KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup sesi pertama perdagangan Rabu, 9 Juli 2025 di zona hijau.
Indeks acuan pasar modal Indonesia itu naik 27 poin atau sekitar 0,40 persen ke level 6.931. Aktivitas perdagangan terpantau cukup aktif, dengan total volume mencapai hampir 100 juta lot saham dan nilai transaksi menembus Rp5,38 triliun.
Penguatan IHSG kali ini didorong oleh sektor properti yang mencatat kinerja terbaik, menguat hampir 1 persen. Sektor ini mulai menarik perhatian investor seiring harapan akan penurunan suku bunga atau pelonggaran regulasi yang selama ini menekan pasar residensial dan komersial.
Di sisi lain, sektor teknologi justru mengalami tekanan, turun 0,67 persen setelah sempat reli dalam beberapa sesi sebelumnya. Koreksi ini diduga akibat aksi ambil untung yang biasa terjadi pada saham-saham berkapitalisasi besar di tengah ketidakpastian global.
Sejumlah saham juga mencatatkan kinerja menonjol. COIN, CDIA, IOTF, PSAT, NICE, MINA, dan MTFN tercatat sebagai top gainers.
Saham IOTF menjadi yang paling aktif diperdagangkan, disusul emiten-emiten seperti BBCA, BRPT, PANI, ASPR, dan MINA, yang ramai ditransaksikan investor sepanjang pagi tadi.
Kebijakan Trump Bikin Gelisah
Meski pasar domestik masih mampu bertahan di zona positif, sentimen global justru diliputi ketegangan. Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang sentimen investor Asia.
Dalam pernyataannya, Trump menegaskan tidak akan memperpanjang tenggat waktu pengenaan tarif baru yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Agustus.
Ia juga mengumumkan kebijakan tarif baru sebesar 50 persen untuk impor tembaga, serta menyampaikan rencana penerapan bea masuk hingga 200 persen terhadap produk farmasi.
Pernyataan tersebut memicu kekhawatiran pasar atas potensi eskalasi perang dagang. Trump memang menyebut akan memberi jeda waktu sekitar satu hingga satu setengah tahun untuk tarif farmasi tersebut, namun investor tetap waspada terhadap langkah balasan dari negara-negara mitra dagang AS, terutama Tiongkok.
"Yang menjadi bahaya justru ketika pasar meremehkan risiko balasan dari Tiongkok. Jika benar terjadi, dampaknya bisa meluas ke seluruh rantai pasok industri global," ujar Kepala Riset Makro Asia di Mizuho Securities Vishnu Varathan.
Pasar Asia Bergerak Naik
Pasar saham Asia pun bereaksi beragam. Bursa Jepang menguat tipis, dengan indeks Nikkei 225 naik 0,22 persen dan Topix bertambah 0,39 persen.
Di China, Shanghai Composite dan Shenzhen Component juga mencatat kenaikan moderat masing-masing 0,29 persen dan 0,36 persen. Namun Hang Seng Hong Kong justru turun 0,74 persen, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap langkah balasan Beijing.
Di Korea Selatan, indeks Kospi naik 0,54 persen, menunjukkan ketahanan relatif meskipun tensi dagang meningkat. Sementara itu, ASX200 di Australia ditutup melemah 0,47 persen, terseret turunnya harga komoditas dan kekhawatiran terhadap permintaan ekspor.
Pasar valuta asing juga bergerak dalam pola yang serupa. Rupiah melemah 0,31persen ke posisi Rp16.255 per dolar AS, mengikuti tren pelemahan mata uang Asia lainnya.
Yen Jepang turun 0,33 persen ke 147,06 per dolar, dolar Singapura terdepresiasi 0,13 persen, dan rupee India melemah 0,16 persen. Yuan China dan baht Thailand juga ikut melemah, masing-masing sebesar 0,03% dan 0,14 persen.
Hanya dolar Australia yang mencatat penguatan tipis sebesar 0,15 persen, ditopang data ekonomi domestik yang relatif stabil.
Di tengah dinamika global yang tidak menentu, pergerakan IHSG yang masih positif menjadi cerminan ketahanan pasar domestik. Namun, ketidakpastian kebijakan perdagangan global masih menjadi bayang-bayang yang perlu dicermati para pelaku pasar.
Investor disarankan tetap waspada, menjaga disiplin dalam pengelolaan portofolio, dan mencermati sentimen eksternal yang sewaktu-waktu bisa berubah arah.(*)