KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup sesi I di level 8.671,97, melemah 0,44 persen atau turun 38,72 poin. Koreksi ini terjadi di tengah nilai transaksi yang relatif tinggi, yakni Rp13,56 triliun.
Pasar terlihat aktif meskipun tekanan distribusi semakin terasa. Hari ini, pergerakan indeks menunjukkan ketidakmampuan mempertahankan momentum kenaikan setelah beberapa sektor kunci kompak tertekan.
Sektor non-siklis menjadi pemberat utama karena turun 0,74 persen, diikuti sektor kesehatan yang melemah 0,52 persen, energi -0,25 persen, dan teknologi -0,27 persen. Sebaliknya, sektor properti justru memimpin penguatan dengan lonjakan 1,88 persen.
Investor tampak memburu saham-saham undervalued di tengah tekanan pasar. Sementara itu, sektor infrastruktur dan transportasi tampil stabil dengan kenaikan tipis masing-masing 0,06 persen dan 0,11 persen.
Dari sisi kurs, pelemahan rupiah terjadi. Rupiah tertekan terhadap dolar AS dan turun ke posisi Rp16.678 per dolar AS. Fluktuasi nilai tukar ini mempertegas sikap hati-hati pelaku pasar menjelang rangkaian rilis kebijakan moneter global.
BUMI, DEWA, dan GOTO Menjadi Target Akumulasi Asing
Sementara itu, arus dana asing menunjukkan pola yang sangat kontras antara saham komoditas berkapitalisasi menengah dan emiten big caps. Data Mandiri Sekuritas mencatat ada tiga saham yang paling banyak dikoleksi asing pada sesi I ini.
Yang pertama adalah saham BUMI. Saham ini berhasil mencatatkan net buy sebesar 789,7 juta saham, dengan pembelian asing mencapai 2,17 miliar saham.
Saham ini kembali menjadi magnet karena dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu rebound harga batu bara internasional dan intensitas trading yang tinggi menjelang akhir tahun.
Selanjutnya ada DEWA, yang berhasil mengumpulkan net buy sebanyak 553,8 juta saham, dengan pembelian asing mencapai 723,8 juta saham. Saham ini mendapatkan aliran dana masuk bersih yang besar, di mana investor sepertinya mulai berspekulasi terhadap kinerja kontraktor tambang yang sensitif pada tren harga komoditas.
Terakhir ada GOTO. Perusahaan ini mencatatkan net buy sebesar 87 juta saham, dengan pembelian asing 1,43 miliar saham. Meskipun volatilitas GOTO tinggi, investor asing terlihat tetap masuk secara agresif. Sentimen yang mendorong akumulasi tersebut antara lain optimisme pemangkasan rugi bersih dan perbaikan fundamental ekosistem on-demand.
Akumulasi besar terhadap tiga saham ini memperlihatkan bahwa investor asing lebih banyak bergerak di lapis dua dan tiga, dengan ekspektasi trading jangka pendek.
Asing Lakukan Distribusi Besar pada GTSI, HUMI, dan BKSL
Masih dari data Mandiri Sekuritas, tekanan pasar terlihat di tiga saham. GTSI menjadi yang terbesar ditinggalkan investor asing. Dalam data tersebut, GTSI mencatatkan net sell sebesar -50,45 juta saham, dengan transaksi jual mencapai 61,11 juta saham.
Distribusi ini mengonfirmasi tekanan yang sudah terlihat sejak pekan sebelumnya, yaitu setelah volatilitas GTSI melonjak tetapi fundamental jangka pendek belum memberikan katalis baru.
Selanjutnya ada HUMI, yang dibuang asing sebanyak -45,15 juta saham dengan transaksi jual sebesar 51,57 juta saham. Saham konsumsi ini tertekan oleh rotasi sektor serta minimnya katalis pendapatan kuartalan. Penjualan asing secara konsisten terjadi sejak akhir November.
Hal serupa terjadi pada BKSL. Saham ini mencatatkan net sell sebesar -44,38 juta saham, dengan penjualan asing 123,5 juta saham. Padahal sektor properti secara umum menguat, tetapi tekanan di BKSL menunjukkan distribusi selektif dan kemungkinan profit taking setelah kenaikan minggu lalu.
Catatan ini mempertegas bahwa pelaku pasar global masih memilih posisi defensif pada sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga dan pengetatan pendanaan.
Sektor Properti Penahan Merosotnya IHSG
Meskipun di sesi pertama perdagangan Selasa, 9 Desember 2025, melemah, nilai transaksi tetap tercatat tinggi. Penguatan sektor properti sebesar 1,88 persen menjadi anomali menarik, karena biasanya sektor ini bergerak lambat pada periode menjelang akhir tahun.
Kali ini, sektor properti bergerak naik lantaran mendapatkan dorongan dari ekspektasi stimulus domestik dan tren suku bunga global yang diperkirakan akan turun di 2026.
Sementara itu, pelemahan rupiah memperketat ruang bagi investor asing untuk mengambil risiko di big caps. Hal ini dibuktikan dengan distribusi pada saham-saham seperti BBCA (net sell -26,2 juta saham) maupun ADRO (net sell -23,7 juta saham).
Jadi, IHSG di sesi pertama ini masih berada dalam fase uji support intraday. Jika aliran dana asing tetap dominan pada saham-saham lapis dua seperti BUMI dan DEWA, reli indeks tampak sulit berlanjut tanpa dukungan big caps.
Apalagi distribusi asing pada GTSI, HUMI, BKSL, hingga BBCA memperlihatkan bahwa pelaku global belum siap agresif masuk ke pasar domestik.
Dengan nilai transaksi besar dan volatilitas sektor cukup lebar, sesi II kemungkinan akan ditentukan oleh stabilisasi rupiah dan apakah investor akan asing melanjutkan atau menghentikan aksi jualnya.(*)