KABARBURSA.COM - Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menanggapi perihal melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG beberapa pekan terakhir karena sentimen global terutama kebijakan perdagangan serta tarif yang ditetapkan Amerika Serikat.
Ia memberikan beberapa saran kepada pemerintah Indonesia untuk menjaga stabilitas IHSG. Meski berdampak, namun tidak terlalu signifikan.
“Pemerintah harus bisa menciptakan lingkungan yang menarik bagi investasi asing, baik di pasar saham maupun sektor riil, sembari menjaga defisit anggaran agar tidak terlalu besar,” ujar Liza kepada kabarbursa.com melalui telepon di Jakarta pada Selasa, 4 Januari 2025.
Liza mengungkapkan bahwa kebijakan Presiden Donald Trump yang baru-baru ini memutuskan untuk menetapkan tarif tambahan sebesar 25 persen kepada Kanada dan Meksiko, serta tambahan 10 persen untuk China, berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap pasar saham, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Menurutnya, keputusan tersebut dapat menyebabkan ketegangan lebih lanjut dalam hubungan perdagangan internasional, yang mengarah pada pengetatan kebijakan moneter.
Kenaikan suku bunga di Amerika Serikat dapat menyebabkan aliran investasi asing keluar dari pasar saham Indonesia, yang pada gilirannya memengaruhi IHSG.
Liza menekankan bahwa pemerintah Indonesia perlu melakukan beberapa langkah untuk mengurangi dampak tersebut.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan daya tarik investasi asing melalui pemberian stimulus yang menarik, seperti yang dilakukan oleh Vietnam dengan kebijakan tax holiday yang berhasil menarik banyak investor asing.
Selain itu, pemerintah juga perlu fokus pada penguatan ekspor, dengan memberikan kebijakan yang mempermudah sektor pertanian, seperti pengaturan harga yang lebih fleksibel, yang bisa meningkatkan produksi dan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Di sisi lain, Liza juga menyarankan agar pemerintah terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung penerapan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dapat menahan aliran devisa di dalam negeri. Hal ini penting untuk menstabilkan rupiah yang saat ini mengalami tekanan akibat pengaruh kebijakan luar negeri, terutama dari Amerika Serikat.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan IHSG dapat tetap terjaga di tengah ketidakpastian global, dan Indonesia dapat meminimalkan dampak dari fluktuasi pasar internasional yang dipicu oleh kebijakan ekonomi Amerika Serikat.
Langkah untuk investor
Selain pemerintah, Liza juga menyarankan kepada investor maupun pelaku pasar saham hingga trader untuk perlu mengambil sikap wait and see atau menunggu dan mengamati sambil memantau perkembangan sentimen yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar.
Dalam keadaan seperti ini, investor diminta lebih selektif dalam memilih saham, terutama yang memiliki fundamental kuat, sambil menunggu momentum yang tepat untuk membeli saham ketika harga sedang turun.
Menurut dia, saat ini musim laporan keuangan kuartal IV 2024 dan laporan tahunan perusahaan bisa menjadi peluang bagi investor untuk melakukan akumulasi saham pada perusahaan yang menunjukkan kinerja baik.
“Jika ada perusahaan yang melaporkan kinerja yang solid, itu bisa menjadi peluang untuk membeli saham ketika harga sedang jatuh,” ujarnya.
Melemahnya IHSG dalam beberapa hari terakhir, lanjut Liza, tidak terlepas dari beberapa faktor eksternal yang menekan pasar saham Indonesia, seperti ketegangan perdagangan yang dipicu oleh kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Pengenaan tarif tambahan terhadap Kanada, Meksiko, dan China, serta ketidakpastian yang muncul akibat kebijakan ekonomi Trump, menambah ketegangan dalam pasar global. Dampaknya, investor asing cenderung menarik diri dari pasar saham Indonesia karena ketidakpastian ekonomi global dan prospek suku bunga yang lebih tinggi di AS.
Selain itu, tarif ekspor yang lebih tinggi dari Amerika Serikat akan menyebabkan harga barang yang diterima oleh produsen di AS meningkat, yang pada gilirannya dapat memperburuk inflasi di AS. "Ini akan membuat Federal Reserve enggan untuk menurunkan suku bunga, bahkan mungkin menaikkannya, yang mengarah pada penurunan aliran dana ke pasar saham emerging market, termasuk Indonesia," ujar dia.
Selain faktor global, kenaikan yield US Treasury yang diikuti dengan tingginya suku bunga juga turut memperburuk situasi. Ketika yield obligasi AS meningkat, saham-saham di pasar modal cenderung mengalami penurunan karena investor beralih ke instrumen yang lebih aman, seperti obligasi, yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Hal ini memperburuk sentimen terhadap saham-saham di emerging market, termasuk Indonesia.(*)