Logo
>

IHSG Mantap Tembus 8.100: Bursa Asia Variatif, Eropa Optimis

IHSG menembus level 8.100 dengan semua sektor menghijau, dipimpin basic industry. Namun pasar global masih dibayangi inflasi AS dan potensi shutdown pemerintah.

Ditulis oleh Yunila Wati
IHSG Mantap Tembus 8.100: Bursa Asia Variatif, Eropa Optimis
Performa IHSG sebelum menyentuh level 8.100. Foto: KabarBursa.com/Desty Luthfiani.

KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan performa impresif pada akhir perdagangan Selasa, 23 September 2025, dengan melompat 85 poin atau setara 1,06 persen ke posisi 8.125. 

Lonjakan ini menandai pencapaian baru setelah IHSG mampu bertahan di atas level psikologis 8.100, sekaligus mengindikasikan sentimen optimisme investor domestik yang cukup solid. Aktivitas perdagangan juga terbilang semarak, dengan volume mencapai 613,54 juta lot saham senilai Rp31,65 triliun.

Kenaikan indeks kali ini ditopang oleh kekuatan hampir semua sektor, di mana basic industry menjadi bintang utama dengan penguatan 2,78 persen. 

Saham-saham tambang mineral dan energi mendominasi daftar top gainers, di antaranya BRMS, JARR, SKBM, SPMA, FISH, ITIC, dan GPSO. Sementara itu, saham-saham teraktif didominasi oleh emiten besar seperti BUMI, HMSP, CDIA, BRMS, CPRO, MINA, dan BRPT. 

Pergerakan ini menandakan adanya rotasi modal yang mengalir ke sektor-sektor siklikal yang sensitif terhadap momentum harga komoditas.

Hang Seng Turun, Kospi Bergerak Tipis

Namun, euforia IHSG tampak berlawanan dengan dinamika bursa Asia yang justru bergerak variatif. Sejumlah indeks Tiongkok seperti Shanghai Composite, Shenzhen Component, dan CSI300 kompak melemah tipis antara 0,06 persen hingga 0,29 persen. 

Tekanan juga terasa di Hang Seng Hong Kong yang turun 0,70 persen, dipengaruhi minimnya volume perdagangan akibat libur di Jepang dan potensi gangguan cuaca. 

Sebaliknya, bursa Korea Selatan (Kospi), Taiwan (Taiex), dan Australia (ASX200) justru bergerak positif dengan kenaikan masing-masing 0,51 persen, 1,42 persen, dan 0,40 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pasar Asia masih dibayangi sikap hati-hati investor global yang menanti rilis data inflasi Amerika Serikat, khususnya indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang menjadi ukuran utama The Fed.

Rupiah Terkoreksi 0,46 Persen

Dari sisi mata uang Asia, tren pelemahan juga masih mewarnai. Rupiah turun 0,46 persen ke posisi Rp16.687 per dolar AS, sejalan dengan pelemahan Rupee India dan Baht Thailand. Sebaliknya, Yuan China mencatat penguatan tipis 0,02 persen, sementara Yen Jepang relatif stagnan. 

Pelemahan kurs mayoritas Asia ini mengindikasikan masih kuatnya permintaan dolar AS, terutama menjelang data inflasi yang bisa mempertegas arah kebijakan suku bunga The Fed.

Pasar Eropa Dibuka Menghijau

Sementara itu, pasar Eropa justru dibuka dengan sentimen lebih optimistis, mengikuti reli di Wall Street. Indeks Stoxx 600 naik 0,3 persen di London dengan mayoritas sektor menghijau. 

Indeks utama bursa Eropa, seperti DAX Jerman, FTSE Inggris, dan CAC Prancis, kompak menguat masing-masing 0,56 persen, 0,28 persen, dan 0,64 persen. 

Optimisme investor Eropa turut didorong oleh kabar dari raksasa teknologi Nvidia yang mengumumkan rencana investasi hingga USD100 miliar di OpenAI untuk membangun pusat data, sebuah langkah yang dipandang dapat mempercepat pertumbuhan sektor teknologi global.

Kendati demikian, secara global, pelaku pasar tetap mencermati risiko eksternal yang bisa memicu koreksi sewaktu-waktu. Kekhawatiran akan potensi penutupan pemerintahan AS akibat belum disahkannya rancangan undang-undang pendanaan sementara menambah tekanan psikologis. 

Jika penutupan terjadi, ratusan ribu pegawai sipil AS akan terdampak, dan pasar keuangan bisa kembali tertekan akibat lonjakan ketidakpastian.

Secara keseluruhan, reli IHSG di atas level 8.100 memberi sinyal kepercayaan diri investor domestik terhadap prospek pasar dalam negeri. Namun, bayangan risiko eksternal dari AS dan pelemahan mata uang regional tetap menjadi faktor yang harus diperhitungkan. 

Momentum penguatan ini berpotensi berlanjut selama sektor unggulan seperti basic industry dan komoditas mampu mempertahankan arus beli, tetapi volatilitas global menuntut kehati-hatian yang lebih besar bagi investor jangka pendek.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79