KABARBURSA.COM - Data perdagangan saham Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan ini atau periode 13 - 17 Januar 2025 mayoritas berada di zona positif. Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, mengatakan rata-rata frekuensi transaksi harian bursa pekan ini mengalami kenaikan sebesar 34,77 persen menjadi 1,39 juta kali transaksi dari 1,04 juta kali transaksi pada pekan lalu.
"Kemudian, peningkatan terjadi pada rata-rata nilai transaksi harian Bursa pekan ini, yaitu sebesar 33,50 persen menjadi Rp11,64 triliun dari Rp8,72 triliun pada pekan sebelumnya," ujar dia dalam keterangannya, Sabtu, 18 Januari 2025.
Kautsar juga bilang, IHSG pekan ini turut mengalami peningkatan sebesar 0,93 persen menjadi berada pada level 7.154,658 dari 7.088,866 pada pekan lalu. Sementara itu, kapitalisasi pasar bursa pada pekan ini juga mengalami kenaikan sebesar 0,56 persen menjadi Rp12.472 dari Rp12.403 triliun pada sepekan sebelumnya.
"Rata-rata volume transaksi harian Bursa pekan ini mengalami perubahan sebesar 0,86 persen menjadi lembar 17,51 miliar lembar saham dari 17,66 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya," jelas Kautsar.
Ia mengimbuhkan, BEI mencatat investor asing melakukan beli bersih pada Jumat, 17 Januari 2025, sebesar Rp240,20 miliar. Namun sepanjang awal 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih yang jauh lebih besar, yakni Rp2,69 triliun.
IHSG Bisa Sentuh Level 8,000 di Akhir 2025
[caption id="attachment_112778" align="alignnone" width="2560"] Pengunjung mengabadikan Papan Pantau Saham di Main Hal Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (13/1/2025). Panah Merah terlihat di Papan Pantau. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji.[/caption]
PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mencapai level 8,000 pada tahun 2025. Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto, menyatakan masih optimistis pasar modal Indonesia akan bergerak positif di tahun ini.
Prediksi bahwa IHSG bisa menyentuh angka 8.000 di tahun ini juga masih diyakini Rully dapat terealisasi di tengah potensi perang dagang di era pemerintahan Donald Trump jilid 2 di Amerika Serikat (AS).
“Meskipun sekarang pelaku pasar masih menunggu berita positif dari global dan dalam negeri, kami masih optimis terhadap pasar saham Indonesia karena dua faktor dari dalam negeri, yaitu inflasi yang stabil dan daya beli yang terjaga,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu, 15 Januari 2025.
Rully menyebut Indonesia terus menunjukkan penurunan inflasi karena didukung oleh stabilitas harga bahan makanan. Dia memperkirakan harga bahan makanan akan tetap stabil di tahun depan, selama tidak ada gangguan cuaca ekstrem yang dapat memengaruhi produksi pangan.
Selain itu, dia menyampaikan dengan stabilnya harga bahan makanan, serta pembatasan pemberlakuan efektif PPN 12 persen oleh pemerintah, khusus untuk barang dan jasa mewah akan menjadi faktor positif dalam menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat Indonesia.
Untuk makroekonomi, Rully dan tim riset Mirae Asset memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan mencapai 5 persen dengan posisi suku bunga acuan 5,5 persen pada akhir tahun.
Menurut dia, dengan kondisi pasar yang masih berfluktuasi tajam dan antisipasi terhadap efek dari kebijakan Trump, Bank Indonesia kemungkinan baru akan menurunkan suku bunga pada semester II 2024.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor makroekonomi tersebut, pasar modal Indonesia tetap memiliki prospek yang positif pada 2025. Kondisi global yang penuh tantangan diharapkan dapat dihadapi dengan kebijakan yang tepat dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan.
Wall Street Catat Pekan Terbaik
[caption id="attachment_59527" align="alignnone" width="450"] Wall Street (Foto: Getty Images)[/caption]
Di sisi lain, Wall Street menutup pekan terbaiknya dalam dua bulan terakhir dengan lonjakan signifikan pada Jumat, waktu Amerika atau Sabtu, 18 Januari 2025, dini hari WIB. Di lansir dari AP di Jakarta, Sabtu, indeks S&P 500 naik 1 persen di mana capaian ini mencatat pekan pertama yang menguntungkan dalam tiga minggu terakhir. Dow Jones Industrial Average pun menambahkan 334 poin atau sekitar 0,8 persen, sementara Nasdaq melesat 1,5 persen.
Salah satu pendorong utama kenaikan ini adalah SLB, penyedia layanan untuk ladang minyak yang melaporkan laba dan pendapatan di akhir 2024 melebihi ekspektasi analis. Saham SLB melonjak 6,1 persen setelah perusahaan tersebut mengumumkan kenaikan dividen sebesar 3,6 persen dan rencana mengembalikan USD2,3 miliar kepada investor melalui pembelian kembali sahamnya.
Namun, kekuatan terbesar berasal dari saham Big Tech, khususnya “Magnificent Seven”—Alphabet, Amazon, Apple, Meta Platforms, Microsoft, Nvidia, dan Tesla—yang semuanya mengalami kenaikan. Karena bobot kapitalisasi pasarnya yang besar, pergerakan saham mereka memberikan pengaruh signifikan pada S&P 500 dan indeks lainnya.
Sebelumnya, saham-saham Big Tech menghadapi tekanan akibat kekhawatiran bahwa valuasi mereka sudah terlalu tinggi setelah bertahun-tahun mendominasi pasar. Kekhawatiran ini semakin membesar setelah lonjakan imbal hasil obligasi. Tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dapat merugikan harga aset, terutama yang dianggap mahal seperti saham teknologi.
Namun, laporan inflasi AS yang lebih menggembirakan pekan ini memberikan angin segar bagi pasar. Laporan tersebut meningkatkan harapan bahwa Federal Reserve mungkin akan kembali memangkas suku bunga tahun ini. Pemotongan lebih lanjut—yang telah dimulai sejak September—akan mendorong investasi dengan melonggarkan tekanan ekonomi, meskipun bisa memberi bahan bakar tambahan bagi inflasi.
Pergerakan pasar yang naik-turun dalam beberapa pekan terakhir mencerminkan bagaimana laporan ekonomi mendorong pedagang untuk terus menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap langkah The Fed. Kekhawatiran yang lebih rendah tentang inflasi mendorong imbal hasil obligasi turun dan saham naik, sedangkan kekhawatiran yang lebih besar memicu reaksi sebaliknya.