Logo
>

IHSG Sepekan Alami Pelemahan 1,73 Persen

Ditulis oleh Hutama Prayoga
IHSG Sepekan Alami Pelemahan 1,73 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pelemahan sepanjang pekan 11-15 November 2024, turun 1,73 persen ke level 7.161,258 dari posisi 7.287,191 pada pekan sebelumnya.

    Sekretaris Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Aulia Noviana Utami Putri, menjelaskan penurunan ini juga tercermin dalam rata-rata frekuensi transaksi harian yang melemah 1,77 persen. Rata-rata transaksi turun menjadi 1,28 juta kali per hari dari 1,30 juta kali transaksi pada pekan lalu.

    "Pergerakan investor asing hari ini mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp517,12 miliar dan sepanjang tahun 2024 investor asing mencatatkan nilai beli bersih Rp29,11 triliun," ujar dia dikutip, Sabtu, 16 November 2024.

    Pada periode yang sama, data perdagangan saham menunjukkan hasil bervariasi. Aulia mengatakan kenaikan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian yang melonjak 48,51 persen. Volume transaksi meningkat menjadi 31,99 miliar lembar saham dari 21,54 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya.

    "Peningkatan terjadi pula pada rata-rata nilai transaksi saham selama sepekan, yaitu mencapai 5,09 persen sebesar Rp12,28 triliun dari Rp11,67 triliun pada pekan sebelumnya," ungkap dia.

    Namun, lanjut Aulia, perubahan dialami oleh kapitalisasi pasar Bursa sebesar 1,46 persen menjadi 12.063 triliun dari Rp12.241 triliun pada pekan sebelumnya.

    Wall Street Tertekan, Euforia Trump Bump Redup

    Di pasar modal Amerika Serikat (AS), Wall Street tergelincir pada Jumat, 15 November 2024, seiring memudarnya efek “Trump bump” yang sempat mengangkat Wall Street usai pemilu pekan lalu. Pemotongan suku bunga oleh The Fed pun gagal mempertahankan momentum positif.

    Dikutip dari Apnews, indeks S&P 500 anjlok 1,3 persen—penurunan terburuk sejak sebelum Hari Pemilu—hingga menutup pekan dengan kerugian. Dow Jones Industrial Average melemah 305 poin (0,7 persen), sementara Nasdaq Composite jatuh lebih dalam, sebesar 2,2 persen.

    Penurunan ini diperburuk oleh saham produsen vaksin setelah Presiden terpilih Donald Trump mengungkapkan keinginannya menunjuk Robert F. Kennedy Jr., seorang aktivis anti-vaksin terkemuka, sebagai kepala Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS). Saham Moderna merosot 7,3 persen dan Pfizer turun 4,7 persen, di tengah kekhawatiran dampak terhadap laba perusahaan.

    Kennedy masih membutuhkan konfirmasi dari Senat untuk menduduki jabatan tersebut, tetapi para analis skeptis dengan peluangnya. “Namun, jika Kennedy terkonfirmasi, sulit memprediksi risiko bagi investor mengingat pandangannya yang jauh dari kebijakan kesehatan tradisional Partai Republik,” tulis analis Raymond James, Chris Meekins, dalam catatan risetnya. Meekins, mantan wakil asisten sekretaris di HHS, juga menambahkan, “investor mungkin perlu melupakan segala asumsi mereka tentang pendekatan Partai Republik terhadap sektor kesehatan.”

    Penunjukan Kennedy diperkirakan dapat mempersulit perekrutan staf-staf berpengalaman tradisional dari kalangan Republik di HHS, yang pada akhirnya menciptakan ketidakpastian lebih besar.

    Saham-saham bioteknologi mencatatkan penurunan terbesar di pasar. Saham Applied Materials, produsen peralatan dan layanan manufaktur untuk industri semikonduktor, anjlok 9,2 persen meskipun mencatat laba kuartal terakhir yang melampaui ekspektasi analis. Penurunan terjadi setelah perusahaan memproyeksikan pendapatan mendatang yang berada di bawah harapan pasar.

    Tekanan terus meningkat pada perusahaan untuk mencetak pertumbuhan besar, mengingat kenaikan harga saham yang jauh melampaui pertumbuhan laba mereka. Kondisi ini membuat pasar saham terlihat semakin mahal menurut berbagai indikator dan memicu seruan untuk koreksi harga.

    Meski begitu, indeks S&P 500 masih naik 23 persen sepanjang tahun ini dan mendekati rekor tertinggi yang dicapai pada Senin lalu, meskipun ada kelemahan dalam sepekan terakhir.

    Harga Minyak Dunia Jeblok

    Sementara itu harga minyak dunia anjlok lebih dari 2 persen pada Jumat, 15 November 2024, tertekan oleh kekhawatiran lemahnya permintaan minyak dari China dan potensi melambatnya pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed).

    Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent merosot USD1,52 atau 2,09 persen menjadi USD71,04 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) terperosok USD1,68 atau 2,45 persen menjadi USD67,02 per barel. Dalam sepekan terakhir, harga Brent terkoreksi sekitar 4 persen, sedangkan WTI anjlok sekitar 5 persen.

    Data Biro Statistik Nasional China menunjukkan kilang minyak di negara itu pada Oktober mengolah 4,6 persen lebih sedikit minyak dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penutupan sejumlah kilang dan penurunan operasional di kilang kecil independen menjadi penyebab utamanya.

    Selain itu, pertumbuhan output pabrik China melambat, sementara masalah di sektor properti masih belum menemukan solusi. Situasi ini memicu kekhawatiran investor terhadap ekonomi China sebagai pengimpor minyak mentah terbesar dunia.

    “Tekanan dari China terus berlanjut, dan setiap stimulus dari pemerintah mereka bisa terhambat oleh kebijakan tarif baru dari administrasi Trump,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital, New York.

    Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, berencana mencabut status negara paling disukai China dan memberlakukan tarif lebih dari 60 persen untuk barang impor China, jauh lebih tinggi dibandingkan kebijakan di periode pertama kepemimpinannya.

    Goldman Sachs Research bahkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk 2025, mengantisipasi dampak signifikan dari kenaikan tarif tersebut.

    Harga minyak semakin terbebani pekan ini setelah beberapa lembaga utama menurunkan proyeksi permintaan minyak global. Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol, dalam KTT COP29 menyatakan permintaan minyak melemah, dipicu perlambatan ekonomi China dan meningkatnya penetrasi mobil listrik.

    IEA memperkirakan pasokan minyak global akan melampaui permintaan lebih dari 1 juta barel per hari pada 2025, bahkan jika OPEC+ tetap menjalankan kebijakan pemangkasan produksi. OPEC sendiri telah memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun ini dan 2025, mencerminkan lemahnya konsumsi di China, India, dan kawasan lain.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.