Logo
>

IHSG Jeblok, Musim Laporan Keuangan Jadi Penentu Arah Pasar?

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
IHSG Jeblok, Musim Laporan Keuangan Jadi Penentu Arah Pasar?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG kembali melemah cukup dalam dengan menutup perdagangan di level 6.875 atau turun 2,12 persen pada Kamis, 6 Februari 2025. Di tengah dinamika global yang penuh tekanan, laporan keuangan emiten domestik menjadi salah satu faktor yang diperhatikan investor dalam menentukan langkah di pasar saham.

    Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menyoroti beberapa faktor utama yang menyeret IHSG ke zona merah. Ia menjelaskan sentimen negatif tak hanya datang dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri, terutama setelah rilis data ekonomi yang kurang memuaskan.

    Menurutnya, kombinasi faktor global dan domestik menciptakan tekanan berlapis bagi pasar saham. Dari sisi domestik, rilis inflasi Januari 2025 yang justru menunjukkan deflasi menjadi sinyal bahwa daya beli masyarakat sedang melemah. Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal keempat 2024 juga hampir tidak mampu bertahan di level 5 persen, meleset dari target makroekonomi 2024.

    “Masalah yang dihadapi market kita ini adalah kombinasi dari regional global. Tentu saja Trump dengan kebijakan tarifnya, terus kemudian trade war-nya yang semakin meruncing dengan China,” kata Liza dalam wawancara ekslusif Kabar Bursa Hari Ini (KBHI), dilihat dari Channel YouTube KabarBursa.com, Kamis, 6 Februari 2025.

    Selain data makroekonomi, musim laporan keuangan menjadi faktor yang tak kalah krusial dalam menentukan arah pasar ke depan. Liza menyebutkan beberapa bank besar mulai merilis laporan kinerja tahunan mereka dan hasilnya tidak terlalu menggembirakan.

    “Laporan keuangan bank-bank besar yang baru dirilis beberapa hari terakhir juga kurang menggembirakan. Performa mereka sepanjang 2024 ternyata tidak terlalu baik, sementara tantangan di sektor perbankan tahun ini masih cukup besar,” kata Liza.

    Salah satu yang paling disorot adalah laporan keuangan Bank Mandiri (BMRI) yang menunjukkan koreksi cukup dalam hingga 7,7 persen dengan aksi jual asing mencapai Rp1,39 triliun. Namun, di sisi lain, Bank Syariah Indonesia (BRIS) justru menunjukkan performa lebih baik dengan pertumbuhan laba bersih yang diperkirakan mencapai 20 persen.

    Investor Asing Kabur dari Pasar Saham

    [caption id="attachment_116852" align="alignnone" width="680"] Antrean panjang kendaraan yang melintas depan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jalan Sudirman, Kamis (30/1/2025). Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji[/caption]

    Selain laporan keuangan, tekanan di pasar juga datang dari aksi jual bersih investor asing yang masih berlanjut sejak awal tahun. Hingga saat ini, dana asing yang keluar dari pasar saham domestik telah mencapai hampir Rp5 triliun.

    Liza menilai arus modal asing yang terus keluar juga dipicu oleh ketertinggalan pasar saham Indonesia dibandingkan dengan indeks global lainnya. Dalam dua tahun terakhir, IHSG mencatatkan kinerja negatif, sementara indeks S&P 500 di Amerika Serikat justru mencetak pertumbuhan 50 persen dalam periode yang sama.

    “Ini karena mereka (S&P 500) punya sentimen bagus dari teknologi AI, sedangkan saham teknologi di Indonesia tidak sebesar itu. Market di IHSG kebanyakan karakteristiknya adalah commodity driven, sedangkan komoditi kita tahu sendiri lagi pada lesu akibat isu perlambatan ekonomi global, terlebih China yang menjadi pasar utama komoditi kita,” jelas Liza.

    Ketertinggalan ini membuat investor asing lebih memilih pasar yang menawarkan prospek pertumbuhan lebih baik. Ditambah dengan tekanan ekonomi global yang masih tinggi, investor cenderung mencari aset yang lebih aman dan likuid di luar negeri.

    Tak hanya pasar saham yang tertekan, nilai tukar rupiah juga masih sulit bangkit dari zona pelemahan. Saat ini, rupiah masih bertahan di kisaran Rp16.300 per dolar AS, bahkan sempat menyentuh Rp16.400 beberapa hari lalu.

    Liza menilai pelemahan rupiah berkaitan erat dengan kebijakan moneter AS yang masih menjadi faktor utama dalam menentukan arus modal global. Pasar saat ini sedang menanti rilis data tenaga kerja AS, termasuk klaim pengangguran dan data non-farm payroll yang akan keluar dalam beberapa hari ke depan.

    “Nanti malam ada initial jobless claims, berapa tingkat klaim pengangguran yang terjadi di AS. Kemudian besok Jumat ada data penting non-farm payroll. Ini sangat dinantikan pelaku pasar global karena tenaga kerja menjadi salah satu faktor utama pembentukan inflasi,” katanya.

    Dengan berbagai ketidakpastian yang masih membayangi pasar, Liza menyarankan investor untuk lebih selektif dalam berinvestasi dan tidak terburu-buru mengambil posisi. Saat ini, strategi terbaik adalah menunggu dan melihat alias wait and see perkembangan pasar global serta laporan keuangan emiten sebelum mengambil keputusan besar.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).