KABARBURSA.COM - Kredit bermasalah dalam portofolio Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Eximbank sejatinya bukan hal baru. Namun, dampaknya masih dirasakan pada kinerja terkini lembaga yang fokus pada pembiayaan ekspor ini.
Baru-baru ini, Kementerian Keuangan bersama Kejaksaan Agung mengungkapkan empat debitur bermasalah diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi senilai Rp2,5 triliun. Jumlah debitur yang bermasalah ini berpotensi bertambah.
Menurut laporan keuangan terbaru, Eximbank mengalami kerugian bersih yang meningkat drastis menjadi Rp18,1 triliun. Angka tersebut melonjak hingga 481 persen dibandingkan dengan tahun 2022 yang hanya merugi Rp3,1 triliun.
Penyebab utama dari kerugian ini adalah pos pencadangan yang meningkat hingga 703,6 persen YoY, di mana Eximbank mencadangkan dana sebesar Rp16,9 triliun.
Namun, pendapatan Eximbank selama periode tersebut juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pendapatan bunga bersih naik 19,1 persen menjadi Rp923 miliar, sementara pendapatan operasional lainnya meningkat 39,2 persen menjadi Rp259 miliar.
Direktur Eksekutif Eximbank, Riyani Tirtoso, menyatakan bahwa kinerja Eximbank meningkat sepanjang tahun 2023. Laba sebelum pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) mencapai Rp402 miliar, naik 87 persen.
Meskipun begitu, Riyani menyatakan bahwa pencadangan diperlukan untuk memperkuat lembaga tersebut. Ini tercermin dari penurunan NPL nett Eximbank dari 10,4 persen menjadi 4,5 persen.
Riyani juga memproyeksikan laba Eximbank pada tahun ini bisa menjadi positif. Dia menegaskan bahwa pencadangan besar seperti tahun lalu tidak akan dilakukan lagi tahun ini.
Sebagai bagian dari upaya bersih-bersih aset, Eximbank juga dibantu oleh anak usahanya, PT Indonesia Eximbank Prima Aset (IPA), yang mengelola aset-aset buruk dalam portofolio Eximbank.
Namun, perlu dicatat bahwa permodalan Eximbank pada tahun 2023 tampak menurun, dengan rasio CAR turun dari 33 persen menjadi 18 persen. Namun, ia yakin bahwa rasio CAR akan kembali naik menjadi 30 persen setelah PMN cair di bulan September senilai Rp10 triliun.
Riyani juga menegaskan bahwa PMN ini akan digunakan untuk penyaluran pembiayaan khusus sesuai mandat dari Kementerian Keuangan.
Amin Nurdin, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menyatakan bahwa pencadangan diperlukan dalam bersih-bersih aset, meskipun dapat menggerus keuntungan.
Dia juga menekankan perlunya perlakuan khusus untuk menangani kredit bermasalah dalam Eximbank, baik melalui hapus buku atau program lainnya. Namun, ia menilai peningkatan pencadangan hingga 700 persen tidak wajar, mungkin karena alasan tertentu.