nilai jual asing sebesar Rp6,04 triliun. Kepemilikan investor domestik masih mendominasi sebesar 70,59 persen, sementara investor asing berkontribusi 29,41 persen.
Top gainers pada sesi pembukaan hari ini dipimpin oleh PT Berkah Prima Perkasa Tbk (BLUE) yang melonjak 24,64 persen ke harga Rp1.315 per saham. Disusul PT GTS Internasional Tbk (GTSI) naik 18,75 persen ke Rp114, PT Nusantara Pelabuhan Handal Tbk (PORT) menguat 16,56 persen ke Rp1.900, PT Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk (PACK) naik 9,63 persen ke Rp2.390, dan PT Puri Global Sukses Tbk (PURI) naik 8,76 persen ke Rp298.
Sementara itu, top losers dipimpin oleh PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) yang anjlok 14,99 persen ke harga Rp17.300 per saham. Diikuti PT Martina Berto Tbk (MBTO) turun 14,97 persen ke Rp284, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) melemah 14,85 persen ke Rp4.300, PT Oscar Mitra Sukses Sejahtera Tbk (OLIV) terkoreksi 9,80 persen ke Rp138, dan PT Pudjiadi Prestige Tbk (PUDP) turun 9,68 persen ke Rp560.
Secara sektoral, sektor bahan baku (basic industry) menjadi penopang penguatan indeks dengan kenaikan 0,91 persen, diikuti sektor teknologi naik 0,58 persen, sektor infrastruktur menguat 0,21 persen, sektor keuangan naik 0,20 persen, dan sektor energi naik 0,18 persen. Adapun pelemahan terjadi pada sektor non-cyclical consumer goods sebesar 0,65 persen dan sektor industri sebesar 0,38 persen.
Analis pasar modal menilai penguatan tipis IHSG pada awal perdagangan ini menunjukkan sikap wait and see pelaku pasar menjelang rilis data makroekonomi domestik serta perkembangan global yang masih bergejolak. Pergerakan pasar hari ini diperkirakan akan terbatas dengan potensi konsolidasi di rentang 8.100–8.150.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah menegaskan faktor-faktor eksternal ini bisa memicu aksi profit taking dan risiko keluarnya dana asing (foreign outflow) dari pasar saham domestik.
“IHSG diprediksi berpotensi koreksi menguji support di 8.150 dengan resistance terdekat 8.272. Pelaku pasar disarankan bersikap defensif, fokus pada saham berfundamental kuat, dan menerapkan strategi buy on weakness secara selektif,” kata Hari, pada Senin, 13 Oktober 2025.
Prediksi koreksi IHSG ini datang setelah sepanjang pekan lalu 6–10 Oktober 2025 indeks berhasil mencatatkan kinerja positif dengan menembus level tertinggi sepanjang masa (all time high) di 8.272 pada Kamis, 9 Oktober 2025. Lonjakan ini terjadi meskipun investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp1,3 triliun. Kuatnya minat beli investor domestik, khususnya pada saham-saham konglomerat seperti RAJA, TINS, CUAN, dan CDIA menjadi penopang utama pergerakan indeks.
“Meskipun tercatat ada net sell asing sebesar Rp1,3 triliun, tekanan jual tersebut berhasil diimbangi oleh kuatnya minat beli investor domestik, terutama pada saham-saham konglomerat seperti RAJA, TINS, CUAN, dan CDIA yang menjadi penggerak utama indeks,” tandas Hari.
Sentimen Global dan Domestik Pekan Lalu
Dari sisi eksternal, pasar saham Amerika Serikat mengalami koreksi signifikan sepanjang pekan lalu di tengah berlarutnya shutdown pemerintah yang menunda rilis sejumlah data ekonomi penting. Indeks S&P 500 melemah sekitar 2,7 persen, Nasdaq turun 3,5 persen, dan Dow Jones terkoreksi 1,9 persen, seiring meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap ancaman tarif baru AS terhadap China. Meskipun sempat mencatatkan rekor di awal pekan akibat dorongan saham teknologi, tekanan jual kembali meningkat menjelang akhir pekan.
“Memasuki pekan depan, fokus investor akan tertuju pada dimulainya musim laporan keuangan (earnings season) yang diawali oleh Citigroup dan JPMorgan, yang diperkirakan dapat menahan laju koreksi indeks. Namun secara keseluruhan, pasar AS masih berpotensi melanjutkan pelemahan secara mingguan di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal dan tensi perdagangan yang meningkat,” ujar Hari.
Sementara dari domestik, pemerintah berencana mengalihkan sisa dana Rp15 triliun yang belum terserap, terutama dari BTN yang baru menyalurkan sekitar 19 persen, ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) guna memperkuat likuiditas perbankan di daerah. Kebijakan ini diperkirakan menjadi salah satu katalis positif untuk sektor perbankan nasional.
Selain itu, kebijakan baru yang membuka peluang bagi koperasi dan UMKM untuk mengelola tambang hingga 2.500 hektar dinilai dapat memperluas partisipasi ekonomi masyarakat di sektor sumber daya alam. Pemerintah juga menyerahkan enam smelter beserta aset sitaan negara kepada PT Timah (TINS) sebagai langkah konkret dalam pemberantasan tambang ilegal, yang dapat memperkuat fundamental emiten komoditas tersebut.
Proyeksi dan Strategi Investasi Pekan Ini
Memasuki pekan ini, IPOT memproyeksi tekanan global masih akan mendominasi sentimen pasar. Kebijakan tarif baru Trump terhadap China dinilai dapat meningkatkan ketegangan perdagangan dan menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Ketegangan geopolitik tersebut juga berpotensi mendorong harga emas ke level lebih tinggi sebagai aset lindung nilai (safe haven). Kombinasi faktor eksternal ini dapat memicu aksi ambil untung (profit taking) dan meningkatkan risiko arus keluar dana asing dalam jangka pendek.
“IHSG berpotensi koreksi menguji support di 8.150 dengan resist terdekat 8.272. Pelaku pasar disarankan bersikap defensif, fokus pada saham berfundamental kuat, serta menerapkan strategi buy on weakness secara selektif,” jelas Hari.
IPOT juga menilai sektor-sektor dengan fundamental kuat seperti perbankan besar, konsumer primer, dan energi masih memiliki daya tahan relatif terhadap tekanan global, meski pergerakannya cenderung terbatas. Sementara itu, sektor komoditas berpotensi mencatat volatilitas tinggi seiring kenaikan harga emas dan tensi perdagangan yang meningkat. (*)