KABARBURSA.COM - Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono (Ipunk) menuturkan, nilai kerugian terbesar dari illegal fishing adalah kerusakan ekosistem laut Indonesia.
Mengacu pada data FAO tahun 2019, kerugian negara yang ditimbulkan dari IUU fishing mencapai 26 juta ton per tahun atau setara dengan USD23 miliar atau sekitar Rp340,81 triliun. Berdasarkan hasil tangkapan kapal ikan asing (KIA), Ipunk menyebut penangkapan ikan di laut Indonesia seringkali menggunakan trawl yang berdampak buruk terhadap ekosistem terumbu karang.
Ipunk menuturkan, kerusakan terumbu karang berdampak negatif terhadap habitat ikan di perairan Indonesia. Pasalnya, terumbu karang sendiri menjadi tempat bagi ikan melakukan proses pemijahan.
"(Kerugian) ekonomi mungkin sekarang, iya. Orang bisa, di kapal itu ngangkutnya sekali narik 100 ton misalnya, ikannya, tapi kerusakan yang dia perbuat itu (jangka panjang). Itu bisa sampai puluhan tahun si terumbu karang itu bisa mencapai setinggi sebesar itu," kata Ipunk kepada wartawan di Gedung Minabahari 4, Jakarta, Jum'at, 14 Juni 2024.
Dampak terburuk yang terjadi akibat illegal fishing yang dilakukan KIA tidak hanya sekadar mencuri sumber daya laut Indonesia, kata Ipunk, melainkan juga merusak ruang laut. Dia menyebut, banyak KIA diperairan Indonesia terjadi karena ekosistem laut negara asalnya yang rusak akibat penangkapan yang tidak berbasis pada lingkungan.
"Kenapa nelayan Vietnam, nelayan dari negara luar nyuri di tempat kita? Mereka sudah rusak ekosistemnya, ekologinya sudah rusak. Karena mereka rata-rata, yang kami tangkap itu menggunakan trawl," jelasnya.
Dampak terburuk, kata Ipunk, penggunaan trawl dalam penangkapan ikan dapat memicu kepunahan. Ketika itu terjadi, ketersediaan bahan pangan dari industri kelautan di masa depan terancam.
"Ketika bicara masalah ekosistem, bicara soal ekologi, kalau itu tidak kita jaga, tunggu kepunahan. Sudah banyak negara lain yang mencuri ikan di tempat kita, karena kerusakan mereka," tegasnya.
KKP Tangkap Kapal Ikan Ilegal
Ipunk menuturkan, PSDKP telah menangkap 69 kapal ikan Indonesia, 7 KIA asal Filipina, 8 unit dari Malaysia, 2 dari Vietnam, dan 1 kapal Rusia. Dia menuturkan, kapal ikan yang dianggap melakukan illegal fishing lantaran melewati daerah penangkapan ikan (DPI) yang telah ditetapkan hingga perizinan yang sudah tidak berlaku.
"Kapal-kapal Indonesia sendiri, mereka melakukannya ketika mereka salah DPI, kemudian mungkin perizinannya habis, kemudian mereka menggunakan alat tangkap yang dilarang," kata Ipunk.
Dari situlah PSDKP melakukan penertiban juga terhadap kapal ikan Indonesia. Dalam penertiban itu, kata Ipunk, PSDKP juga menggunakan teknologi pengawasan untuk memastikan penangkapan sesuai fishing ground yang sesuai dengan ketentuan.
Meski begitu, tutur Ipunk, banyak nelayan yang kerapkali berkilah bahwa sumber daya laut menjadi salah satu anugerah yang diturunkan Tuhan. Akan tetapi, kata dia, PSDKP tetap mengedepankan prinsip dialog yang dapat dipahami para nelayan.
