Logo
>

IHSG Sesi I Ambruk 2,94 Persen Tertekan Aksi Profit Taking

IHSG anjlok 2,94 persen ke 8.028 pada sesi I, tertekan aksi jual di seluruh sektor. Saat pasar domestik lesu, bursa Asia justru reli dengan Nikkei 225 menembus rekor 50.000.

Ditulis oleh Yunila Wati
IHSG Sesi I Ambruk 2,94 Persen Tertekan Aksi Profit Taking
IHSG sesi pertama perdagangan Senin, 27 Oktober 2025, ditutup ambruk. Foto: Dok KabarBursa.

KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tergelincir tajam di sesi I perdagangan Senin, 27 Oktober 2025. Tekanan jual meluas di hampir seluruh sektor. 

Indeks acuan Bursa Efek Indonesia (BEI) ini ambruk 244 poin atau 2,94 persen ke posisi 8.028. Ini menjadi salah satu koreksi intraday terdalam dalam dua bulan terakhir. Sentimen pasar tampak tertekan oleh aksi ambil untung besar-besaran, terutama di saham-saham berkapitalisasi besar yang sebelumnya menjadi penopang indeks.

Sepanjang sesi, aktivitas perdagangan tergolong tinggi. Tercatat sebanyak 241,38 juta lot saham berpindah tangan dan menghasilkan nilai transaksi mencapai Rp17,79 triliun. Walau begitu, seluruh indeks sektoral berada di zona merah, tanpa kecuali. 

Sektor properti menjadi yang paling terpukul, jatuh 4,53 persen. Kejatuhan diikuti sektor energi yang melemah 4,45 persen akibat tekanan lanjutan pada harga komoditas global serta aksi lepas saham tambang dan migas domestik.

Walau begitu, masih ada segelintir saham yang mampu mencatatkan penguatan signifikan. Di jajaran top gainers, tercatat saham-saham seperti BRRC, MICE, SSTM, SKRN, BABY, GPSO, dan REAL yang berhasil naik tipis di tengah badai koreksi. 

Namun, penguatan itu bersifat selektif dan cenderung terjadi pada saham-saham berkapitalisasi kecil dengan pergerakan spekulatif. Sementara itu, saham-saham teraktif pada sesi ini didominasi oleh CDIA, PTRO, BRMS, REAL, CUAN, CBRE, dan BRPT. Sepertinya, sedang ada rotasi perdagangan ke sektor pertambangan, energi, dan properti yang volatilitasnya sedang tinggi.

Bursa Asia Reli: Nikkei 225 Cetak Sejarah Baru

Namun, di bursa Asia, keadaannya justru terbalik. Sebagian besar indeks saham Asia pada hari ini justru mencatatkan penguatan. Apalagi setelah muncul kabar positif mengenai kemajuan perundingan dagang Amerika Serikat–China dan sinyal optimisme dari Wall Street pada akhir pekan lalu.

Di Jepang, indeks Nikkei 225 mencetak sejarah baru dengan menembus level 50.000 untuk pertama kalinya. Indeks ini melonjak 2,10 persen, sedangkan Topix naik 1,44 persen. Lonjakan terjadi seiring sentimen positif terhadap rencana pertemuan Perdana Menteri Sanae Takaichi dengan Presiden AS Donald Trump di Tokyo, minggu ini. 

Pasar berekspektasi, pertemuan tersebut dapat menghasilkan kesepakatan ekonomi yang memperluas permintaan domestik Jepang dan mengakhiri era deflasi berkepanjangan. Dalam catatan Crédit Agricole CIB, langkah itu diperkirakan akan membantu mendorong perekonomian Jepang keluar dari stagnasi structural, sekaligus menguntungkan AS melalui peningkatan ekspor.

Tak kalah kuat, indeks Kospi Korea Selatan juga mencetak rekor dengan menembus level 4.000 untuk pertama kalinya, naik 1,95 persen. Kenaikan tajam ini mengikuti laporan bahwa negosiator perdagangan utama dari AS dan China telah menyepakati kerangka kerja awal atas sejumlah isu yang selama ini menjadi batu sandungan hubungan dagang kedua negara. 

Optimisme ini menular ke seluruh Asia Timur, di mana Shanghai Composite naik 1,04 persen, Shenzhen Component menguat 1,26 persen, CSI300 bertambah 1,06 persen, dan Hang Seng di Hong Kong naik 1,02 persen. 

Pasar saham Taiwan (Taiex) melonjak 2,11 persen, sementara bursa Australia (ASX200) menguat lebih moderat 0,37 persen.

Kenaikan pasar Asia yang hampir serentak ini menandakan kembalinya selera risiko global (risk-on mode) setelah adanya tanda-tanda rekonsiliasi perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia. Namun, investor tampaknya masih berhati-hati dalam menafsirkan arah kebijakan perdagangan baru dari pemerintahan Trump. 

Dalam wawancara dengan CBS News, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa rencana tarif 100 persen terhadap produk impor dari Tiongkok “secara efektif tidak mungkin”. Ia juga menambahkan bahwa China kemungkinan besar akan kembali melakukan pembelian besar-besaran atas komoditas pertanian seperti kedelai.

Mata Uang Asia Bergerak Stabil, Rupiah Justru Tertekan

Dari sisi mata uang Asia, pergerakannya juga cenderung stabil dengan bias penguatan terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah tipis 0,18 persen ke 153,13 per USD, seiring reli ekuitas domestik. Sementara dolar Singapura menguat 0,04 persen dan dolar Australia naik 0,28 persen. 

Yuan China terapresiasi 0,13 persen, menunjukkan stabilitas setelah periode tekanan panjang, sedangkan ringgit Malaysia dan baht Thailand masing-masing naik 0,18 persen dan 0,05 persen. 

Rupiah, sebaliknya, masih melemah 0,15 persen ke level Rp16.627 per USD. Ada menandakan arus keluar modal jangka pendek yang cukup kuat di tengah pelemahan IHSG.

Secara keseluruhan, perdagangan sesi I hari ini memperlihatkan kontras yang mencolok antara kelesuan domestik dan optimisme regional. Ketika indeks Asia serempak reli diiringi penguatan mata uang mereka, IHSG justru menjadi satu-satunya indeks utama di kawasan yang terpuruk hampir 3 persen. 

Hal ini memperlihatkan masih rentannya pasar saham Indonesia terhadap tekanan global, terutama karena faktor struktural seperti pelemahan rupiah, aksi jual investor asing, dan rotasi dana ke pasar dengan prospek pertumbuhan lebih stabil seperti Jepang dan Korea Selatan.

Jika tidak ada katalis baru yang mampu memulihkan kepercayaan investor, baik dari faktor eksternal seperti stabilisasi nilai tukar, maupun faktor domestik seperti rilis laporan keuangan kuartal III, IHSG berisiko melanjutkan pelemahannya di sesi II. 

Dengan sektor properti dan energi yang masih menjadi beban utama, investor kini menanti apakah ada pembalikan teknikal dari level 8.000 sebagai area psikologis untuk menahan koreksi lebih dalam.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79