KABARBURSA.COM - Impor beras RI pada Januari hingga September 2024 tembus 3,23 juta ton. Angka tersebut mengalami kenaikan tajam dibandingkan periode Januari hingga Agustus 2024 yang tercatat sebanyak 3,05 juta ton.
Dalam rilis resmi BPS, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa nilai impor beras selama sembilan bulan pertama tahun ini mencapai USD2,01 miliar. Negara-negara asal utama pengimpor beras adalah Thailand, Vietnam, dan Pakistan. Kenaikan angka impor beras ini menjadi perhatian, terutama mengingat komitmen Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan.
Kenaikan impor beras tidak hanya menjadi tantangan bagi kebijakan pangan, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi lainnya. Mengingat Indonesia juga mengimpor jagung dan gula, hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada komoditas pangan tertentu dapat mempengaruhi stabilitas harga dan ketersediaan pangan dalam negeri.
Selain itu, dengan pengeluaran yang meningkat untuk impor, pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan yang lebih terintegrasi untuk mendukung petani lokal dan meningkatkan produksi dalam negeri. Upaya peningkatan produktivitas pertanian melalui teknologi, pelatihan, dan akses ke pasar yang lebih baik perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
Lantas, bagaimana dengan emiten terkait? Apakah ini menjadi pukulan telak bagi keberlanjutan mereka?
Mari kita lihat kinerja salah satu emitennya, yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) justru menunjukkan potensi pertumbuhan yang solid pada semester kedua tahun 2024, didorong oleh peningkatan volume penjualan dan harga produk. Meskipun kondisi makroekonomi saat ini menantang, analis dari Mirae Asset Sekuritas Abyan H Yuntoharjo, menilai bahwa INDF mampu menghadapi tantangan tersebut dengan ketahanan yang baik.
“Dengan P/E 4,9x 24F saat ini, kami percaya bahwa INDF masih undervalued,” kata Abyan dalam laporan risetnya.
Mirae Asset Sekuritas memproyeksikan bahwa INDF akan mencatatkan kinerja yang lebih baik pada paruh kedua tahun ini, berkat normalisasi di berbagai segmen usaha yang melengkapi kinerja kuat dari segmen barang jadi. Meskipun daya beli masyarakat mengalami penurunan, INDF berhasil mempertahankan pertumbuhan dari sisi volume dan harga produk.
Selama enam bulan pertama tahun 2024, INDF mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp57,30 triliun, meningkat 2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp56,09 triliun. Namun, laba bersih INDF mengalami penurunan menjadi Rp3,85 triliun dari Rp5,56 triliun pada tahun sebelumnya. Penyesuaian pos pengeluaran di seluruh segmen menjadi salah satu faktor utama dalam kinerja ini, terutama akibat fluktuasi biaya bahan baku yang berdampak pada margin.
Meskipun INDF menghadapi tantangan dari peningkatan beban pembayaran bunga atas utang dalam mata uang USD, analis percaya bahwa potensi kenaikan untuk saham INDF tetap signifikan. Abyan juga mencatat bahwa strategi penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik terhadap kondisi pasar yang berubah.
Abyan merekomendasikan investor untuk melakukan trading buy pada saham INDF, terutama dengan proyeksi target harga baru yang ditetapkan sebesar Rp7.500, yang mengimplikasikan rasio P/E ke depan sebesar 6,3x untuk tahun 2024. Hal ini mencerminkan potensi kenaikan sebesar 13,2 persen dari level saat ini, yang ditutup di Rp6.675 per saham pada perdagangan hari ini.
Pergerakan Saham Hari ini
Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) menunjukkan pergerakan positif pada perdagangan hari ini, dengan harga penutupan di Rp7.225, mencatatkan kenaikan sebesar 2,48 persen atau Rp175 dibandingkan dengan harga penutupan sebelumnya. Saham dibuka stabil pada Rp7.050 dan mengalami volatilitas yang terbatas, dengan harga tertinggi mencapai Rp7.250 dan harga terendah tetap di level pembukaan Rp7.050.
Pergerakan harga yang meningkat ini mencerminkan minat beli yang kuat dari para investor, terutama mengingat volume transaksi yang mencapai Rp94,8 miliar. Meskipun pembukaan dan penutupan saham pada hari yang sama tidak berubah dari Rp7.050, lonjakan harga pada sesi perdagangan menunjukkan bahwa pasar merespons positif terhadap prospek kinerja perusahaan yang lebih baik ke depan, sejalan dengan proyeksi pertumbuhan yang diberikan oleh analis.
Dengan rata-rata harga di Rp7.191, saham INDF menunjukkan bahwa ada potensi kenaikan lebih lanjut, terutama jika perusahaan terus mencatatkan kinerja solid dan meningkatkan posisi di pasar. Ini juga menunjukkan bahwa investor percaya pada kekuatan fundamental perusahaan meskipun ada tantangan di sektor makroekonomi.
Mengingat bahwa INDF diharapkan mengalami pertumbuhan yang signifikan di paruh kedua tahun 2024, para investor kemungkinan akan terus memantau perkembangan perusahaan. Dengan proyeksi target harga yang lebih tinggi, seperti yang disebutkan oleh analis sebelumnya, saham INDF masih dianggap undervalued. Kenaikan harga saham ini bisa menjadi indikasi awal dari momentum bullish yang lebih luas, menciptakan peluang bagi investor untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan jangka panjang perusahaan.(*)