"Simpelnya saya menyampaikan, jadi ketika ada angkot punya terayek, misalnya terayeknya di Bogor, kemudian dia mengangkut penumpangnya di Tegal, pastilah nanti terayek Tegal kan marah karena mengambil haknya," jelasnya.
Di sisi lain, PSDKP juga tetap mengenakan sanksi administrasi maupun denda kepada nelayan yang melanggar. Ipunk menegaskan, sanksi itu perlu untuk memberi efek jera pada para pelanggar.
"Ada yang memahami, ada yang merasa 'Pak ini kan lagi musim (ikan) di sini.' Banyak alasan, tapi apapun itu kita sampaikan ketika salah, ya harus ada sanksi supaya ada efek jerak disitu," ujarnya.
Ada Tindak TPPO
Sebelumnya, KKP juga telah berkolaborasi dengan Polda Maluku mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pendistribusian BBM Solar ke Kapal ikan Asing di Tual, Maluku.
Ipunk menuturkan, dugaan TPPO dan distribusi BBM solar secara ilegal tersebut mulai terungkap saat Ditjen PSDKP menangkap Kapal Ikan Indonesia pada 12 April 2024 silam di perairan WPPNRI 718.
“Kasus ini menjadi awal mula terungkapnya kasus yang terjadi. Selain melakukan alih muatan (transhipment), KII ini juga mendistribusikan solar dan ABK ke kapal ikan asing yang direkrut secara Illegal ke kapal penangkap ikan asing yaitu MV RZ 03 dan MV RZ 05,” kata Ipunk, Selasa, 21 Mei 2024.
Ipunk menjelaskan, salah satu dari KIA tersebut yaitu MV RZ 03 saat ini sudah berhasil diamankan pada hari Minggu, 19 Mei 2024 lalu. Operasi tersebut dipimpin langsung olehnya dengan menggunakan Kapal Pengawas (KP) Paus 01 dan saat ini berada di Pangkalan PSDKP Tual, Maluku.
“Selain melakukan tindak pidana perikanan, kapal ini juga diduga menerima distribusi solar ilegal dan orang yang dipekerjakan diduga menjadi korban TPPO,” ujar Ipunk.
Sementara itu, Direktur Penanganan Pelanggaran KKP, Teuku Elvitrasyah mengungkapkan dari sekitar 150 ton BBM solar yang akan didistribusikan secara illegal oleh KM MUS kepada kapal penangkap ikan asing tersebut, saat ini PPNS Perikanan sudah mengamankan sekitar 90 ton BBM solar yang nantinya akan diserahkan kepada Kepolisian untuk dijadikan barang bukti.
Teuku juga menerangkan bahwa terkait adanya dugaan distribusi BBM solar illegal dan TPPO, pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Bareskrim Polri.
“Untuk kedua dugaan tindak pidana tersebut bukanlah kewenangan kami, sehingga kami perlu melakukan koordinasi lebih lanjut. Kami juga akan melaksanakan ekspose dengan Polda Maluku terkait pelimpahan kedua dugaan tindak pidana tersebut,” ujarnya.
Teuku mengungkapkan, dengan adanya kasus ini, dugaan terjadinya tindak pidana lintas negara (transnational crimes) tidak hanya di bidang perikanan tapi menyangkut TPPO dan distribusi BBM ilegal dalam kegiatan penangkapan ikan di WPPNRI.
“Dalam proses penyelesaiannya perlu dilakukan secara multidoor system dengan aparat penegak hukum yang berwenang sesuai dengan Undang-undang sektor,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengamankan satu Kapal Ikan Asing (KIA) yang sudah menjadi target operasi sejak satu bulan lalu di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718 Laut Arafura.
Dalam proses pencarian kapal buronan ini, KKP turut bekerja sama dengan negara-negara di wilayah seperti Australia melalui Indonesia-Australia Fisheries Surveillance Forum (IASFS) dan Regional Plan of Action to romote responsible fishing practices including combating IUU Fishing (RPOA-IUU). (Andi/*)