Logo
>

IHSG Tergelincir di Sesi Pagi, Tarif AS Bikin Pasar Waspada

IHSG melemah 0,33 persen di sesi pagi akibat tekanan asing dan tarif AS, sementara bursa Asia bergerak variatif di tengah harapan pemangkasan suku bunga AS.

Ditulis oleh Yunila Wati
IHSG Tergelincir di Sesi Pagi, Tarif AS Bikin Pasar Waspada
IHSG parkir di zona merah. Foto: Dok KabarBursa.

KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka pekan ini dengan langkah mundur. Hingga penutupan sesi pertama perdagangan Senin, 4 Agustus 2025, IHSG melemah 0,33 persen ke posisi 7.512,90 dengan nilai transaksi Rp8,2 triliun. 

Sentimen negatif dari bursa global, terutama Wall Street yang lebih dulu terkoreksi, ikut menyeret pasar domestik. Tekanan kian berat setelah Amerika Serikat resmi memberlakukan tarif resiprokal 19 persen terhadap Indonesia, kebijakan yang memicu kekhawatiran terhadap kinerja ekspor.

Investor asing tercatat melepas saham senilai Rp2,34 triliun pada sesi pagi. Dari kawasan, bursa Asia bergerak bervariasi, mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global, spekulasi penurunan suku bunga The Fed, dan efek lanjutan dari kebijakan tarif AS. Nilai tukar rupiah pun ikut melemah 0,23 persen ke 16.493 per dolar AS.

Dari pengamatan tim riset PT Korea Investment & Sekuritas Indonesia, dari sisi sektoral, saham kesehatan dan teknologi tampil sebagai penopang, sementara sektor energi dan keuangan justru menjadi pemberat indeks. 

Saham-saham Grup Prajogo Pangestu seperti PTRO, TPIA, CUAN, dan BREN kompak melemah. Investor tampaknya memilih menunggu kepastian rebalancing indeks MSCI pada 7 Agustus, sambil merespons tekanan teknikal dan sentimen global yang negatif.

Sektor migas juga tak luput dari tekanan. Harga minyak dunia turun akibat surplus pasokan dan pemulihan produksi OPEC+, membuat sentimen di sektor ini tertekan. 

Di dalam negeri, produksi migas yang masih di bawah target semester pertama memicu kekhawatiran akan prospek pendapatan emiten energi. Saham seperti PGAS, MEDC, ELSA, ENRG, TPIA, dan AKRA terpantau melemah.

Meski begitu, sejumlah emiten masih mampu mencatatkan kinerja positif. DSSA, BMRI, dan CDIA berada di jajaran penguat utama, sedangkan AMMN, BREN, dan SMMA menjadi yang terlemah. Dari sisi nilai transaksi, BMRI, COIN, dan CUAN mendominasi perdagangan.

Kabar baik datang dari laporan kinerja beberapa emiten. Kawasan Industri Jababeka (KIJA) mencatat lonjakan laba bersih menjadi Rp310,6 miliar pada semester pertama 2025, tumbuh 523 persen secara tahunan. Sementara Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) membukukan kenaikan laba 56 persen menjadi Rp202,9 miliar.

Sesi pagi ini memperlihatkan pasar yang dibayangi kehati-hatian investor, baik karena faktor eksternal maupun domestik. Namun, peluang tetap terbuka bagi mereka yang cermat memilih saham di sektor-sektor yang memiliki prospek cerah.

Pasar Asia Bergerak Variatif

Sementara, Bursa saham Asia mengawali pekan dengan pergerakan yang beragam pada Senin (4/8), di tengah harapan penurunan suku bunga Amerika Serikat yang datang bersama sinyal pelemahan ekonomi Negeri Paman Sam. 

Data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan angka penggajian yang lebih lemah dari perkiraan, dengan revisi ke bawah yang membuat rata-rata pertumbuhan lapangan kerja tiga bulan terakhir merosot menjadi 35.000 dari 231.000 di awal tahun.

Tim analis Goldman Sachs menilai, data ini sejalan dengan tren perlambatan yang sudah terlihat di pasar tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi beberapa bulan terakhir. Mereka menyimpulkan, ekonomi AS kini bergerak di bawah kapasitas optimalnya. 

Namun, di balik kabar ini, muncul sorotan politik yang memicu keraguan pasar. Keputusan Presiden Donald Trump memecat kepala Statistik Tenaga Kerja memunculkan pertanyaan soal kredibilitas data ekonomi AS. Kabar bahwa Trump akan menunjuk gubernur baru Federal Reserve lebih awal juga memantik kekhawatiran politisasi kebijakan moneter.

Meski Trump mengakui Ketua Fed Jerome Powell kemungkinan akan menuntaskan masa jabatannya, pasar berasumsi bahwa figur baru di Dewan Fed bisa mempercepat langkah penurunan suku bunga. 

Kepala Riset Valas NAB Ray Attrill, menilai kredibilitas Fed dan keakuratan data yang menjadi landasan kebijakan kini berada di bawah sorotan tajam.

Di lantai bursa, Jepang menjadi salah satu pasar yang tertekan, dengan Nikkei 225 turun 1,45 persen dan Topix melemah 1,30 persen. Sementara itu, Shanghai Composite di China menguat tipis 0,20 persen, Shenzhen Component melemah 0,28 persen, dan CSI300 stagnan. 

Hang Seng Hong Kong naik 0,49 persen, sedangkan Kospi Korea Selatan menguat 0,96 persen. Bursa Taiwan (Taiex) terkoreksi 0,48 persen dan ASX200 Australia turun 0,11 persen.

Di pasar mata uang, rupiah mencatat penguatan cukup tajam 0,78 persen ke 16.383 per dolar AS, ringgit Malaysia menguat 0,98 persen, dan yuan China naik 0,20 persen. 

Dolar Singapura, dolar Australia, rupee India, dan baht Thailand juga menguat, sementara yen Jepang justru melemah 0,21 persen ke 147,71 per dolar AS.

Bagi investor, kabar perlambatan ekonomi AS memberi ruang optimisme atas potensi pemangkasan suku bunga. Namun, ketidakpastian politik dan keraguan atas kredibilitas data menjadi faktor penahan yang membuat pergerakan pasar Asia tetap penuh kehati-hatian.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79