Logo
>

Impor Dikuasai Elite, Dekan IPB: Kedaulatan Pangan Semakin Rapuh!

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Impor Dikuasai Elite, Dekan IPB: Kedaulatan Pangan Semakin Rapuh!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University, Sofyan Sjaf, menyoroti dominasi impor pangan oleh elite bisnis di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa banyak orang terkaya di Indonesia, terlepas dari sektor utama bisnis mereka, pasti memiliki perusahaan impor pangan.

    "Menariknya, kalau kita melihat orang-orang terkaya kita, coba cek satu per satu perusahaannya di Indonesia, khususnya, pasti memiliki perusahaan impor pangan," ujar Sofyan dalam sebuah diskusi publik di Jakarta Selatan, Kamis, 30 Januari 2025.

    Ia menjelaskan bahwa impor pangan memiliki keuntungan besar meskipun margin keuntungannya kecil. Namun, dengan volume transaksi yang mencapai jutaan, keuntungannya tetap menggiurkan. "Sejago-jagonya perusahaan properti yang mereka miliki, pasti ada perusahaan impor pangan. Mengapa? Karena impor pangan itu ekonomi kuantum, hasilnya mungkin marginnya sedikit, tapi kalau dikalikan ribuan, jutaan, atau puluhan jutaan, maka jumlahnya akan besar," tambahnya.

    Sofyan menilai bahwa sektor pangan sebenarnya sangat menjanjikan. Namun, ada persoalan serius dalam perspektif masyarakat dan kebijakan pemerintah yang justru melemahkan sektor ini. Menurutnya, kekuatan pangan harus menjadi fondasi utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

    "Salah satu negara yang bisa diandalkan dalam pertumbuhan ekonomi adalah ketika kekuatan pangannya bisa melampaui kekuatan lainnya. Artinya apa? Kebijakan apapun yang dilakukan dalam sebuah negara, kalau kebijakan pangannya tidak kuat, maka akan rapuh," tegasnya.

    Ia juga mengkritik kebijakan pangan yang semakin menjauh dari pendekatan berbasis rakyat (the people-driven approach). Menurutnya, sejak era Orde Baru hingga Reformasi, modernisasi pertanian tetap berorientasi pada kapitalisasi dan efisiensi, bukan pemberdayaan petani.

    "Saat rezim berganti, dari Orde Baru menjadi Reformasi, apa yang terjadi? Nafas modernisasi pertanian tetap menjadi rule. Pemberdayaan, hulu-hilir pertanian diperkuat dengan pengarusutamaan padat modal, subsidi barang, dan investasi korporasi. Efisiensi menjadi core, tapi di sinilah pintu perdagangan semakin terbuka," ujarnya.

    Akibatnya, perdagangan pangan semakin dikuasai korporasi besar dan kebijakan pangan kian jauh dari semangat kedaulatan rakyat. Ketimpangan dalam sektor pertanian pun semakin tajam.

    "Saya kira, apa yang terjadi hari ini pun demikian. Apakah kita mau berdaulat dengan produksi sendiri, menciptakan lapangan kerja sendiri dengan tenaga yang andal? Atau sebaliknya, kita mau negara ini disuplai, disubsidi, dan disuapi oleh negara-negara tetangga yang sudah mawas diri terkait dengan kedaulatan pangan?" pungkasnya.

    Catatan Impor Pangan

    Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada impor pangan, dengan total impor pangan mencapai 30 juta ton.

    Jumlah tersebut setara dengan produksi beras dalam negeri. Beberapa komoditas yang diimpor antara lain gula, beras, garam, terigu, dan kedelai.

    “Indonesia sangat tergantung pada impor pangan, dengan total 30 juta ton yang hampir setara dengan produksi beras kita. Beberapa komoditas yang diimpor termasuk gula, beras, garam, terigu, dan kedelai,” kata Zulkifli Hasan dalam acara Indonesia ‘Marine and Fisheries’ di Hotel Raffles, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Desember 2024.

    Melihat kondisi tersebut, Zulkifli mengakui bahwa pencapaian target swasembada pangan pada 2027 tidak akan mudah. Ia mencontohkan bahwa kebijakan untuk swasembada beras sangat rumit karena melibatkan berbagai kementerian dan lembaga (K/L), seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang bertanggung jawab atas pembangunan irigasi, serta Kementerian BUMN untuk penyediaan subsidi pupuk.

    “Memang tidak mudah. Kebijakan swasembada pangan itu sangat rumit dan tersebar di berbagai sektor. Kami mencoba untuk menyederhanakan kebijakan-kebijakan ini agar dapat lebih cepat dilaksanakan untuk mencapai swasembada pangan,” tuturnya.

    Sebagai langkah konkret, pihaknya telah menetapkan beberapa strategi, antara lain penentuan neraca komoditas pangan yang mempengaruhi impor dan ekspor, serta penyederhanaan alur distribusi pupuk subsidi yang sebelumnya melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah.

    “Kini, pupuk disalurkan langsung oleh Menteri Pertanian kepada petani. Kami juga telah menyelesaikan sejumlah isu teknis dalam bidang penyuluhan yang sangat krusial. Meskipun ini teknis, kami harus menyelesaikannya dengan cepat karena kebijakan jangka pendek ini sangat penting untuk mencapai swasembada pangan pada 2027,” ungkap Zulhas.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.